Jadi Primadona Saat Pandemi, Pinjaman Online Harus Berbenah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Layanan financial technology (fintech) peer to peer lending atau biasa disebut pinjaman online (pinjol) masih jadi pilihan masyarakat di kala masa pandemi terjadi. Buktinya penyaluran pinjaman online naik 153,2%. Butuh inovasi dari perusahaan fintech agar mampu mendorong perekonomian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir Juni 2020 sudah ada sekitar 158 entitas fintech peer to peer lending dengan total penyaluran pinjaman sebesar Rp113,46 triliun. Angka tersebut naik 153,2% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain outstanding pinjaman per Juni 2020 juga meningkat 38,42% dari Juni 2019.
Dari data tersebut bisa kita lihat masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan layanan pinjaman online saat menghadapi ketidakstabilan situasi ekonomi seperti sekarang. Fintech lending sebenarnya dapat membantu perekonomian Indonesia agar terus bergerak di tengah wabah Covid-19, sebab masyarakat dapat mengakses pendanaan tanpa perlu bertatap muka. (Baca: Banyak Jadi Korban, Awas Jebakan Pinjaman Online Ilegal)
Hal tersebut seperti diungkapkan pengamat teknologi informasi (TI) Heru Sutadi. Menurut dia, saat ini fintech menjadi sasaran empuk untuk mendapatkan dana segar di tengah pandemi. Pasalnya sekarang ini dampak pandemi sudah merambah ke mana-mana, termasuk banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Untuk mendapat pinjaman dari bank kan sulit, dana bantuan sosial (bansos) juga tidak menjangkau semua kalangan, sementara kebutuhan terus berjalan. Fintech akhirnya menjadi pilihan,” ujar Heru saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Namun yang patut diwaspada dari situasi ini adalah tunggakan cicilan utang. Apalagi jika ekonomi memburuk ke depannya. Karena sampai sekarang saja pandemi masih berlangsung dan yang positif Covid-19 masih meningkat.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan, di tengah pandemi yang masih berlangsung ini para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia juga perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat. (Baca: Pria Uigur Sebar Video Kehidpuan dalam Kamp Tahanan China)
Fintech lending ilegal di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. “Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara. Mereka menggerakkan roda perekonomian. Dalam hal ini fintech lending ilegal akan menghambat pertumbuhan UKM-UKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian.
Menurut dia, sebenarnya inovasi fintech lending telah membantu banyak pelaku usaha dan pemberi dana untuk mencapai tujuan finansial dan tumbuh bersama. Namun pihak-pihak seperti fintech lending ilegal pada akhirnya merugikan para pelaku usaha dan masyarakat. “Disarankan untuk memilih fintech lending yang tepercaya dan sudah mendapatkan izin dari OJK” katanya. (Baca juga: Pelajar Ditantang Adu Kreatif dengan Konsep Baru)
Salah satu inovasi yang bisa dilakukan perusahaan fintech adalah dengan menggandeng Badan Perkreditan Rakyat (BPR). Perusahaan pinjaman online legal yang telah memperoleh izin dari OJK bisa menjalin kerja sama dengan BPR, terutama BUKU I dan BUKU II. Pasalnya BPR ini belum bisa melakukan digitalisasi dikarenakan modal anggaran yang tidak mencukupi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir Juni 2020 sudah ada sekitar 158 entitas fintech peer to peer lending dengan total penyaluran pinjaman sebesar Rp113,46 triliun. Angka tersebut naik 153,2% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain outstanding pinjaman per Juni 2020 juga meningkat 38,42% dari Juni 2019.
Dari data tersebut bisa kita lihat masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan layanan pinjaman online saat menghadapi ketidakstabilan situasi ekonomi seperti sekarang. Fintech lending sebenarnya dapat membantu perekonomian Indonesia agar terus bergerak di tengah wabah Covid-19, sebab masyarakat dapat mengakses pendanaan tanpa perlu bertatap muka. (Baca: Banyak Jadi Korban, Awas Jebakan Pinjaman Online Ilegal)
Hal tersebut seperti diungkapkan pengamat teknologi informasi (TI) Heru Sutadi. Menurut dia, saat ini fintech menjadi sasaran empuk untuk mendapatkan dana segar di tengah pandemi. Pasalnya sekarang ini dampak pandemi sudah merambah ke mana-mana, termasuk banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Untuk mendapat pinjaman dari bank kan sulit, dana bantuan sosial (bansos) juga tidak menjangkau semua kalangan, sementara kebutuhan terus berjalan. Fintech akhirnya menjadi pilihan,” ujar Heru saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Namun yang patut diwaspada dari situasi ini adalah tunggakan cicilan utang. Apalagi jika ekonomi memburuk ke depannya. Karena sampai sekarang saja pandemi masih berlangsung dan yang positif Covid-19 masih meningkat.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan, di tengah pandemi yang masih berlangsung ini para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia juga perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat. (Baca: Pria Uigur Sebar Video Kehidpuan dalam Kamp Tahanan China)
Fintech lending ilegal di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. “Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara. Mereka menggerakkan roda perekonomian. Dalam hal ini fintech lending ilegal akan menghambat pertumbuhan UKM-UKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian.
Menurut dia, sebenarnya inovasi fintech lending telah membantu banyak pelaku usaha dan pemberi dana untuk mencapai tujuan finansial dan tumbuh bersama. Namun pihak-pihak seperti fintech lending ilegal pada akhirnya merugikan para pelaku usaha dan masyarakat. “Disarankan untuk memilih fintech lending yang tepercaya dan sudah mendapatkan izin dari OJK” katanya. (Baca juga: Pelajar Ditantang Adu Kreatif dengan Konsep Baru)
Salah satu inovasi yang bisa dilakukan perusahaan fintech adalah dengan menggandeng Badan Perkreditan Rakyat (BPR). Perusahaan pinjaman online legal yang telah memperoleh izin dari OJK bisa menjalin kerja sama dengan BPR, terutama BUKU I dan BUKU II. Pasalnya BPR ini belum bisa melakukan digitalisasi dikarenakan modal anggaran yang tidak mencukupi.