Bandar Minyak Dunia Bongkar Dampak Sanksi Barat ke Rusia terhadap BRICS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Selain membatasi pendapatan minyak Moskow, sanksi Barat terhadap Rusia dinilai semakin mempererat hubungan negara-negara BRICS . Pandangan itu disampaikan oleh beberapa eksekutif saat Asia Pacific Petroleum Conference (APPEC), di Singapura, hari ini (4/9/2023).
Sanksi yang dikenakan oleh G-7 dan negara-negara Barat lainnya setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu telah membatasi pendapatan energi Rusia dan memaksa penyusunan ulang peta energi global secara drastis.
“Sanksi Barat terhadap Rusia berhasil. Dalam artian, sanksi tersebut menciptakan pendapatan yang lebih sedikit atau lebih rendah,” kata Russell Hardy, Kepala Eksekutif Vitol, pedagang minyak independen terbesar di dunia, dikutip dari Reuters.
“Sisi lain dari sanksi ini adalah menciptakan ikatan yang lebih kuat antara negara-negara BRICS. Jadi menurut saya itu adalah aspek yang sangat negatif,” tambahnya.
Sejak pemberlakuan sanksi, India dan China secara jorjoran mengimpor minyak Rusia dan menggunakan mata uang selain dolar untuk membayarnya. Langkah itu seiring dengan upaya kelompok BRICS untuk menantang dominasi dolar, terutama China yang ingin memperluas renminbi-nya.
“Semua orang kesal dengan Pemerintah AS, sanksi Departemen Keuangan AS. Jadi orang-orang berkata, apakah ada cara untuk menciptakan kekuatan tandingan, penyeimbang G7 atau G20? BRICS adalah kandidatnya,” kata Fereidun Fesharaki, Ketua FGE energi konsultan.
Namun, katanya, perluasan pengelompokan BRICS tidak akan menggantikan dolar, mengingat, misalnya, mata uang di Arab Saudi dan UEA dipatok terhadap dolar. “Tidak ada yang bisa menggantikan dolar AS,” katanya.
Namun, seorang pejabat senior Departemen Keuangan AS justru mengatakan batasan harga minyak Rusia yang ditetapkan G7 efektif dalam mengekang pendapatan dan pasokan minyak Rusia. Meskipun data pasar menunjukkan bahwa sebagian besar ekspor minyak mentah dan bahan bakar Rusia dari wilayah Baltik dan Laut Hitam dijual di atas USD60.
“Selama setahun terakhir, kami merasa sangat baik dengan posisi kami saat ini,” kata Eric Van Nostrand, penjabat asisten sekretaris kebijakan ekonomi di Departemen Keuangan AS.
Sanksi yang dikenakan oleh G-7 dan negara-negara Barat lainnya setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu telah membatasi pendapatan energi Rusia dan memaksa penyusunan ulang peta energi global secara drastis.
“Sanksi Barat terhadap Rusia berhasil. Dalam artian, sanksi tersebut menciptakan pendapatan yang lebih sedikit atau lebih rendah,” kata Russell Hardy, Kepala Eksekutif Vitol, pedagang minyak independen terbesar di dunia, dikutip dari Reuters.
“Sisi lain dari sanksi ini adalah menciptakan ikatan yang lebih kuat antara negara-negara BRICS. Jadi menurut saya itu adalah aspek yang sangat negatif,” tambahnya.
Sejak pemberlakuan sanksi, India dan China secara jorjoran mengimpor minyak Rusia dan menggunakan mata uang selain dolar untuk membayarnya. Langkah itu seiring dengan upaya kelompok BRICS untuk menantang dominasi dolar, terutama China yang ingin memperluas renminbi-nya.
“Semua orang kesal dengan Pemerintah AS, sanksi Departemen Keuangan AS. Jadi orang-orang berkata, apakah ada cara untuk menciptakan kekuatan tandingan, penyeimbang G7 atau G20? BRICS adalah kandidatnya,” kata Fereidun Fesharaki, Ketua FGE energi konsultan.
Namun, katanya, perluasan pengelompokan BRICS tidak akan menggantikan dolar, mengingat, misalnya, mata uang di Arab Saudi dan UEA dipatok terhadap dolar. “Tidak ada yang bisa menggantikan dolar AS,” katanya.
Namun, seorang pejabat senior Departemen Keuangan AS justru mengatakan batasan harga minyak Rusia yang ditetapkan G7 efektif dalam mengekang pendapatan dan pasokan minyak Rusia. Meskipun data pasar menunjukkan bahwa sebagian besar ekspor minyak mentah dan bahan bakar Rusia dari wilayah Baltik dan Laut Hitam dijual di atas USD60.
Baca Juga
“Selama setahun terakhir, kami merasa sangat baik dengan posisi kami saat ini,” kata Eric Van Nostrand, penjabat asisten sekretaris kebijakan ekonomi di Departemen Keuangan AS.
(uka)