Antisipasi Krisis Global, Pengusaha Ingin Tetap Dapat Stimulus
Selasa, 19 Juli 2022 - 10:11 WIB
Kedua, pemerintah bersama pelaku usaha haruslah mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki Indonesia serta harus mampu menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, yang tak kalah penting adalah penyerapan anggaran pemerintah yang benar-benar tepat sasaran serta memaksimalkan pemanfaatan produk lokal.
Ketiga, kata Sarman, pemerintah harus bisa memastikan dan menjaga harga pokok pangan di Indonesia stabil dan terjangkau serta stok pangan pada posisi yang mumpuni.
"Menteri-menteri terkait itu harus betul-betul memantau pergerakan antara ketersediaan dan kebutuhan. Jangan lengah di masa seperti saat ini karena ini akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat kita. Hal itu juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kita. Karena kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi kita 60% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ini yang harus selalu dijaga," bebernya.
Sementara itu peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto mengatakan, tantangan ekonomi pada tahun ini belum berkurang bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini akibat tingkat ketidakpastian yang terjadi di sejumlah negara.
Adanya risiko ekonomi pada tahun ini, merujuk pada survei Bloomberg, Indonesia termasuk negara yang berpotensi mengalami resesi ekonomi walaupun dengan probabilitas yang relatif kecil, yakni 3%.
“Walaupun kecil, hasil survei Bloomberg ini bisa menjadi bahan masukan supaya tetap waspada di tengah meningkatnya optimisme pemulihan ekonomi. Namun saya yakin kita bisa terlepas dari jeratan potensi resesi jika pemerintah mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Salah satu hal yang harus dijaga adalah potensi terjadinya inflasi di tengah kinerja ekonomi yang stagnan,” katanya.
Menurutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah menjaga tingkat inflasi dan tetap mendorong roda perekonomian berjalan dengan optimal. Untuk itu harus ada kebijakan fiskal dan moneter yang sejalan sehingga pemerintah bisa menjaga stabilitas harga dan di sisi lain memberikan insentif kepada para pelaku industri agar perekonomian tetap berjalan.
“Terkait potensi terjadinya inflasi, pemerintah harus menjaga jangan sampai harga komoditas energi dan pangan naik terlalu tinggi. Untuk itu mau tidak mau pemerintah harus menambah subsidi, yang artinya menambah beban APBN dan mempersempit ruang fiskal. Langkah ini memang dilematis, namun untuk jangka pendek ini saya kira mau jadi hal yang rasional untuk dilakukan,” saran dia.
Dosen Universitas Mercu Buana (UMB) itu menambahkan, pemerintah juga bisa memberikan bantuan untuk UMKM dan usaha menengah besar baik bantuan langsung maupun melaluitax holidayataupun subsidi suku bunga.
Di sisi lain Bank Indonesia (BI) sebagai penjaga otoritas kebijakan moneter harus mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan tingkat inflasi. Menurutnya, stabilitas nilai tukar dan inflasi bisa dijaga karena BI memiliki beberapa instrumen, di antaranya dengan menetapkan suku bunga acuan yang dapat menggerakkan perekonomian dan menjaga agar tidak terjadicapital outflow.
Ketiga, kata Sarman, pemerintah harus bisa memastikan dan menjaga harga pokok pangan di Indonesia stabil dan terjangkau serta stok pangan pada posisi yang mumpuni.
"Menteri-menteri terkait itu harus betul-betul memantau pergerakan antara ketersediaan dan kebutuhan. Jangan lengah di masa seperti saat ini karena ini akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat kita. Hal itu juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kita. Karena kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi kita 60% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ini yang harus selalu dijaga," bebernya.
Sementara itu peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto mengatakan, tantangan ekonomi pada tahun ini belum berkurang bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini akibat tingkat ketidakpastian yang terjadi di sejumlah negara.
Adanya risiko ekonomi pada tahun ini, merujuk pada survei Bloomberg, Indonesia termasuk negara yang berpotensi mengalami resesi ekonomi walaupun dengan probabilitas yang relatif kecil, yakni 3%.
“Walaupun kecil, hasil survei Bloomberg ini bisa menjadi bahan masukan supaya tetap waspada di tengah meningkatnya optimisme pemulihan ekonomi. Namun saya yakin kita bisa terlepas dari jeratan potensi resesi jika pemerintah mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Salah satu hal yang harus dijaga adalah potensi terjadinya inflasi di tengah kinerja ekonomi yang stagnan,” katanya.
Menurutnya, hal utama yang harus dilakukan adalah menjaga tingkat inflasi dan tetap mendorong roda perekonomian berjalan dengan optimal. Untuk itu harus ada kebijakan fiskal dan moneter yang sejalan sehingga pemerintah bisa menjaga stabilitas harga dan di sisi lain memberikan insentif kepada para pelaku industri agar perekonomian tetap berjalan.
“Terkait potensi terjadinya inflasi, pemerintah harus menjaga jangan sampai harga komoditas energi dan pangan naik terlalu tinggi. Untuk itu mau tidak mau pemerintah harus menambah subsidi, yang artinya menambah beban APBN dan mempersempit ruang fiskal. Langkah ini memang dilematis, namun untuk jangka pendek ini saya kira mau jadi hal yang rasional untuk dilakukan,” saran dia.
Dosen Universitas Mercu Buana (UMB) itu menambahkan, pemerintah juga bisa memberikan bantuan untuk UMKM dan usaha menengah besar baik bantuan langsung maupun melaluitax holidayataupun subsidi suku bunga.
Di sisi lain Bank Indonesia (BI) sebagai penjaga otoritas kebijakan moneter harus mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan tingkat inflasi. Menurutnya, stabilitas nilai tukar dan inflasi bisa dijaga karena BI memiliki beberapa instrumen, di antaranya dengan menetapkan suku bunga acuan yang dapat menggerakkan perekonomian dan menjaga agar tidak terjadicapital outflow.
tulis komentar anda