Gagal Capai Target, Setoran Hulu Migas Turun Jadi Rp227 Triliun di 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( SKK Migas ) mencatat hingga akhir tahun 2023, realisasi penerimaan negara hanya mencapai USD14,59 Miliar atau sekitar Rp227 triliun (kurs: Rp15.558 per dolar AS).
Capaian itu lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang ditetapkan sebesar USD15,88 MIliar. Begitupula jika dibandingkan realisasi 2022 yang mencapai USD17,4 Miliar.
"Penerimaan negara bisa dijelaskan lebih lanjut, kita mencapai US$14,59 miliar, masalah harga jual," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat Jumpa Pers SKK Migas Capaian Kinerja Tahun 2023 di Kantornya, Jakarta, Kamis (12/1/2024).
Pihaknya terus melakukan optimalisasi dengan beberapa terobosan-terobosan dan mengupayakan komersialisasi agar bisa mendapatkan harga tertinggi untuk menggenjot penerimaan negara sektor migas ini.
"Dan untuk produksi kita upayakan bagaimana agar bagaimana lapangan yang punya produksi minyak atau gas kita dahulukan dan sebagainya," tuturnya.
Lebih lanjut Dwi menuturkan bahwa untuk cost recovery sejauh ini masih terkendali. Ia bilang, cost recovery ini tidak hanya meliputi biaya untuk produksi saja, namun juga ada investment credit.
"Jadi kalau liat dari bawah itu ada yg Unrecovered Costs itu adalah biaya-biaya yang belum bisa dikembalikan di tahun-tahun sebelumnya. Jadi kaya ada utang disitu harus kita selesaikan utang. Kemudian ada biaya-biaya Investment Credit itu adalah pada saat kita bikin POD itu ada disetujui ada Investment Creditnya," paparnya kemudian.
Ia menambahkan, pihaknya kini tengah serius mencoba mengendalikan biaya produksi dan biaya administrasi. Sementara untuk biaya eksplorasi dan pengembangan menurutnya, semakin besar angkanya maka itu yang diharapkan pihaknya.
"Kemudian yang hijau exploration dan development jadi ini sebenarnya kalau besar, yang kita harapkan besar exploration dan development ini. Jadi kalau angkanya besar kita justru memang mengharapkan itu. Nah yang kita coba kendalikan dengan serius adalah di cost of production di warna ungu kemudian administrasi juga demikian kita kendalikan," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Dwi juga mengakui bahwa tidak optimalnya salur gas lantaran disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti diberitakan sebelumnya, salur gas pada 2023 tercatat 5.378 Million Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) atau Juta standar kaki kubik per hari atau lebih rendah jika dibandingkan target APBN 2023 yang sebesar 6.160 maka realisasi salur gas ini lebih rendah. Begitupula jika dibandingkan WP&B yang ditargetkan 5.569 mmscfd.
"Tidak optimalnya di dalam salur gas karena Jawa Timur kelebihan sedangkan pipa dari Semarang ke Cirebon masih belum tersambung. Kalau itu tersambung maka tentu saja kira-kira 100 juta kubik per hari dari Jawa Timur bisa mengalir ke Jawa Barat," pungkasnya.
Capaian itu lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang ditetapkan sebesar USD15,88 MIliar. Begitupula jika dibandingkan realisasi 2022 yang mencapai USD17,4 Miliar.
"Penerimaan negara bisa dijelaskan lebih lanjut, kita mencapai US$14,59 miliar, masalah harga jual," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat Jumpa Pers SKK Migas Capaian Kinerja Tahun 2023 di Kantornya, Jakarta, Kamis (12/1/2024).
Pihaknya terus melakukan optimalisasi dengan beberapa terobosan-terobosan dan mengupayakan komersialisasi agar bisa mendapatkan harga tertinggi untuk menggenjot penerimaan negara sektor migas ini.
"Dan untuk produksi kita upayakan bagaimana agar bagaimana lapangan yang punya produksi minyak atau gas kita dahulukan dan sebagainya," tuturnya.
Lebih lanjut Dwi menuturkan bahwa untuk cost recovery sejauh ini masih terkendali. Ia bilang, cost recovery ini tidak hanya meliputi biaya untuk produksi saja, namun juga ada investment credit.
"Jadi kalau liat dari bawah itu ada yg Unrecovered Costs itu adalah biaya-biaya yang belum bisa dikembalikan di tahun-tahun sebelumnya. Jadi kaya ada utang disitu harus kita selesaikan utang. Kemudian ada biaya-biaya Investment Credit itu adalah pada saat kita bikin POD itu ada disetujui ada Investment Creditnya," paparnya kemudian.
Ia menambahkan, pihaknya kini tengah serius mencoba mengendalikan biaya produksi dan biaya administrasi. Sementara untuk biaya eksplorasi dan pengembangan menurutnya, semakin besar angkanya maka itu yang diharapkan pihaknya.
"Kemudian yang hijau exploration dan development jadi ini sebenarnya kalau besar, yang kita harapkan besar exploration dan development ini. Jadi kalau angkanya besar kita justru memang mengharapkan itu. Nah yang kita coba kendalikan dengan serius adalah di cost of production di warna ungu kemudian administrasi juga demikian kita kendalikan," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Dwi juga mengakui bahwa tidak optimalnya salur gas lantaran disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti diberitakan sebelumnya, salur gas pada 2023 tercatat 5.378 Million Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) atau Juta standar kaki kubik per hari atau lebih rendah jika dibandingkan target APBN 2023 yang sebesar 6.160 maka realisasi salur gas ini lebih rendah. Begitupula jika dibandingkan WP&B yang ditargetkan 5.569 mmscfd.
"Tidak optimalnya di dalam salur gas karena Jawa Timur kelebihan sedangkan pipa dari Semarang ke Cirebon masih belum tersambung. Kalau itu tersambung maka tentu saja kira-kira 100 juta kubik per hari dari Jawa Timur bisa mengalir ke Jawa Barat," pungkasnya.
(nng)