Penerapan Pajak Natura Harus Kedepankan Prinsip Keadilan

Kamis, 10 Agustus 2023 - 00:47 WIB
loading...
Penerapan Pajak Natura Harus Kedepankan Prinsip Keadilan
Penerapan pajak naturan harus mengedepankan prinsip keadilan. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66/PMK.03/2023. PMK ini adalah aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Perpajakan (HPP) serta Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022.

Dengan berlakunya PMK tersebut, mulai 1 Juli 2023, pemerintah memberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas natura kenikmatan (fringe benefits). Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menekankan agar penerapan aturan pajak natura kenikmatan ini mengedepankan prinsip keadilan.

Pertama, teknis administrasi penerapan kebijakan ini harus dibuat sesederhana mungkin. Ariawan mengimbau agar penerapan PMK Nomor 66 Tahun 2023 ini tidak membuat biaya kepatuhan (cost of compliance) dari sisi perusahaan menjadi lebih tinggi.



Ia menjelaskan, dalam memenuhi kewajiban perpajakan, setiap wajib pajak, baik badan maupun orang pribadi pasti membutuhkan usaha yang akhirnya berpengaruh pada cost of compliance, baik berupa finansial, waktu, dan tenaga. Artinya, semakin sulit administrasi perpajakan maka cost of compliance pun akan semakin tinggi.

“Pengeluaran perusahaan atas berbagai natura kenikmatan itu kini bisa dibebankan sebagai biaya pengurang pajak bagi perusahaan (deductible expense). Hal ini menggeser beban pajak dari perusahaan ke individu sebagai penerima manfaat. Jangan sampai, di sisi perusahaan, cost compliance menjadi lebih tinggi,” tutur Ariawan, baru-baru ini.

Kedua, masalah lainnya yang harus diperhatikan adalah penerapan matching cost against revenue atau biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu sendiri.

Ariawan menegaskan, sesuai Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai final, atau penghasilan yang dikecualikan harus dipisahkan.

Adapun, prinsip matching cost against revenue menekankan perlunya menghubungkan beban biaya dengan pendapatan yang diakui pada periode yang sama. Untuk itu, Ariawan menekankan, dengan adanya PMK Nomor 66 ini, jangan sampai menimbulkan kesalahan koreksi fiskal apa bila terjadi pemeriksaan pajak.

“Harusnya, saat sudah menjadi revenue bagi karyawan, sudah mutlak menjadi cost di sisi perusahaan. Nah, jangan sampai, saat pemeriksaan terdapat koreksi fiskal biaya di perusahaan, dan kena PPh di sisi penerima manfaat. Sering kali dalam praktiknya kasusnya begitu,” kata Ariawan, baru-baru ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2850 seconds (0.1#10.140)