Butuh Bantuan, 23 Negara Afrika Berisiko Diterpa Krisis Utang
loading...
A
A
A
PANTAI GADING - Negara- negara kaya disebutkan dapat membantu mencegah krisis utang yang terjadi di Afrika dengan memungkinkan negara-negara berpenghasilan rendah untuk menunda pembayaran. Selain itu Bank Pembangunan Afrika (AfDB) mengatakan, negara maju juga dapat mempercepat restrukturisasi bagi negara-negara yang gagal bayar.
Lalu merealokasi cadangan Dana Moneter Internasional ke negara-negara yang membutuhkan. 23 negara Afrika berisiko tinggi diterpa krisis utang pada akhir September, seperti disampaikan oleh pemberi pinjaman yang berbasis di Abidjan, Pantai Gading itu dalam sebuah laporan yang diterbitkan.
Saat risiko utang masih membayangi, pemerintah terus bergulat dengan efek yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan guncangan ekonomi yang didorong oleh perang Rusia Ukraina. "Kondisi keuangan global yang terus-menerus ketat dapat meningkatkan kerentanan," katanya.
Bahkan sebelum pandemi, beberapa negara Afrika dibebani oleh defisit anggaran yang besar dan tingkat utang yang tinggi, dan tidak memiliki daya tembak fiskal untuk merangsang ekonomi mereka.
Tahun lalu, penguatan dolar AS diiringi oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh Federal Reserve meningkatkan risiko bagi negara-negara yang meminjam banyak di greenback dan secara efektif mengunci beberapa dari pasar modal.
Kondisi ini juga menaikkan biaya impor energi dan harga makanan dengandolar terutama di Afrika sub-Sahara, di mana banjir dan kekeringan menambah tekanan harga yang disebabkan perang.
Sementara negara-negara Afrika perlu mengevaluasi kembali daya dukung utang mereka dan untuk menyalurkan sumber daya ke dalam investasi produktif. Menurut AfDB, selaku pemberi pinjaman multilateral terbesar di benua itu menambahkan, dukungan global diperlukan untuk mengurangi risiko kerapuhan keuangan di benua Afrika.
Mempercepat Bantuan
Lalu merealokasi cadangan Dana Moneter Internasional ke negara-negara yang membutuhkan. 23 negara Afrika berisiko tinggi diterpa krisis utang pada akhir September, seperti disampaikan oleh pemberi pinjaman yang berbasis di Abidjan, Pantai Gading itu dalam sebuah laporan yang diterbitkan.
Saat risiko utang masih membayangi, pemerintah terus bergulat dengan efek yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan guncangan ekonomi yang didorong oleh perang Rusia Ukraina. "Kondisi keuangan global yang terus-menerus ketat dapat meningkatkan kerentanan," katanya.
Bahkan sebelum pandemi, beberapa negara Afrika dibebani oleh defisit anggaran yang besar dan tingkat utang yang tinggi, dan tidak memiliki daya tembak fiskal untuk merangsang ekonomi mereka.
Tahun lalu, penguatan dolar AS diiringi oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh Federal Reserve meningkatkan risiko bagi negara-negara yang meminjam banyak di greenback dan secara efektif mengunci beberapa dari pasar modal.
Kondisi ini juga menaikkan biaya impor energi dan harga makanan dengandolar terutama di Afrika sub-Sahara, di mana banjir dan kekeringan menambah tekanan harga yang disebabkan perang.
Sementara negara-negara Afrika perlu mengevaluasi kembali daya dukung utang mereka dan untuk menyalurkan sumber daya ke dalam investasi produktif. Menurut AfDB, selaku pemberi pinjaman multilateral terbesar di benua itu menambahkan, dukungan global diperlukan untuk mengurangi risiko kerapuhan keuangan di benua Afrika.
Mempercepat Bantuan