Ini Cara Unik Zimbabwe Redam Inflasi: Pakai Asap yang Bergemuruh

Minggu, 10 Juli 2022 - 08:00 WIB
Bank sentral Zimbabwe akan meluncurkan koin emas untuk meredam inflasi. Foto/Reuters
JAKARTA - Dihantam inflasi gila-gilaan, Zimbabwe punya cara unik untuk meredamnya. Reserve Bank of Zimbabwe (RBZ), bank sentral negara itu, mengatakan akhir bulan ini akan memperkenalkan koin emas untuk mengekang inflasi yang melonjak di tengah kemerosotan mata uangnya.



RBZ juga menguraikan rencana untuk menjadikan dolar AS sebagai alat pembayaran yang sah untuk lima tahun ke depan. Bukan apa-apa, suku bunga RBZ telah naik lebih dari dua kali lipat bulan ini menjadi 200%, setelah tingkat inflasi tahunan naik di atas 190%. Dolar Zimbabwe pun telah ambles nilainya terhadap mata uang utama, seperti USD.



John P. Mangudya, Gubernur RBZ, mengatakan koin emas yang akan berisi satu troy ons emas 22 karat itu akan tersedia mulai 25 Juli. Troy ounce adalah satuan ukuran yang digunakan untuk menimbang logam mulia, seperti emas, perak, dan platinum--yang berasal dari Abad Pertengahan. Satu troy ounce sama dengan 31,10g.

“Koin emas tersebut akan tersedia untuk dijual kepada publik baik dalam mata uang lokal maupun dolar AS dan mata uang asing lainnya dengan harga berdasarkan harga emas internasional yang berlaku,” kata Mangudya, dikutip dari BBC, Minggu (10/7/2022).

Setiap koin akan diidentifikasi dengan nomor seri dan dapat dengan mudah dikonversi menjadi uang tunai, secara lokal dan internasional. Ini akan disebut "Koin Emas Mosi-oa-Tunya", yang berarti "Asap yang Bergemuruh", mengacu pada Air Terjun Victoria yang terletak di perbatasan antara Zimbabwe dan Zambia.

Pengumuman tersebut merupakan bagian dari langkah Pemerintah Zimbabwe untuk mengatasi krisis mata uang negara tersebut. Bulan lalu, tingkat inflasi tahunan mencapai 191,6%, sementara dolar Zimbabwe telah kehilangan lebih dari dua pertiga nilainya terhadap dolar AS sejak awal 2022.

Mulai 1 Juli, suku bunga utama RBZ dinaikkan dari 80% menjadi 200% per tahun, sebagai upaya mengatasi kenaikan biaya hidup. Melonjaknya inflasi telah menumpuk tekanan pada Presiden Emmerson Mnangagwa di negara yang masih didera kekacauan ekonomi akibat empat dekade kepemimpinan Robert Mugabe.

Hiperinflasi memaksa negara itu untuk meninggalkan dolar Zimbabwe pada tahun 2009, dan sebaliknya memilih untuk menggunakan mata uang asing, terutama dolar AS. Selama krisis terburuk, pemerintah berhenti menerbitkan angka inflasi resmi tetapi satu perkiraan menempatkan tingkat inflasi pada 89,7% dari tahun-ke-tahun pada pertengahan November 2008.



Pada saat itu, uang kertas seratus miliar dolar Zimbabwe dipandang sebagai lambang keruntuhan ekonomi negara. Mata uang lokal diperkenalkan kembali satu dekade kemudian tetapi dengan cepat nilainya kembali menguap.

Apakah cara unik ini akan berhasil? Ya waktu yang akan membuktikannya!
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More