Bebani APBN, Pengamat: Subsidi Solar Juga Perlu Dikurangi
Minggu, 09 Januari 2022 - 09:36 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( BPH Migas ) tahun ini menugasi PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) menyalurkan solar bersubsidi sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL). Pertamina mendapat penugasan sebanyak 14,9 juta KL dan AKRA sebesar 186.000 KL.
Penetapan kuota ini didasarkan tiga variabel dasar perhitungan, yakni usulan kebutuhan JBT minyak solar tahun 2022 dari pemda; data realisasi penyaluran JBT minyak solar Pertamina dan AKR tahun 2021; dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama para pemangku kepentingan.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi beban subsidi pada solar. Alasannya, disparitas harga jual solar subsidi dan harga keekonomiannya sangat tinggi. Selain itu, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk kepentingan bisnis.
"Pemerintah setidaknya sudah mulai berusaha mengurangi beban subsidi pada BBM jenis solar," ungkap Sofyano dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/1/2022).
Sofyano mengungkapkan, subsidi pada solar sangat besar. Tercatat, solar subsidi saat ini hanya dijual seharga Rp5.150/liter. Sementara, harga solar nonsubsidi mencapai sekitar Rp11.000/liter. "Jadi disparitas harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp5.850/liter," paparnya.
Sementara, lanjut dia, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk bisnis. Selain itu, kata dia, penggunaannya juga nyaris tak terukur. "Hal ini beda dengan penggunaan LPG subsidi per rumah tangga yang maksimal hanya 3 tabung per bulan," kata Sofyano.
Sofyano mempertanyakan mengapa sampai saat ini pemerintah belum terdengar akan mengoreksi harga jual solar subsidi, atau berupaya mengalihkan subsidi solar agar lebih tepat sasaran.
"Apakah subsidi solar ini tidak menjadi beban buat pemerintah dibanding, misalnya dengan subsidi terhadap LPG 3 kg. Atau apakah pengguna solar subsidi selama ini sudah tepat sasaran sehingga tidak masalah bagi pemerintah dan APBN?" tuturnya.
Menurut dia, solusi yang perlu dilakukan Pemerintah antara lain dengan menaikkan harga jual solar subsidi sehingga paling tidak rentang perbedaannya dengan solar nonsubsidi tidak sebesar seperti saat ini. Selain itu, pemerintah dinilai perlu menetapkan penggunaan solar subsidi untuk jenis kendaraan tertentu saja, yakni hanya untuk kendaraan bermotor pelat kuning dan maksimal roda enam.
"Ini seharusnya bisa dilakukan jika pemerintah merasa bahwa subsidi adalah beban terhadap APBN. Sebab, jika ini bukan beban APBN, maka logikanya subsidi LPG pun tidak jadi masalah buat APBN, dan ini akan dinilai adil oleh masyarakat," pungkasnya.
Penetapan kuota ini didasarkan tiga variabel dasar perhitungan, yakni usulan kebutuhan JBT minyak solar tahun 2022 dari pemda; data realisasi penyaluran JBT minyak solar Pertamina dan AKR tahun 2021; dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama para pemangku kepentingan.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi beban subsidi pada solar. Alasannya, disparitas harga jual solar subsidi dan harga keekonomiannya sangat tinggi. Selain itu, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk kepentingan bisnis.
"Pemerintah setidaknya sudah mulai berusaha mengurangi beban subsidi pada BBM jenis solar," ungkap Sofyano dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/1/2022).
Sofyano mengungkapkan, subsidi pada solar sangat besar. Tercatat, solar subsidi saat ini hanya dijual seharga Rp5.150/liter. Sementara, harga solar nonsubsidi mencapai sekitar Rp11.000/liter. "Jadi disparitas harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp5.850/liter," paparnya.
Sementara, lanjut dia, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk bisnis. Selain itu, kata dia, penggunaannya juga nyaris tak terukur. "Hal ini beda dengan penggunaan LPG subsidi per rumah tangga yang maksimal hanya 3 tabung per bulan," kata Sofyano.
Sofyano mempertanyakan mengapa sampai saat ini pemerintah belum terdengar akan mengoreksi harga jual solar subsidi, atau berupaya mengalihkan subsidi solar agar lebih tepat sasaran.
Baca Juga
"Apakah subsidi solar ini tidak menjadi beban buat pemerintah dibanding, misalnya dengan subsidi terhadap LPG 3 kg. Atau apakah pengguna solar subsidi selama ini sudah tepat sasaran sehingga tidak masalah bagi pemerintah dan APBN?" tuturnya.
Menurut dia, solusi yang perlu dilakukan Pemerintah antara lain dengan menaikkan harga jual solar subsidi sehingga paling tidak rentang perbedaannya dengan solar nonsubsidi tidak sebesar seperti saat ini. Selain itu, pemerintah dinilai perlu menetapkan penggunaan solar subsidi untuk jenis kendaraan tertentu saja, yakni hanya untuk kendaraan bermotor pelat kuning dan maksimal roda enam.
"Ini seharusnya bisa dilakukan jika pemerintah merasa bahwa subsidi adalah beban terhadap APBN. Sebab, jika ini bukan beban APBN, maka logikanya subsidi LPG pun tidak jadi masalah buat APBN, dan ini akan dinilai adil oleh masyarakat," pungkasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda