RI Butuh Rp2.300 Triliun untuk Kembangkan Kelistrikan EBT hingga 2040
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo memperkirakan, Indonesia membutuhkan dana sebesar USD152 Miliar atau sekitar Rp2.300 untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) hingga 2040 mendatang.
Adapun dana tersebut diperlukan untuk kebutuhan pembangunan pembangkit listrik EBT dan Gas yang ditargetkan mencapai 80 GW sampai 2040 mendatang beserta infrastruktur pendukungnya.
"Price tag-nya 152 miliar dollar AS, jadi kalau dikalikan Rp15.000, sekitar Rp2.300 triliun antara hari ini sampai 2040," ujar Dirut PLN , Darmawam dalam acara Road to PLN Investmen Days 2024 yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Dikatakan Darmawan, pihaknya bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menyelaraskan rencana pengembangan ketenagalistrikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
"Nah, karena RUKN dengan RUPTL ini akur, bapak ibu ingin mendengar ya barangkali bocorannya seperti apa. Pertama, sampai 2040 penambahan kapasitas pembangkit totalnya sekitar 80 GW (terdiri dari) 75% berbasis pada EBT dan 25% berbasis gas," tuturnya.
Darmawan menambahkan, untuk pembangkit EBT di antaranya akan dibangun pembangkit listrik berbasis hidro dan geotermal sebesar 30 GW hingga 2040. Selain itu, dilakukan juga penambahan kapasitas pembangkit berbasis angin dan solar atau energi surya sebesar 28 GW.
Namun demikian diakui Darmawan, keseluruhan pemgembangan pembangkit itu dihadapkan pada tantangan jarak antara sumber pasokan energi dengan pusat permintaan listrik yang tergolong jauh. Oleh sebab itu, investasi pada infrastruktur ketenagalistrikan khususnya transmisi agar dapat memenuhi kebutuhan listrik
Darmawan bilang, berdasarkan penghitungan PLN diperlukan transmisi dengan total 47.000 kilometer (km) untuk menghubungkan antara pembangkit listrik ke gardu listrik.
"Potensi pembangkitnya ada di Sumatera Utara, Aceh, tapi demand-nya ada di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, itu jarak transmisinya 3.500 km. Itu hanya backbone-nya. Kalau ditarik lagi, kecil-kecil itu total transmisinya 47.000 km. Kalau mau keliling bumi saja 42.500 km," urainya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa, dalam merealisasikan pembangunan yang masif itu dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak. Kerja sama itu mencakup strategi, teknologi, inovasi, hingga pendanaan.
Terkait pendanaan, lanjut Daemawan, dari kebutuhan dana Rp 2.300 triliun itu direncanakan akan melibatkan swasta sebesar 60% dan PLN 40%."PLN hanya 40 persen, itu pun dari porsi PLN tersebut masih bisa dikerjasamakan sama swasta," pungkas Darmawan.
Adapun dana tersebut diperlukan untuk kebutuhan pembangunan pembangkit listrik EBT dan Gas yang ditargetkan mencapai 80 GW sampai 2040 mendatang beserta infrastruktur pendukungnya.
"Price tag-nya 152 miliar dollar AS, jadi kalau dikalikan Rp15.000, sekitar Rp2.300 triliun antara hari ini sampai 2040," ujar Dirut PLN , Darmawam dalam acara Road to PLN Investmen Days 2024 yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Dikatakan Darmawan, pihaknya bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menyelaraskan rencana pengembangan ketenagalistrikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
"Nah, karena RUKN dengan RUPTL ini akur, bapak ibu ingin mendengar ya barangkali bocorannya seperti apa. Pertama, sampai 2040 penambahan kapasitas pembangkit totalnya sekitar 80 GW (terdiri dari) 75% berbasis pada EBT dan 25% berbasis gas," tuturnya.
Darmawan menambahkan, untuk pembangkit EBT di antaranya akan dibangun pembangkit listrik berbasis hidro dan geotermal sebesar 30 GW hingga 2040. Selain itu, dilakukan juga penambahan kapasitas pembangkit berbasis angin dan solar atau energi surya sebesar 28 GW.
Namun demikian diakui Darmawan, keseluruhan pemgembangan pembangkit itu dihadapkan pada tantangan jarak antara sumber pasokan energi dengan pusat permintaan listrik yang tergolong jauh. Oleh sebab itu, investasi pada infrastruktur ketenagalistrikan khususnya transmisi agar dapat memenuhi kebutuhan listrik
Darmawan bilang, berdasarkan penghitungan PLN diperlukan transmisi dengan total 47.000 kilometer (km) untuk menghubungkan antara pembangkit listrik ke gardu listrik.
"Potensi pembangkitnya ada di Sumatera Utara, Aceh, tapi demand-nya ada di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, itu jarak transmisinya 3.500 km. Itu hanya backbone-nya. Kalau ditarik lagi, kecil-kecil itu total transmisinya 47.000 km. Kalau mau keliling bumi saja 42.500 km," urainya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa, dalam merealisasikan pembangunan yang masif itu dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak. Kerja sama itu mencakup strategi, teknologi, inovasi, hingga pendanaan.
Terkait pendanaan, lanjut Daemawan, dari kebutuhan dana Rp 2.300 triliun itu direncanakan akan melibatkan swasta sebesar 60% dan PLN 40%."PLN hanya 40 persen, itu pun dari porsi PLN tersebut masih bisa dikerjasamakan sama swasta," pungkas Darmawan.
(akr)