Perlakuan Khusus ke TKA Asal China Bisa Jadi Bumerang
Minggu, 12 Juli 2020 - 16:16 WIB
Dengan porsi yang mayoritas, dia "menggarisbawahi" derasnya arus TKA asal Tiongkok yang terus masuk di tengah-tengah situasi pandemi. Menurutnya, ini bisa menjadi bumerang karena jadi catatan negatif juga di mata para investor lainnya.
"Investasi kan bukan cuma Tiongkok, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada perlakuan khusus ke satu negara tertentu, karena akan berdampak pada kepercayaan investor dari negara selain Tiongkok," imbuhnya.
Sementara itu, Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani, menilai solusi ketanagakerjaan cukup sederhana, yaitu dengan menaati regulasi yang ada. Menurutnya, integritas melaksanakan aturan adalah keharusan. Dengan demikian aturan main adil dan bisa dipercaya seluruh kalangan.
"Persoalan investasi asing hanya soal aturan harus ditegakkan. Jangan sampai disiplin di level bawah saja," ujar Dendi.
Dendi mengingatkan, di masa lalu ada masanya investasi Jepang dan AS menjadi prioritas seperti Tiongkok sekarang. Karena itu menurut dia, proses Tiongkok hingga berperan penting berjalan cukup alamiah.
"Level teknologinya sepadan dengan sumber daya di Indonesia. Beda dengan teknologi Jepang yang masuk biasanya akan butuh kualifikasi SDM tinggi," terangnya.
Namun dia mengingatkan, berita soal besarnya investasi Tiongkok di Indonesia juga sering dilebih-lebihkan masyarakat karena faktanya tidak sebesar itu. Karena bila dibandingkan dengan investasi Tiongkok di negara ASEAN lain, ternyata masih jauh lebih besar dibandingkan penempatan di Indonesia.
"Dibandingkan Thailand dan Vietnam, masih jauh lebih kecil di Indonesia. Permasalahannya hanya penegakan hukum di sana lebih baik. Aturan investasi harus ditegakkan untuk ketenagakerjaan ataupun lingkungan. Kemudian semua aturan harusnya ditegakkan untuk pihak asing ataupun dari dalam negeri sendiri," tambahnya.
Pengamat Bisnis dari Inventure Indonesia, Yuswohady, juga memiliki proyeksi tren ketenagakerjaan di tengah kondisi New Normal. Menurutnya, satu hal yang paling menentukan ke depan adalah arus manusia yang semakin terbatas dibandingkan masa sebelumnya. Ini karena kondisi pandemi berlawanan dengan globalisasi. Setiap negara akan membatasi keluar masuk orang bahkan hingga empat tahun ke depan.
"Semua itu demi memantau penyebaran. Karena itu seharusnya jadi potensi menguntungkan SDM lokal. Ini juga termasuk brand lokal karena brand asing terkendala masuk Tanah Air," ujar Yuswohady.
"Investasi kan bukan cuma Tiongkok, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada perlakuan khusus ke satu negara tertentu, karena akan berdampak pada kepercayaan investor dari negara selain Tiongkok," imbuhnya.
Sementara itu, Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani, menilai solusi ketanagakerjaan cukup sederhana, yaitu dengan menaati regulasi yang ada. Menurutnya, integritas melaksanakan aturan adalah keharusan. Dengan demikian aturan main adil dan bisa dipercaya seluruh kalangan.
"Persoalan investasi asing hanya soal aturan harus ditegakkan. Jangan sampai disiplin di level bawah saja," ujar Dendi.
Dendi mengingatkan, di masa lalu ada masanya investasi Jepang dan AS menjadi prioritas seperti Tiongkok sekarang. Karena itu menurut dia, proses Tiongkok hingga berperan penting berjalan cukup alamiah.
"Level teknologinya sepadan dengan sumber daya di Indonesia. Beda dengan teknologi Jepang yang masuk biasanya akan butuh kualifikasi SDM tinggi," terangnya.
Namun dia mengingatkan, berita soal besarnya investasi Tiongkok di Indonesia juga sering dilebih-lebihkan masyarakat karena faktanya tidak sebesar itu. Karena bila dibandingkan dengan investasi Tiongkok di negara ASEAN lain, ternyata masih jauh lebih besar dibandingkan penempatan di Indonesia.
"Dibandingkan Thailand dan Vietnam, masih jauh lebih kecil di Indonesia. Permasalahannya hanya penegakan hukum di sana lebih baik. Aturan investasi harus ditegakkan untuk ketenagakerjaan ataupun lingkungan. Kemudian semua aturan harusnya ditegakkan untuk pihak asing ataupun dari dalam negeri sendiri," tambahnya.
Pengamat Bisnis dari Inventure Indonesia, Yuswohady, juga memiliki proyeksi tren ketenagakerjaan di tengah kondisi New Normal. Menurutnya, satu hal yang paling menentukan ke depan adalah arus manusia yang semakin terbatas dibandingkan masa sebelumnya. Ini karena kondisi pandemi berlawanan dengan globalisasi. Setiap negara akan membatasi keluar masuk orang bahkan hingga empat tahun ke depan.
"Semua itu demi memantau penyebaran. Karena itu seharusnya jadi potensi menguntungkan SDM lokal. Ini juga termasuk brand lokal karena brand asing terkendala masuk Tanah Air," ujar Yuswohady.
Lihat Juga :
tulis komentar anda