Percepatan Pelabelan SNI HTP Bisa Berbenturan dengan Revisi PP No 109/2012
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah tengah melakukan finalisasi revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Asisten Deputi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Imam Pasli menjelaskan bahwa saat ini draft revisi PP terkait produk tembakau tersebut sudah dikembalikan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk finalisasi. "Untuk draft revisi masih difinalkan di Dirjen Kesmas Kemenkes," ujar Imam saat dikontak, Jumat (17/7/2020).
( )
Salah satu poin yang paling banyak mengundang kontroversi adalah pengaturan/larangan penjualan produk tembakau alternatif. Inilah yang menjadi basis Kementerian Perindustrian kemudian mempercepat proses pelabelan SNI bagi produk tembakau alternatif, meski kemudian masih terbilang belum tepat sasaran.
Produk tembakau alternatif pertama yang diprioritaskan Kementerian Perindustrian adalah tembakau yang dipanaskan atau heated tobacco product (HTP), meski produk itu tersebut belum beredar luas di Indonesia. Sementara vape yang telah lebih lama beredar justru baru akan dibahas di tahun mendatang.
Ditanya apakah percepatan pelabelan SNI HTP ini akan berbenturan dengan revisi PP 109/2012 ini, Imam mengelak. "Detailnya silahkan ke Kemenkes. Saya juga belum terlalu pas untuk menjelaskannya," ujarnya.
( )
Dikonfirmasi soal itu, Karokom Yanmas Kementerian Kesehatan drg. Widyawati menjawab singkat. "Sedang dalam progres pembahasan," ujar dia saat dikontak.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim membenarkan, tahun ini Kementeriannya akan tetap fokus membahas dua standarisasi produk tembakau, yakni rokok putih dan HTP.
Saat ini penyusunan SNI untuk produk tembakau yang dipanaskan itu sudah dalam tahap penyusunan teknis RSNI standarisasi yang dipimpin oleh KABAR (Koalisi Bebas TAR), yang tidak tergabung dalam komite teknis penyusunan SNI.
Rochim menegaskan bahwa HTP memiliki variasi produk di pasar yang lebih sedikit, dan skala industri pemainnya hampir sama, sehingga menjadi prioritas ketimbang vape.
"Kalau banyak varian itu susah mencari acuan, benchmark. Vape likuid itu kan produknya banyak sekali. Jadi kita bahas (HTP), sambil mencari benchmark yang bener," jelas Rochim.
Dia memastikan, standarisasi akan dilakukan, lantaran penting sebagai pengaman produk, kepastian bisnis dan perlindungan konsumen. "Produk sudah banyak beredar, kalau nggak ada standar banyak yang aneh-aneh nanti. SNI itu fungsinya kan untuk melindungi," sebutnya.
Rochim bilang, pembahasan revisi maupun penyusunan SNI dilakukan oleh Komite Teknis Standar yang terdiri dari perwakilan pemerintah, produsen, konsumen, serta pakar atau akademisi. Stakeholder lainnya bisa dilibatkan seperti Komisi VI DPR RI, dan terbuka apabila terdapat masukan. "Kalau memang ada yang memberikan masukan, silakan saja, disampaikan ke Komite Teknis, dan nanti sebelum terbit (SNI) ada jajak pendapat," tandas Rochim.
Asisten Deputi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Imam Pasli menjelaskan bahwa saat ini draft revisi PP terkait produk tembakau tersebut sudah dikembalikan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk finalisasi. "Untuk draft revisi masih difinalkan di Dirjen Kesmas Kemenkes," ujar Imam saat dikontak, Jumat (17/7/2020).
( )
Salah satu poin yang paling banyak mengundang kontroversi adalah pengaturan/larangan penjualan produk tembakau alternatif. Inilah yang menjadi basis Kementerian Perindustrian kemudian mempercepat proses pelabelan SNI bagi produk tembakau alternatif, meski kemudian masih terbilang belum tepat sasaran.
Produk tembakau alternatif pertama yang diprioritaskan Kementerian Perindustrian adalah tembakau yang dipanaskan atau heated tobacco product (HTP), meski produk itu tersebut belum beredar luas di Indonesia. Sementara vape yang telah lebih lama beredar justru baru akan dibahas di tahun mendatang.
Ditanya apakah percepatan pelabelan SNI HTP ini akan berbenturan dengan revisi PP 109/2012 ini, Imam mengelak. "Detailnya silahkan ke Kemenkes. Saya juga belum terlalu pas untuk menjelaskannya," ujarnya.
( )
Dikonfirmasi soal itu, Karokom Yanmas Kementerian Kesehatan drg. Widyawati menjawab singkat. "Sedang dalam progres pembahasan," ujar dia saat dikontak.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim membenarkan, tahun ini Kementeriannya akan tetap fokus membahas dua standarisasi produk tembakau, yakni rokok putih dan HTP.
Saat ini penyusunan SNI untuk produk tembakau yang dipanaskan itu sudah dalam tahap penyusunan teknis RSNI standarisasi yang dipimpin oleh KABAR (Koalisi Bebas TAR), yang tidak tergabung dalam komite teknis penyusunan SNI.
Rochim menegaskan bahwa HTP memiliki variasi produk di pasar yang lebih sedikit, dan skala industri pemainnya hampir sama, sehingga menjadi prioritas ketimbang vape.
"Kalau banyak varian itu susah mencari acuan, benchmark. Vape likuid itu kan produknya banyak sekali. Jadi kita bahas (HTP), sambil mencari benchmark yang bener," jelas Rochim.
Dia memastikan, standarisasi akan dilakukan, lantaran penting sebagai pengaman produk, kepastian bisnis dan perlindungan konsumen. "Produk sudah banyak beredar, kalau nggak ada standar banyak yang aneh-aneh nanti. SNI itu fungsinya kan untuk melindungi," sebutnya.
Rochim bilang, pembahasan revisi maupun penyusunan SNI dilakukan oleh Komite Teknis Standar yang terdiri dari perwakilan pemerintah, produsen, konsumen, serta pakar atau akademisi. Stakeholder lainnya bisa dilibatkan seperti Komisi VI DPR RI, dan terbuka apabila terdapat masukan. "Kalau memang ada yang memberikan masukan, silakan saja, disampaikan ke Komite Teknis, dan nanti sebelum terbit (SNI) ada jajak pendapat," tandas Rochim.
(akr)