Ada Ruang Kebijakan, Pemda Boleh Tetapkan Pajak Hiburan di Bawah 40%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa pemerintah daerah (pemda) dibolehkan mengatur berapa pajak yang akan dibebankan untuk industri hiburan, bahkan di bawah angka minimal 40%.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pajak hiburan dipatok minimal 40% dan paling tinggi 75%. Besaran minimal pajak tersebut lantas memicu polemik karena kalangan pengusaha menilai pajak itu terlalu tinggi dan bisa mematikan sektor usaha hiburan.
Airlangga mengatakan, hal itu dimungkinkan karena pada pasal 101 UU HKPD diberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi. Insentif tersebut berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Diketahui, pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan pemberitahuan kepada DPRD. Dengan ruang kebijakan pada pasal 101 UU HKPD, tersebut, tegas Airlangga, bupati/walikota dapat menetapkan tarif lebih rendah dari batas minimal 40%.
"Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam, sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada. Sedangkan daerah yang berbasis pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya," papar Menko Airlangga dalam keterangan resminya, Sabtu (20/1/2024).
Sekadar informasi, UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh kabupaten/kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%.
Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sebelumnya, dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum.
Lihat Juga: 2 Bulan Pemerintahan Prabowo-Gibran, Airlangga Ungkap Deretan Kebijakan Pro Rakyat Sudah Digulirkan
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pajak hiburan dipatok minimal 40% dan paling tinggi 75%. Besaran minimal pajak tersebut lantas memicu polemik karena kalangan pengusaha menilai pajak itu terlalu tinggi dan bisa mematikan sektor usaha hiburan.
Airlangga mengatakan, hal itu dimungkinkan karena pada pasal 101 UU HKPD diberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi. Insentif tersebut berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Diketahui, pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.
Pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan pemberitahuan kepada DPRD. Dengan ruang kebijakan pada pasal 101 UU HKPD, tersebut, tegas Airlangga, bupati/walikota dapat menetapkan tarif lebih rendah dari batas minimal 40%.
"Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam, sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada. Sedangkan daerah yang berbasis pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya," papar Menko Airlangga dalam keterangan resminya, Sabtu (20/1/2024).
Sekadar informasi, UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh kabupaten/kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%.
Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sebelumnya, dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum.
Lihat Juga: 2 Bulan Pemerintahan Prabowo-Gibran, Airlangga Ungkap Deretan Kebijakan Pro Rakyat Sudah Digulirkan
(fjo)