Transformasi Bisnis Tidak Mudah, Simak Resep dari Bos Great Giant Foods
loading...
A
A
A
Contohnya, saat didapuk untuk memimpin PT Sreeya, perusahaan pangan berbasis unggas, Tommy awalnya dihadapkan pada kondisi sulit.
"Waktu saya masuk itu perusahaan dalam kondisi tidak baik, rugi sekitar Rp330 miliar. Saya diberi tahu tiga bulan lagi perusahaan sudah tidak punya duit untuk bayar gaji," ungkapnya.
Bagi Tommy yang sebelumnya tidak punya pengalaman berbisnis produk ayam, situasi yang dihadapinya ini menjadi semacam uji nyali. Di sisi lain, dia harus putar otak dan cepat melakukan transformasi.
Jurus transformasi ala "ketok magic" itu membuahkan hasil. Di bawah kepemimpinan Tommy, PT Sreeya dikenal sebagai perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang sangat signifikan pada 2020 ketika hampir semua industri terdampak oleh pembatasan kegiatan saat pandemi.
Tommy menambahkan, perusahaan harus mengutamakan tiga hal yakni pegawai, operasional, dan arus kas. Namun, pemimpin mana pun sebaiknya menerapkan prinsip “people first”, atau mengutamakan kesejahteraan pekerja terlebih dahulu.
Saat masih menjabat sebagai CEO Sreeya, dia mengizinkan semua pegawai bekerja dari rumah agar terhindar dari infeksi Covid-19 dan selalu memastikan kondisi mereka tetap prima.
Prinsip itulah yang juga menjadi salah satu pondasi leadership Tommy di GGF. Selain rutin memotivasi para pegawai agar semangat bekerja, penerapan “people first” juga berlaku dalam strategi GGF menjangkau pelanggan.
Tommy juga memahami bahwa generasi muda menginginkan perusahaan yang terbuka mengenai praktik sustainability mereka dan menawarkan opsi transaksi digital, sehingga strategi beliau berupaya memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Hasilnya, GGF dapat meningkatkan produktivitas per hektare lahan sebanyak 50% dan berhasil meraih penghargaan “Best Managed Companies” dari Deloitte pada tahun 2021.
Keberhasilan Tommy membalikkan keadaan sebuah perusahaan yang nyaris terpuruk dan mengembangkannya hingga sukses, tentu bisa menjadi pembelajaran berharga bagi banyak orang, termasuk kalangan mahasiswa.
"Waktu saya masuk itu perusahaan dalam kondisi tidak baik, rugi sekitar Rp330 miliar. Saya diberi tahu tiga bulan lagi perusahaan sudah tidak punya duit untuk bayar gaji," ungkapnya.
Bagi Tommy yang sebelumnya tidak punya pengalaman berbisnis produk ayam, situasi yang dihadapinya ini menjadi semacam uji nyali. Di sisi lain, dia harus putar otak dan cepat melakukan transformasi.
Jurus transformasi ala "ketok magic" itu membuahkan hasil. Di bawah kepemimpinan Tommy, PT Sreeya dikenal sebagai perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang sangat signifikan pada 2020 ketika hampir semua industri terdampak oleh pembatasan kegiatan saat pandemi.
Tommy menambahkan, perusahaan harus mengutamakan tiga hal yakni pegawai, operasional, dan arus kas. Namun, pemimpin mana pun sebaiknya menerapkan prinsip “people first”, atau mengutamakan kesejahteraan pekerja terlebih dahulu.
Saat masih menjabat sebagai CEO Sreeya, dia mengizinkan semua pegawai bekerja dari rumah agar terhindar dari infeksi Covid-19 dan selalu memastikan kondisi mereka tetap prima.
Prinsip itulah yang juga menjadi salah satu pondasi leadership Tommy di GGF. Selain rutin memotivasi para pegawai agar semangat bekerja, penerapan “people first” juga berlaku dalam strategi GGF menjangkau pelanggan.
Tommy juga memahami bahwa generasi muda menginginkan perusahaan yang terbuka mengenai praktik sustainability mereka dan menawarkan opsi transaksi digital, sehingga strategi beliau berupaya memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Hasilnya, GGF dapat meningkatkan produktivitas per hektare lahan sebanyak 50% dan berhasil meraih penghargaan “Best Managed Companies” dari Deloitte pada tahun 2021.
Keberhasilan Tommy membalikkan keadaan sebuah perusahaan yang nyaris terpuruk dan mengembangkannya hingga sukses, tentu bisa menjadi pembelajaran berharga bagi banyak orang, termasuk kalangan mahasiswa.