Pengusaha Ungkap Implementasi UU Ciptaker Hadirkan Tumpang Tindih Regulasi

Kamis, 21 Desember 2023 - 22:53 WIB
loading...
Pengusaha Ungkap Implementasi...
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mulai mengeluhkan kehadiran Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) yang dinilai kurang mengakomodir kebutuhan para pelaku usaha di Tanah Air. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) mulai mengeluhkan kehadiran Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) yang dinilai kurang mengakomodir kebutuhan para pelaku usaha di Tanah Air.Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani menilai kehadiran UU Omnibus Law tersebut justru dinilai melahirkan regulasi yang tumpang tindih antar Pemerintah Daerah dengan Pusat, maupun satu Kementerian dengan Kementerian lainnya.

"Kalau kita lihat memang yang dilakukan pemerintah seperti reformasi struktural dan penerbitan UUCK perlu diapresiasi. Namun memang kenyataan dari segi implementasi, berkaitan dengan OSS masih menjadi kendala di lapangan, kita melihat juga integrasi dari perizinan daerah dan lain lain, ini juga masih memiliki tantangan," ujar Shinta dalam konferensi pers di Jakata, Kamis (21/12/2023).



Wakil Ketua Umum Apindo,Sanny Iskandar, menjelaskan pada dasarnya keberlanjutan dunia usaha sangat bergantung dengan kepastian hukum. Namum saat ini menurutnya ada 2 permasalahan muncul, yaitu terkait regulasi dan penyederhanaan birokrasi.

"Ini yang sudah dilakukan pada saat ini melalui UU Cipta Kerja , namun dalam pelaksanaannya, UUCK berikut turunannya, ini tidak cukup mampu mereformasi hal yang menjadi permasalahan yang di hadapi dunia usaha, khususnya terkait dengan perizinan dasar," sambungnya.



Sanny memberikan contoh misalnya dalam pengaturan Rencana Tatar Ruang Wilayah (RTRW) yang saat ini menjadi kewenangan Pemerintah Daerah untuk dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Tapi proses penerbitan di Pemerintah Daerah masih dinilai cukup lambat.

"Tanpa adanya RTRW itu mustahil kegiatan dunia usaha dilakukan, karena menyangkut tata ruang, dan pertanahan," sambungnya.

Disamping itu, Sanny juga memberikan contoh seperti penerbitan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) yang bisa memakan waktunya kurang lebih 2-5 tahun untuk satu proyek.

Bahkan menurutnya, karena banaknya regulasi yang harus di lewati oleh para pelaku usaha, saat ini justru ada agen-agen atau calo yang siap untuk mengurusi segala macam perizinan. Tapi hal itu akhirnya berdampak pada penambahan cost perusahaan yang baru mau merintis.

"Persetujuan bangunan gedung, ini mungkin kelihatannya dipermudah, tapi harus ada syarat sertifikat layik fungsi dan sebagainya, itu menjamur adanya agen untuk pengurusan, dan berdampak pada cost," lanjutnya.

Belum lagi, tumpang tindih atau tidak sinkronnya regulasi juga terjadi antara satu kementerian dengan kementerian lain, Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat. Atau bahkan aturan kementerian bertentangan dengan aturan perusahaan BUMN yang dibuat oleh direksi.

"Apalagi kalau kita bicara antara pusat daerah, daerah ini bukan hanya Kabupeten/Kota, tapi termasuk desa juga, tapi juga peraturan desa banyak aturan yang bertentangan dengan kabupeten kotanya," tutup Sanny.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2034 seconds (0.1#10.140)