Pengamat Sebut Skema BLU Batu Bara Bikin Sengsara Rakyat
Kamis, 13 Januari 2022 - 12:02 WIB
JAKARTA - Pemerintah tengah mempertimbangkan menghapus domestic market obligation ( DMO ) dan menggantinya dengan skema badan layanan umum (BLU). Dalam skema BLU, PLN akan membeli batu bara dengan harga pasar, bukan dengan harga DMO.
Selisih harga pasar dengan DMO akan ditanggung BLU, yang dananya berasal dari iuran pengusaha yang melakukan ekspor batu bara. Rencana itu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan masalah baru.
"Tidak ada jaminan bahwa PLN akan mendapatkan pasokan sesuai jumlah kebutuhannya meskipun PLN membeli sesuai harga pasar," kata Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi UGM, dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Kamis (13/1/2022).
Menurut Fahmi, berdasarkan kontrak jangka panjang, pengusaha akan mendahulukan pasokan batu bara kepada pembeli di luar negeri ketimbang menjual ke PLN, yang mendasarkan pada kontrak jangka pendek.
"Kalau benar, tidak dapat dihindari PLN akan kembali mengalami krisis batu bara, yang mengancam pemadaman sebagian besar pembangkit listrik," jelasnya.
Menurut perhitungan Fahmy, berdasarkan perhitungan, kebutuhan batu bara PLN sebesar 5,1 juta ton. Penggantian selisih antara harga pasar dan harga DMO (USD70) yang dibayarkan PLN jumlahnya sangat besar.
"Kalau harga pasar batu bara saat ini mencapai USD203 per metrik ton, maka total penggantian dari iuran tersebut mencapai USD816 juta. Dengan dana sebesar itu tentunya ada keengganan pengusaha untuk membayar iuran BLU," ujarnya.
Apalagi, jika iuran itu gagal dibayarkan kepada PLN karena keengganan pengusaha, harga pokok penyediaan (HPP) PLN sudah pasti akan membengkak. Dalam kondisi tersebut, kalau tidak ingin bangkrut, PLN harus menaikkan tarif listrik yang makin memberatkan rakyat.
Menurutnya, daripada menggunakan skema BLU, yang akan menimbulkan masalah baru, akan lebih baik tetap menggunakan skema DMO batu bara dengan melakukan perbaikan aturan DMO. Pertama, menetapkan jadwal pasokan ke PLN per bulan, bukan pertahun, yang akan digunakan sebagai dasar penetapan sanksi bagi pengusaha yang tidak memenuhi pasokan per bulan.
"Kedua, menetapkan sanksi bagi pengusaha yang tidak memenuhi pasokan dengan melarang ekspor pada bulan berikutnya. Perbaikan aturan DMO akan mecegah kembalinya terjadi krisis batu bara yang dialami PLN, maka janganlah dihapus DMO batu bara," tandasnya.
Lihat Juga: Dana LPDP Capai Rp139,1 Triliun, Sri Mulyani ke Presiden Jokowi: Kita Akan Terus Memupuk
Selisih harga pasar dengan DMO akan ditanggung BLU, yang dananya berasal dari iuran pengusaha yang melakukan ekspor batu bara. Rencana itu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan masalah baru.
"Tidak ada jaminan bahwa PLN akan mendapatkan pasokan sesuai jumlah kebutuhannya meskipun PLN membeli sesuai harga pasar," kata Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi UGM, dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Kamis (13/1/2022).
Menurut Fahmi, berdasarkan kontrak jangka panjang, pengusaha akan mendahulukan pasokan batu bara kepada pembeli di luar negeri ketimbang menjual ke PLN, yang mendasarkan pada kontrak jangka pendek.
"Kalau benar, tidak dapat dihindari PLN akan kembali mengalami krisis batu bara, yang mengancam pemadaman sebagian besar pembangkit listrik," jelasnya.
Menurut perhitungan Fahmy, berdasarkan perhitungan, kebutuhan batu bara PLN sebesar 5,1 juta ton. Penggantian selisih antara harga pasar dan harga DMO (USD70) yang dibayarkan PLN jumlahnya sangat besar.
"Kalau harga pasar batu bara saat ini mencapai USD203 per metrik ton, maka total penggantian dari iuran tersebut mencapai USD816 juta. Dengan dana sebesar itu tentunya ada keengganan pengusaha untuk membayar iuran BLU," ujarnya.
Apalagi, jika iuran itu gagal dibayarkan kepada PLN karena keengganan pengusaha, harga pokok penyediaan (HPP) PLN sudah pasti akan membengkak. Dalam kondisi tersebut, kalau tidak ingin bangkrut, PLN harus menaikkan tarif listrik yang makin memberatkan rakyat.
Menurutnya, daripada menggunakan skema BLU, yang akan menimbulkan masalah baru, akan lebih baik tetap menggunakan skema DMO batu bara dengan melakukan perbaikan aturan DMO. Pertama, menetapkan jadwal pasokan ke PLN per bulan, bukan pertahun, yang akan digunakan sebagai dasar penetapan sanksi bagi pengusaha yang tidak memenuhi pasokan per bulan.
"Kedua, menetapkan sanksi bagi pengusaha yang tidak memenuhi pasokan dengan melarang ekspor pada bulan berikutnya. Perbaikan aturan DMO akan mecegah kembalinya terjadi krisis batu bara yang dialami PLN, maka janganlah dihapus DMO batu bara," tandasnya.
Lihat Juga: Dana LPDP Capai Rp139,1 Triliun, Sri Mulyani ke Presiden Jokowi: Kita Akan Terus Memupuk
(uka)
tulis komentar anda