Awas! Puncak Gunung Es Utang Lokal China Sewaktu-waktu Bisa Meledak
loading...
A
A
A
"Semuanya sangat mahal. Saya hampir tidak bisa mendapatkan tiga kali makan sehari," sambungnya.
Hegang hanya salah satu contoh dari puncak gunung es masalah utang pemerintah daerah yang membuat investor semakin gugup. Ancaman ini berpotensi menjadi hambatan bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu untuk beberapa tahun mendatang.
Goldman Sachs Group memperkirakan total utang pemerintah daerah China adalah sekitar USD23 triliun atau setara Rp343.462 triliun (Kurs Rp14.933 per USD), angka yang mencakup pinjaman tersembunyi dari ribuan perusahaan pembiayaan yang didirikan oleh provinsi dan kota.
Sementara kemungkinan default kota di China relatif rendah mengingat jaminan implisit Beijing atas utang. Kekhawatiran yang lebih besar adalah bahwa pemerintah daerah harus melakukan pemotongan pengeluaran atau mengalihkan uang dari proyek-proyek yang meningkatkan pertumbuhan untuk terus membayar utang mereka.
Sementara itu yang dipertaruhkan bagi Xi adalah ambisinya untuk menggandakan tingkat pendapatan pada tahun 2035 sambil mengurangi kesenjangan antara si kaya dan miskin, yang merupakan kunci stabilitas sosial saat ia berusaha untuk memerintah Partai Komunis selama dekade berikutnya atau lebih.
"Banyak kota akan menjadi seperti Hegang dalam waktu beberapa tahun mendatang," kata Houze Song, seorang ekonom di think tank AS MacroPolo.
Ia memberikan, catatan bahwa populasi China yang menua dan menyusut berarti banyak kota tidak memiliki tenaga kerja untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak yang lebih cepat.
"Pemerintah pusat mungkin dapat menjaganya tetap stabil dalam jangka pendek dengan meminta bank untuk menggulirkan utang ke pemerintah daerah," kata Song.
Tanpa perpanjangan pinjaman, ia menambahkan, "kenyataannya adalah bahwa lebih dari dua pertiga daerah tidak akan mampu membayar utang mereka tepat waktu."
Di provinsi Heilongjiang, tempat kota Hegang berada, investor obligasi sudah waspada terhadap risiko ini. Obligasi tujuh tahun provinsi yang beredar memiliki imbal hasil rata-rata 3,53%, 18,8 basis poin lebih tinggi dari rata-rata nasional, menempatkannya di antara empat besar yang paling mahal.
Hegang hanya salah satu contoh dari puncak gunung es masalah utang pemerintah daerah yang membuat investor semakin gugup. Ancaman ini berpotensi menjadi hambatan bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu untuk beberapa tahun mendatang.
Goldman Sachs Group memperkirakan total utang pemerintah daerah China adalah sekitar USD23 triliun atau setara Rp343.462 triliun (Kurs Rp14.933 per USD), angka yang mencakup pinjaman tersembunyi dari ribuan perusahaan pembiayaan yang didirikan oleh provinsi dan kota.
Sementara kemungkinan default kota di China relatif rendah mengingat jaminan implisit Beijing atas utang. Kekhawatiran yang lebih besar adalah bahwa pemerintah daerah harus melakukan pemotongan pengeluaran atau mengalihkan uang dari proyek-proyek yang meningkatkan pertumbuhan untuk terus membayar utang mereka.
Sementara itu yang dipertaruhkan bagi Xi adalah ambisinya untuk menggandakan tingkat pendapatan pada tahun 2035 sambil mengurangi kesenjangan antara si kaya dan miskin, yang merupakan kunci stabilitas sosial saat ia berusaha untuk memerintah Partai Komunis selama dekade berikutnya atau lebih.
"Banyak kota akan menjadi seperti Hegang dalam waktu beberapa tahun mendatang," kata Houze Song, seorang ekonom di think tank AS MacroPolo.
Ia memberikan, catatan bahwa populasi China yang menua dan menyusut berarti banyak kota tidak memiliki tenaga kerja untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak yang lebih cepat.
"Pemerintah pusat mungkin dapat menjaganya tetap stabil dalam jangka pendek dengan meminta bank untuk menggulirkan utang ke pemerintah daerah," kata Song.
Tanpa perpanjangan pinjaman, ia menambahkan, "kenyataannya adalah bahwa lebih dari dua pertiga daerah tidak akan mampu membayar utang mereka tepat waktu."
Di provinsi Heilongjiang, tempat kota Hegang berada, investor obligasi sudah waspada terhadap risiko ini. Obligasi tujuh tahun provinsi yang beredar memiliki imbal hasil rata-rata 3,53%, 18,8 basis poin lebih tinggi dari rata-rata nasional, menempatkannya di antara empat besar yang paling mahal.