Membangkitkan Petani Milenial

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 06:34 WIB
loading...
A A A
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyadari pentingnya mengajak milenial menjadi petani karena merekalah yang menjadi penentu kemajuan sektor pertanian ke depan.

"Estafet petani selanjutnya berada pada pundak generasi muda. Sebab, mereka mempunyai inovasi dan gagasan kreatif yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan pertanian," katanya.

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini percaya anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa mempunyai peluang kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. "Generasi milenial adalah masa depan sektor pertanian. Generasi yang mampu memanfaatkan teknologi untuk pertanian. Dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia, dunia dalam genggaman mereka," paparnya. (Baca juga: Sadis, Anak SMA Ini Bunuh Pacar Saat Setubuhi Korban di Kamar Kos)

Untuk mendorong kalangan milenial agar mau menjadi petani, Kementan membuat program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP). Dia berharap PWMP bisa mencetak generasi milenial menjadi seorang petani atau mendirikan startup di bidang pertanian. "Hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Sebab, kaum milenial mulai sadar bahwa pertanian adalah tambang emas tanpa batas jangka panjang," ungkapnya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, menyatakan, pemerintah menargetkan dapat mencetak 2,5 juta petani milenial. Mereka sekaligus dicetak menjadi usahawan. Kementan juga menyiapkan Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani) sebagai pusat gerakan pembangunan pertanian yang menghubungkan petani milenial di dalam teknologi 4.0 langsung di setiap BPP kecamatan yang terkoneksi dalam Internet of Things.

"Ke depan, generasi muda pertanian bukanlah pekerja bidang pertanian, tetapi menjadi pelaku usaha pertanian. Regenerasi petani menjadi hal yang penting dan utama sekarang ini," katanya. (Baca juga: Siap-siap Kantong Makin Tipis, Ekonomi Anjlok Bakal Dongkrak Harga Beras)

Sejumlah Kendala

Selain keterbatasan lahan, petani milenial menghadapi sejumlah persoalan. Seperti diakui Muhammad Nafis, dia mempunyai keterbatasan modal untuk membeli bibit, pupuk, dan lainnya Sejumlah lembaga pembiayaan seperti leasing dan bank perkreditan rakyat (BPR) berulang kali menawarkan pinjaman. Namun, dia tidak tertarik lantaran bunganya yang tinggi.

“Kalau bunganya tinggi saya merasa berat untuk meminjam. Pernah saya ditawari oleh sebuah leasing. Dia menawari pinjaman Rp5 juta. Dalam tiga bulan jumlah yang harus saya lunasi Rp5,5 juta. Jadi, per Rp1 juta, bunganya Rp100.000. Saya keberatan. Akhirnya saya tidak jadi pinjam," keluhnya.

Ulus Pirmawan, petani milenial asal Kampung Gadok, RT 01/01, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menyebut kendala yang dihadapi petani saat ini adalah soal harga yang tidak stabil. Itu yang membuat petani rugi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1699 seconds (0.1#10.140)