Dampak Pandemi Corona, Waspadai Neraca Dagang Semester II
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kinerja perdagangan Mei dan Juni 2020 menunjukkan angka yang menggembirakan. Di tengah lesunya perekonomian sebagai dampak pandemi Covid-19, kinerja perdagangan justru mengalami surplus.
Sebagaimana dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Juni 2020 mengalami surplus USD1,27 miliar dengan nilai ekspor USD12,03 miliar dan impor USD10,76 miliar. Neraca perdagangan Juni 2020 ini menggembirakan karena baik ekspor maupun impornya sama-sama tumbuh.
Moncernya kinerja perdagangan itu tak hanya terlihat di dua bulan tersebut, namun juga secara agregat di semester I/2020. Pada paruh pertama tahun ini BPS mencatat terjadi surplus USD5,5 miliar. Angka tersebut lebih baik dari neraca perdagangan pada periode yang sama 2019 yang defisit USD1,93 miliar.
BPS mencatat kinerja di Juni 2020 ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas yang mencapai USD580 juta miliar atau naik 3,8% dari bulan sebelumnya. Sementara ekspor nonmigas USD11,45 miliar atau meningkat 15,73%.
Peningkatan nilai ekspor migas terjadi karena harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) naik 42,9% menjadi 36,6 per barel pada Juni 2020. Peningkatan ekspor nonmigas disumbang ekspor industri pertanian 18,99% menjadi USD280 juta, industri pengolahan naik 15,96% menjadi USD9,6 miliar, dan industri pertambangan 13,69% menjadi USD1,51 miliar. (Baca: Gegara yang Lain Sukses, Garuda Latah Tuntut Ganti Rugi ke Airbus)
Namun, apakah catatan positif tersebut akan terus berlanjut di bulan-bulan selanjutnya? Harapannya memang begitu. Tapi kondisi itu bisa saja berbalik pada semester II/2020.
Alasannya, pada bulan Juni ada indikasi kenaikan impor bahan baku dan barang modal 24% dan 27,3% secara bulanan (mtm). Kondisi ini menandakan adanya harapan industri mulai berproduksi untuk persiapan tiga bulan ke depan. “Setidaknya ini untuk mengantisipasi pemulihan yang bertahap di dalam negeri,” ungkap Ekonom Indef Bhima Yudhistira saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Kenaikan impor bahan baku tersebut memang menggembirakan karena ini menandakan industri pengolahan mulai menggeliat. Sayangnya, kenaikan impor bahan baku tersebut tidak dibarengi impor bahan baku yang akan dijadikan produk untuk tujuan ekspor. “Antara angka kenaikan impor bahan baku, barang modal dengan kinerja ekspor nonmigas masih terdapat gap. Ekspor nonmigas tercatat naik 15,7% lebih rendah dari kenaikan impor bahan baku,” bebernya. (Baca juga: Neraca Dagang Surplus, Sri Mulyani Optimistis Ekonomi Bangkit di Kuartal III/2020)
Bhima memperkirakan hingga akhir tahun recovery kinerja ekspor masih berjalan lamban. Indikasinya adalah negara-negara tujuan ekspor utama melakukan pembatasan kembali aktivitas ekonominya setelah terjadi kenaikan kasus Covid-19. “Ini kembali mengganggu arus logistik dan permintaan secara agregat,” katanya.
Sementara itu, Singapura yang mengalami resesi cukup dalam juga menjadi indikasi bahwa kinerja ekspor di kawasan masih membutuhkan waktu. “Diperkirakan baru 2021 akan recovery bertahap,” papar Bhima.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, dengan dibukanya lockdown di negara-negara tujuan ekspor, diharapkan pada bulan-bulan berikutnya neraca perdagangan masih bisa surplus. “Tentu harus diimbangi pengendalian impor yang baik. Impor barang modal, bahan baku dan penolong masih baik, tetapi impor barang konsumtif dikendalikan dengan ketat,” kata Ryan.
Guna menjaga surplus neraca perdagangan, pemerintah terus mendorong ekspor ke beberapa negara agar ekonomi tetap tumbuh. Salah satunya, pemerintah akan mendorong ekspor alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD) ke sejumlah negara. “Ini sedang permintaan final ke negara lain, karena itu kita akan genjot ekspor APD karena sekarang ini perluasan Covid-19 sudah kembali melonjak, terlebih di Amerika Serikat,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. (Baca juga: Tragis, Bocah Saudi Meninggal Gara-gara Alat Swab Test Patah di Hidung)
Sektor Pertanian Paling Moncer
Kinerja ekspor yang bagus selama bulan Juni di sektor nonmigas terutama disumbang dari komoditas pertanian. BPS mencatat ekspor hasil pertanian bulan Juni naik 18,9% dibanding Mei 2020, bahkan kenaikannya juga jauh lebih tinggi kalau dibanding Juni 2019. “Dibanding bulan sebelumnya, ekspor pertanian yang meningkat cukup besar pada Juni 2020 di antaranya komoditas kopi, tanaman obat aromatik dan rempah, biji kakao, dan sarang burung,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta kemarin.
Ekspor pertanian terus konsisten menunjukkan kenaikan secara year on year (YoY). Bahkan kenaikannya juga jauh lebih tinggi dibanding Juni 2019. “Dibanding bulan sebelumnya, ekspor pertanian meningkat cukup besar. Ini merupakan sinyal bagus,” katanya. (Lihat videonya: Viral, Janda di Bangka Belitung Jual rumah Beserta Pemilik)
Suhariyanto berharap, ke depan ekspor Indonesia bisa terus meningkat dan capaian baik ini tidak hanya terjadi di bulan Juni tetapi di bulan-bulan lainnya. Selain itu, dia juga meminta sektor lain untuk mencontoh sektor pertanian yang terus tumbuh. “Tentunya ini tren yang sangat menggembirakan dan bisa menjadi angin segar di tengah keadaan sekarang ini,” tutupnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni)
Sebagaimana dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Juni 2020 mengalami surplus USD1,27 miliar dengan nilai ekspor USD12,03 miliar dan impor USD10,76 miliar. Neraca perdagangan Juni 2020 ini menggembirakan karena baik ekspor maupun impornya sama-sama tumbuh.
Moncernya kinerja perdagangan itu tak hanya terlihat di dua bulan tersebut, namun juga secara agregat di semester I/2020. Pada paruh pertama tahun ini BPS mencatat terjadi surplus USD5,5 miliar. Angka tersebut lebih baik dari neraca perdagangan pada periode yang sama 2019 yang defisit USD1,93 miliar.
BPS mencatat kinerja di Juni 2020 ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas yang mencapai USD580 juta miliar atau naik 3,8% dari bulan sebelumnya. Sementara ekspor nonmigas USD11,45 miliar atau meningkat 15,73%.
Peningkatan nilai ekspor migas terjadi karena harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) naik 42,9% menjadi 36,6 per barel pada Juni 2020. Peningkatan ekspor nonmigas disumbang ekspor industri pertanian 18,99% menjadi USD280 juta, industri pengolahan naik 15,96% menjadi USD9,6 miliar, dan industri pertambangan 13,69% menjadi USD1,51 miliar. (Baca: Gegara yang Lain Sukses, Garuda Latah Tuntut Ganti Rugi ke Airbus)
Namun, apakah catatan positif tersebut akan terus berlanjut di bulan-bulan selanjutnya? Harapannya memang begitu. Tapi kondisi itu bisa saja berbalik pada semester II/2020.
Alasannya, pada bulan Juni ada indikasi kenaikan impor bahan baku dan barang modal 24% dan 27,3% secara bulanan (mtm). Kondisi ini menandakan adanya harapan industri mulai berproduksi untuk persiapan tiga bulan ke depan. “Setidaknya ini untuk mengantisipasi pemulihan yang bertahap di dalam negeri,” ungkap Ekonom Indef Bhima Yudhistira saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Kenaikan impor bahan baku tersebut memang menggembirakan karena ini menandakan industri pengolahan mulai menggeliat. Sayangnya, kenaikan impor bahan baku tersebut tidak dibarengi impor bahan baku yang akan dijadikan produk untuk tujuan ekspor. “Antara angka kenaikan impor bahan baku, barang modal dengan kinerja ekspor nonmigas masih terdapat gap. Ekspor nonmigas tercatat naik 15,7% lebih rendah dari kenaikan impor bahan baku,” bebernya. (Baca juga: Neraca Dagang Surplus, Sri Mulyani Optimistis Ekonomi Bangkit di Kuartal III/2020)
Bhima memperkirakan hingga akhir tahun recovery kinerja ekspor masih berjalan lamban. Indikasinya adalah negara-negara tujuan ekspor utama melakukan pembatasan kembali aktivitas ekonominya setelah terjadi kenaikan kasus Covid-19. “Ini kembali mengganggu arus logistik dan permintaan secara agregat,” katanya.
Sementara itu, Singapura yang mengalami resesi cukup dalam juga menjadi indikasi bahwa kinerja ekspor di kawasan masih membutuhkan waktu. “Diperkirakan baru 2021 akan recovery bertahap,” papar Bhima.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, dengan dibukanya lockdown di negara-negara tujuan ekspor, diharapkan pada bulan-bulan berikutnya neraca perdagangan masih bisa surplus. “Tentu harus diimbangi pengendalian impor yang baik. Impor barang modal, bahan baku dan penolong masih baik, tetapi impor barang konsumtif dikendalikan dengan ketat,” kata Ryan.
Guna menjaga surplus neraca perdagangan, pemerintah terus mendorong ekspor ke beberapa negara agar ekonomi tetap tumbuh. Salah satunya, pemerintah akan mendorong ekspor alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD) ke sejumlah negara. “Ini sedang permintaan final ke negara lain, karena itu kita akan genjot ekspor APD karena sekarang ini perluasan Covid-19 sudah kembali melonjak, terlebih di Amerika Serikat,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. (Baca juga: Tragis, Bocah Saudi Meninggal Gara-gara Alat Swab Test Patah di Hidung)
Sektor Pertanian Paling Moncer
Kinerja ekspor yang bagus selama bulan Juni di sektor nonmigas terutama disumbang dari komoditas pertanian. BPS mencatat ekspor hasil pertanian bulan Juni naik 18,9% dibanding Mei 2020, bahkan kenaikannya juga jauh lebih tinggi kalau dibanding Juni 2019. “Dibanding bulan sebelumnya, ekspor pertanian yang meningkat cukup besar pada Juni 2020 di antaranya komoditas kopi, tanaman obat aromatik dan rempah, biji kakao, dan sarang burung,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta kemarin.
Ekspor pertanian terus konsisten menunjukkan kenaikan secara year on year (YoY). Bahkan kenaikannya juga jauh lebih tinggi dibanding Juni 2019. “Dibanding bulan sebelumnya, ekspor pertanian meningkat cukup besar. Ini merupakan sinyal bagus,” katanya. (Lihat videonya: Viral, Janda di Bangka Belitung Jual rumah Beserta Pemilik)
Suhariyanto berharap, ke depan ekspor Indonesia bisa terus meningkat dan capaian baik ini tidak hanya terjadi di bulan Juni tetapi di bulan-bulan lainnya. Selain itu, dia juga meminta sektor lain untuk mencontoh sektor pertanian yang terus tumbuh. “Tentunya ini tren yang sangat menggembirakan dan bisa menjadi angin segar di tengah keadaan sekarang ini,” tutupnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni)
(ysw)