Isu Pengusaha-Buruh Jadi PR Besar di Industri Sawit

Kamis, 31 Agustus 2023 - 20:40 WIB
loading...
Isu Pengusaha-Buruh...
Pelaku industri sawit terus bekerja sama menyelesaikan isu-isu yang muncul. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia yang memiliki kontribusi signifikan terhadap devisa negara, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan ekonomi. Di balik kesuksesan dan kontribusi itu, muncul isu-isu seperti upah murah, ketidakpastian kesejahteraan, dan perlakuan tidak adil terhadap buruh .



Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bidang Pengembangan SDM Sumarjono Saragih menceritakan perjalanan industri sawit masuk ke Indonesia pertama kali di tahun 1848 yang mulanya hanya empat biji saja. Kemudian, mulai dikomersilkan tahun 1911 di Aceh yang mulanya hanya 30 hektare.

"Sampai saat ini sudah ada sekitar 16 juta hektare dan menobatkan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia," jelas Sumarjono dalam acara diskusi “Penjajahan Buruh di Perkebunan Sawit, Benarkah?” di Matraman, Jakarta, Kamis 31 Agustus 2023.

Sumarjono tak menapik adanya pekerjaan rumah yang dihadapi oleh pengusaha. Makanya kolaborasi multipihak yang dipimpin oleh pemerintah sangat diperlulan.

"Karena di sini ada 58% (kebun sawit) milik perusahaan, 42% adalah petani. Petani ini tidak semua kecil, artinya di sana ada tanggung jawab yang harus dijalankan," jelas dia.

Gapki tak menutup diri untuk mendapat masukan dari berbagai pihak. Sehingga, dapat ditemukan solusi bersama untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi pengusaha dan buruh di perkebunan kelapa sawit.

"Sawit tersebar di 160 kabupaten ini masih minim pengawasan. Jadi kadang-kadang ada kelupaan hak dan kewajiban. Gapki organisasi pengusaha yang sifatnya sukarela. Kita menjadi organisasi yang terbuka. Kita coba sama-sama kerjakan yang bisa dilakukan sesuai tugas masing-masing," jelas dia.

Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) Hotler Parsaoran menyoroti belum adanya data buruh yang baku untuk dijadikan rujukan. Pasalnya, versi Gapki terdapat 16 juta buruh, Kadin sebanyak 21 juta, KBS sebanyak 20 juta buruh dan pemerintah 16,2 juta buruh.

"Kita belum bisa menemukan data yang bisa menjadi acuan, sebenarnya jumlah buruh berapa orang? Karena itu, ke depannya harus ada acuan data," jelas dia.

Lebih lanjut, Hotler mengatakan masih adanya praktik kontrak yang belum jelas antara pengusaha dengan buruh. Sehingga, pekerjaan yang dilakukan buruh tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Tidak ada kontrak kerja ini mengakibatkan apa yang terjadi antara pekerja dan buruh tidak bisa bertanggung," papar Hotler.

Selain itu, dari aspek jaminan sosial, para buruh belum mendapat hak-haknya. Belum lagi, terkait dengan kondisi buruh lepas yang mayoritas adalah perempuan.



Ia menyatakan, kesejahteraan buruh harus menjadi pilar utama keberlanjutan industri kelapa sawit yang ideal. "Memang masih ada banyak PR. Karena itu, kita telah membuat naskah akademik dan kita harap bisa membahasnya secara bersama," tandasnya.

(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1086 seconds (0.1#10.140)