CSIS Belejeti Biang Kerok Naiknya Harga Komoditas
Senin, 30 Mei 2022 - 16:25 WIB
JAKARTA - Lembaga Centre for Strategic and International Studies ( CSIS ) mengungkap penyebab naiknya harga komoditas yang berdampak pada perekonomian global , termasuk Indonesia. Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Adinova Fauri, menyebut, faktor pemicu di antaranya karena adanya pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 sehingga memberi tekanan pada harga komoditas.
"Sebenarnya ada kemiripan antara efek dari krisis Covid-19 dengan krisis sebelumnya. Namun yang membedakan adalah rebound harga komoditas pada krisis Covid ini lebih cepat," ujarnya dalam media briefing secara virtual, Senin (30/5/2022).
Kemudian faktor berikutnya, konflik Rusia-Ukraina yang mengakibatkan terhambatnya produksi dan pengiriman lintas batas sehingga menambah beban harga pada komoditas. Lebih lanjut Adinova menerangkan, karena tren harga komoditas yang meningkat kemudian diikuti adanya konflik dua negara tersebut, banyak negara yang kekurangan pasokan komoditas.
Lantaran tak mendapat pasokan dari dua negara yang tengah berkonflik itu, mau tidak mau pemerintah di luar negara tersebut mengambil jalan restriksi ekspor komoditas yang gunanya untuk menjaga pasokan domestik.
"Seperti India melarang ekspor gandum, itu karena untuk menjaga kebutuhan negaranya, termasuk juga Indonesia melarang ekspor CPO karena untuk pemenuhan dalam negeri," sambungnya.
Lalu faktor yang ketiga adalah efek dari perubahan iklim. Adinova menjelaskan, perubahan iklim menambah tekanan pada suplai agrikultur secara global. Ia menilai, cuaca ekstrim menurunkan yield dari komoditas, sehingga produksi tidak bisa memenuhi permintaan.
Terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang diutarakan CSIS. Pertama, pemerintah perlu memprioritaskan social protection atau bukan penetapan harga. Menurutnya, langkah ini untuk melindungi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari lonjakan harga yang terjadi.
"Kemudian dari sisi suplai, perlu memastikan ketersediaan pasokan komoditas. Menurut saya impor bisa jadi alternatif," ucapnya.
Adinova menambahkan, untuk jangka panjang, perlu adanya inovasi dan percepatan adposi teknologi terutama bagi para petani di Indonesia sehingga tanpa penambahan lahan, produk yang dihasilkan untuk pemenuhan dalam negeri tercukupi.
"Sebenarnya ada kemiripan antara efek dari krisis Covid-19 dengan krisis sebelumnya. Namun yang membedakan adalah rebound harga komoditas pada krisis Covid ini lebih cepat," ujarnya dalam media briefing secara virtual, Senin (30/5/2022).
Kemudian faktor berikutnya, konflik Rusia-Ukraina yang mengakibatkan terhambatnya produksi dan pengiriman lintas batas sehingga menambah beban harga pada komoditas. Lebih lanjut Adinova menerangkan, karena tren harga komoditas yang meningkat kemudian diikuti adanya konflik dua negara tersebut, banyak negara yang kekurangan pasokan komoditas.
Lantaran tak mendapat pasokan dari dua negara yang tengah berkonflik itu, mau tidak mau pemerintah di luar negara tersebut mengambil jalan restriksi ekspor komoditas yang gunanya untuk menjaga pasokan domestik.
"Seperti India melarang ekspor gandum, itu karena untuk menjaga kebutuhan negaranya, termasuk juga Indonesia melarang ekspor CPO karena untuk pemenuhan dalam negeri," sambungnya.
Lalu faktor yang ketiga adalah efek dari perubahan iklim. Adinova menjelaskan, perubahan iklim menambah tekanan pada suplai agrikultur secara global. Ia menilai, cuaca ekstrim menurunkan yield dari komoditas, sehingga produksi tidak bisa memenuhi permintaan.
Terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang diutarakan CSIS. Pertama, pemerintah perlu memprioritaskan social protection atau bukan penetapan harga. Menurutnya, langkah ini untuk melindungi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari lonjakan harga yang terjadi.
"Kemudian dari sisi suplai, perlu memastikan ketersediaan pasokan komoditas. Menurut saya impor bisa jadi alternatif," ucapnya.
Adinova menambahkan, untuk jangka panjang, perlu adanya inovasi dan percepatan adposi teknologi terutama bagi para petani di Indonesia sehingga tanpa penambahan lahan, produk yang dihasilkan untuk pemenuhan dalam negeri tercukupi.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda