IEA: Negara Berkembang Jadi Korban Utama Krisis Energi Global

Rabu, 26 Oktober 2022 - 13:01 WIB
Negara berkembang dinilai akan menjadi korban utama dari krisis energi global saat ini. Foto/Dok/Ilustrasi
JAKARTA - Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol memperingatkan bahwa yang akan menjadi korban utama dari krisis energi global adalah negara- negara berkembang . Sebab, negara-negara tersebut rentan terhadap kenaikan harga energi.

Birol mengatakan, mereka yang akan terkena dampak paling parah termasuk negara-negara pengimpor minyak di Afrika, Asia dan Amerika Latin karena harga impor yang lebih tinggi dan mata uang mereka yang lebih lemah. "Jadi bukan AS yang akan paling menderita (dari) harga energi yang tinggi," kata Birol seperti dilansir CNBC, Rabu (26/10/2022).





Bulan Mei lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi turun perkiraan proyeksi pertumbuhan untuk negara-negara pengimpor minyak. Alasannya harga energi yang lebih tinggi diperkirakan akan menambah serangkaian tantangan ekonomi yang sudah membebani negara-negara ini.

“Harga komoditas yang lebih tinggi menambah tantangan yang berasal dari peningkatan inflasi dan utang, pengetatan kondisi keuangan global, kemajuan vaksinasi yang tidak merata, dan kerentanan dan konflik yang mendasari di beberapa negara,” kata IMF dalam laporan mereka.

Lebih lanjut, Birol menyinggung Eropa yang tengah berjuang dengan kekurangan gas karena Rusia memangkas pasokan, memaksa banyak negara mengalami krisis energi menjelang musim dingin. National Grid Inggris bahkan telah memperingatkan kemungkinan pemadaman listrik.

"Kita berada di tengah-tengah krisis energi global pertama yang sesungguhnya," kata Birol. "Dunia kita belum pernah menyaksikan krisis energi dengan kedalaman dan kompleksitas ini." Dia menambahkan bahwa pasar minyak akan terus bergejolak selama perang Rusia-Ukraina berlanjut.

Dia juga menilai langkah OPEC+ yang memberlakukan pengurangan produksi untuk memacu pemulihan harga minyak mentah sebagai "mencetak gol bunuh diri." Naiknya harga minyak menurutnya berpotensi akan memicu resesi, yang dia peringatkan akan menyebabkan lingkungan yang tidak sehat untuk pembeli maupun penjual.



Birol juga mengatakan dia memperkirakan harga LNG akan terus tinggi didorong ekonomi China yang mulai pulih dan tingginya kebutuhan Eropa untuk mengimpor lebih banyak energi. Menurut Birol, harga LNG di kawasan Asia suda naik lima kali lebih tinggi dari rata-rata lima tahun terakhir. Sedangkan tahun depan menurutnya situasi akan menghadapi tantangan yang lebih besar.

"Eropa ingin membeli LNG, China akan kembali sebagai importir LNG utama, dan sangat sedikit kapasitas LNG baru yang masuk ke pasar," ujarnya.

Terlepas dari itu, melonjaknya harga energi yang mengganggu pasar global menurutnya akan mendorong banyak pemerintah untuk berinvestasi pada pengembangan energi baru terbarukan. "Krisis ini memberikan dorongan kepada banyak pemerintah di seluruh dunia untuk memasukkan sejumlah besar uang (ke dalam) transisi energi bersih," tuturnya.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More