Cukai Rokok Naik 10% di 2023, Petani Tembakau Curhat: Kami Dihajar Kebijakan Terus
Sabtu, 05 November 2022 - 08:59 WIB
Agus menambahkan, kalau memang tanaman tembakau di negeri ini dibenci atau tidak diperbolehkan, pihaknya meminta siapapun untuk memberikan solusi.
"Tetapi solusi yang jitu dan mempunyai dampak ekonomi kerakyatan, penyerapan tenaga kerja juga berdampak sosial positif bukan hanya sekedar solusi uji coba," tambahnya.
Agus melihat sampai saat ini belum tampak upaya maksimal pemerintah yang memihak petani tembakau. Kata Agus, hidup ekonomi petani tembakau bagaikan penumpang kapal di lautan lepas tanpa nahkoda.
"Bagaimana mau harga bagus penyerapan normal, karena industri sebagai penyerap hasil tembakau selalu dihajar kenaikan cukai dan meraka pasti ketakutan untuk saling berkompetisi melakukan pembelian karena dari zaman nenek kami sampai saat ini panen tembakau kami masih bersandar pada pada industri rokok nasional belum ada industri selain rokok yang membeli tembakau," pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, bahwa kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.
"Tetapi solusi yang jitu dan mempunyai dampak ekonomi kerakyatan, penyerapan tenaga kerja juga berdampak sosial positif bukan hanya sekedar solusi uji coba," tambahnya.
Agus melihat sampai saat ini belum tampak upaya maksimal pemerintah yang memihak petani tembakau. Kata Agus, hidup ekonomi petani tembakau bagaikan penumpang kapal di lautan lepas tanpa nahkoda.
"Bagaimana mau harga bagus penyerapan normal, karena industri sebagai penyerap hasil tembakau selalu dihajar kenaikan cukai dan meraka pasti ketakutan untuk saling berkompetisi melakukan pembelian karena dari zaman nenek kami sampai saat ini panen tembakau kami masih bersandar pada pada industri rokok nasional belum ada industri selain rokok yang membeli tembakau," pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, bahwa kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda