BI: Ekonomi Indonesia Sedang di Mode Survival

Senin, 20 Juli 2020 - 14:30 WIB
loading...
BI: Ekonomi Indonesia...
Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menerangkan, perekonomian Indonesia saat ini sedang dalam fase survival di tengah kebijakan penerapan adaptasi kebiasaan baru. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menerangkan, perekonomian Indonesia saat ini sedang dalam fase survival di tengah kebijakan penerapan adaptasi kebiasaan baru. Meski begitu Ia menerangkan perekonomian Indonesia tidak dapat berlama-lama berdiam diri di zona bertahan atau survival mode saja. Namun, perlu naik ke tahapan selanjutnya yaitu pada fase pemulihan.

"Saat ini kita sedang masuk ke survival muse dimana kita harus survive. Karena apa? Karena kalau kota masih melakuan PSBB atau , ekonomi kita malah makin parah dan tidak akan berjalan. Makanya kita harus survive harus ikuti new normal," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry di Jakarta, Senin (20/7/2020).

(Baca Juga: Proyeksi BI: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2020 Minus 4,8% )

Bank Indonesia (BI sendiri sejak 14 Juli 2020 telah melakukan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar perdana, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung atau private placement. Dengan pembelian tersebut, diharapkan pemerintah bisa lebih fokus pada realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebagai upaya mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Kita tetap kedepankan mekanisme Pasar," sambungnya.

Bank Indonesia juga akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, untuk mendukung penyaluran bantuan sosial nontunai dalam rangka pemulihan ekonomi. "Kita juga harus bisa fokus pada sektor sektor di masa transisi ini. Indonesia harus beradaptasi di kegiatan new normal. Namu pruden tetap di jaga market mekanisme tetap di jaga juga dan harus bersinergi untuk dorong pemulihan ekonomoi," paparnya.

(Baca Juga: Rupiah Tak Bertenaga, BI: Semua Negara Juga Sama )

Lebih lanjut Ia mengungkapkan, hampir semua negara pada tahun 2020 bakal mengalami resesi. Beberapa lembaga internasional memprediksi ekonomi global terkontraksi sebesar 5-8 persen. Risiko resesi semakin diperparah dengan adanya gelombang kedua (second wave) Covid-19 dan meningginya tensi geopolitik antara AS dengan China.

"Data dari 3 lembaga internasional, tahun 2020 ini hampir semua negara resesi, dengan pertumbuhan -5 sampai mendekati -8 persen. Tensi geopilitik di AS, akan mempengaruhi ekonomi dan politik global karena merupaka negara terbesar saat ini. Ini harus diwaspadai," kata Destry.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1481 seconds (0.1#10.140)