Solar di Lampung Langka, Sopir Truk Terpaksa Beli Ketengan dengan Harga 30% Lebih Mahal
Senin, 28 Maret 2022 - 08:39 WIB
JAKARTA - Sulitnya mendapatkan bahan bakar solar dikeluhkan oleh para pengemudi truk sayur dan buah di pasar induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
Menurut mereka, kelangkaan solar juga terjadi di Lampung, di mana mereka kerap wara-wiri untuk mengambil komoditas yang akan dijual di pasar induk.
Salah seorang sopir truk bernama Akbar (56) mengatakan kelangkaan tersebut sudah terjadi beberapa hari terakhir. Menurut dia, dengan langkanya solar di Lampung menyebabkan kerugian dari sisi pendapatan para pengemudi.
"Benar-benar sulit, dari Lampung sampai Jakarta benar-benar kosong (solar)," kata Akbar kepada MNC Portal Indonesia (MPI), dikutip Senin (28/3/2022).
Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk kendaraannya, mau tidak mau Akbar mengandalkan solar yang dijual oleh warung-warung di pinggir jalan, di mana harganya tentu lebih mahal.
"Dari Lampung ke Jakarta di kios-kios itu lah beli, lebih mahal sekitar 30% dari harga pom (SPBU)," kata Akbar. "Itu sangat merugikan, yang jelas dari uang jalan kita, karena ongkos (yang dikasih) segitu-segitu saja," sambungnya.
Dengan membengkaknya pengeluaran untuk beli solar, kini dirinya lebih selektif memilih orderan yang akan menggunakan jasanya untuk mengangkut barang. "Saya sampai nginep-nginep di sini (pasar induk) nunggu muatan yang bagus," tuturnya.
Menurut mereka, kelangkaan solar juga terjadi di Lampung, di mana mereka kerap wara-wiri untuk mengambil komoditas yang akan dijual di pasar induk.
Salah seorang sopir truk bernama Akbar (56) mengatakan kelangkaan tersebut sudah terjadi beberapa hari terakhir. Menurut dia, dengan langkanya solar di Lampung menyebabkan kerugian dari sisi pendapatan para pengemudi.
"Benar-benar sulit, dari Lampung sampai Jakarta benar-benar kosong (solar)," kata Akbar kepada MNC Portal Indonesia (MPI), dikutip Senin (28/3/2022).
Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk kendaraannya, mau tidak mau Akbar mengandalkan solar yang dijual oleh warung-warung di pinggir jalan, di mana harganya tentu lebih mahal.
"Dari Lampung ke Jakarta di kios-kios itu lah beli, lebih mahal sekitar 30% dari harga pom (SPBU)," kata Akbar. "Itu sangat merugikan, yang jelas dari uang jalan kita, karena ongkos (yang dikasih) segitu-segitu saja," sambungnya.
Dengan membengkaknya pengeluaran untuk beli solar, kini dirinya lebih selektif memilih orderan yang akan menggunakan jasanya untuk mengangkut barang. "Saya sampai nginep-nginep di sini (pasar induk) nunggu muatan yang bagus," tuturnya.
tulis komentar anda