BPS Bakal Gelar Program Regsosek, Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Data
Senin, 03 Oktober 2022 - 10:31 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menekankan, pentingnya Program Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang bakal dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) mulai pertengahan Oktober ini. Pasalnya lewat program itu, akan dihasilkan data yang dibutuhkan untuk membuat kebijakan menjadi optimal.
“Jadi kita membutuhkan data Regsosek karena dia diharapkan akan menjadi bahan baku utama dan lengkap dalam memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat kita, dan kemudian membuat berbagai respons kebijakan dan program untuk menuju masyarakat yang adil makmur,” ungkap Sri Mulyani dikutip Senin (3/10/2022).
Dia melanjutkan, Indonesia akan mereformasi dan meredesain seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM). Mulai sektor pendidikan yang menggunakan 20% anggaran dari seluruh total belanja negara, sektor kesehatan memakai 5% anggaran belanja negara, hingga sisi perlindungan sosial bagi masyarakat dengan PKH, kartu sembako, dan subsidi energi yang saat ini belum sempurna akurat.
“Anggaran-anggaran yang dikeluarkan selama ini dikelola oleh setiap Kementerian Lembaga (K/L) yang mereka mendesain programnya pastinya berbasis informasi dan data yang mereka miliki. Tujuannya barangkali baik, namun karena mungkin tidak terkoordinasi, akhirnya dampak dan output outcome-nya menjadi kurang optimal,” tandas Sri.
Untuk itulah, dia mengharapkan tanggung jawab yang besar bagi BPS untuk membantu dalam penyiapan data ini. Karena menurutnya, keuangan negara yang berasal dari uang rakyat harus kembali kepada rakyat dalam bentuk akuntabilitas yang sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan dengan baik.
Sri Mulyani juga menjelaskan, nantinya data yang sudah dikumpulkan oleh BPS akan dipakai untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan juga meredesain banyak program pemerintah. Seperti halnya di Undang-Undang APBN di hampir setiap program selalu diminta untuk diperbaiki inclusion exclusion errornya harus diturunkan.
“Data itu menjadi sangat penting untuk membuat kualitas kebijakan yang baik, untuk akuntabilitas kebijakan, dan penggunaan uang negara yang baik. Kalau kita nggak peduli itu, ya kita bukan policy maker yang baik,” pungkasnya.
“Jadi kita membutuhkan data Regsosek karena dia diharapkan akan menjadi bahan baku utama dan lengkap dalam memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat kita, dan kemudian membuat berbagai respons kebijakan dan program untuk menuju masyarakat yang adil makmur,” ungkap Sri Mulyani dikutip Senin (3/10/2022).
Dia melanjutkan, Indonesia akan mereformasi dan meredesain seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM). Mulai sektor pendidikan yang menggunakan 20% anggaran dari seluruh total belanja negara, sektor kesehatan memakai 5% anggaran belanja negara, hingga sisi perlindungan sosial bagi masyarakat dengan PKH, kartu sembako, dan subsidi energi yang saat ini belum sempurna akurat.
“Anggaran-anggaran yang dikeluarkan selama ini dikelola oleh setiap Kementerian Lembaga (K/L) yang mereka mendesain programnya pastinya berbasis informasi dan data yang mereka miliki. Tujuannya barangkali baik, namun karena mungkin tidak terkoordinasi, akhirnya dampak dan output outcome-nya menjadi kurang optimal,” tandas Sri.
Untuk itulah, dia mengharapkan tanggung jawab yang besar bagi BPS untuk membantu dalam penyiapan data ini. Karena menurutnya, keuangan negara yang berasal dari uang rakyat harus kembali kepada rakyat dalam bentuk akuntabilitas yang sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan dengan baik.
Sri Mulyani juga menjelaskan, nantinya data yang sudah dikumpulkan oleh BPS akan dipakai untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan juga meredesain banyak program pemerintah. Seperti halnya di Undang-Undang APBN di hampir setiap program selalu diminta untuk diperbaiki inclusion exclusion errornya harus diturunkan.
“Data itu menjadi sangat penting untuk membuat kualitas kebijakan yang baik, untuk akuntabilitas kebijakan, dan penggunaan uang negara yang baik. Kalau kita nggak peduli itu, ya kita bukan policy maker yang baik,” pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda