Mendesak! Indonesia Butuh Impor LNG Guna Memenuhi Permintaan Gas Domestik
loading...
A
A
A
PGN memperkirakan bahwa untuk periode 2024-2034, tambahan pasokan gas regasifikasi LNG yang dibutuhkan sekitar 73 miliar British thermal units per hari (BBtud) – 355 BBtud. Perkiraan ini setara hingga 25 persen dari total pasokan gas untuk kebutuhan pelanggan PGN di seluruh indonesia.
Skenario Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 memproyeksikan penggunaan gas mencapai 15,4 persen pada tahun 2030, dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memperkirakan setidaknya 24 persen pada tahun 2050. Selain itu, rencana Indonesia untuk menambah 80 GW kapasitas pembangkit listrik baru dalam revisi RUPTL terbaru, dengan 20 GW bergantung pada pembangkit listrik berbahan bakar gas.
PLN memperkirakan permintaan gas alamnya hampir dua kali lipat pada tahun 2040 karena bertujuan untuk membangun 20 gigawatt (GW) pembangkit listrik berbahan bakar gas. Permintaan gas diperkirakan mencapai 1,2 TBtu pada tahun 2023, meningkat menjadi 1,5 TBtu pada tahun 2027, dan mencapai 2,3 TBtu pada tahun 2040, atau bahkan 3,4 TBtu dengan meningkatnya permintaan dari smelter.
Beberapa cadangan gas signifikan sekitar 10 hingga 12 TCF (trillion cubic feet) gas telah ditemukan, seperti di Wilayah Kerja North Ganal milik Eni di sumur Geng North-1, Kalimantan Timur, dan sumur eksplorasi Layaran-1 milik Mubadala Energy yang terletak di Blok Andaman Selatan. Proyek-proyek ini akan memerlukan waktu untuk dikembangkan.
Infrastruktur yang ada saat ini (Arun Regas, FSRU Lampung, FSRU Nusantara Regas, FSRU Jawa 1, FSRU Karunia Dewata, dan FSRU Sulawesi Regas Satu) masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gas di tahun 2025. Ke depannya akan dibutuhkan tambahan infrastruktur untuk dapat memenuhi kebutuhan LNG yang terus meningkat.
Hal ini tergambar dari rencana PLN dalam rencana pengembangan infrastruktur LNG di seluruh Indonesia yang dalam hal ini mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia. Saat ini harga LNG impor dan domestik tidak memiliki disparitas yang tinggi. Produsen dalam negeri pun mulai menerapkan harga jual yang merefleksikan harga pasar LNG secara global. Dari sisi ini, impor LNG belum tentu akan menaikkan harga gas bumi di dalam negeri.
IndoPACIFIC LNG Summit 2024, yang diadakan pada 16-17 Juli 2024, di Hotel Sofitel di Nusa Dua, Bali, Indonesia, mengumpulkan lebih dari 150 pemimpin sektor gas dan LNG global untuk membahas peran kritis LNG dalam mencapai emisi nol bersih.
Acara ini mengeksplorasi isu-isu penting, termasuk kebijakan iklim, volatilitas harga, infrastruktur midstream, dan energi alternatif, yang membatasi pasar LNG global dan regional.
Sorotan utama termasuk pidato pembukaan tentang Pasar Energi dan LNG Global 2024-2025, Outlook Industri LNG Regional menuju Emisi Nol Bersih, dan Strategi Dekarbonisasi Jangka Panjang Chubu Electric di bawah Rencana Energi Jepang.
Diskusi panel membahas topik-topik seperti Dinamika Pasar LNG Jangka Pendek Global, Pasokan dan Permintaan LNG Masa Depan dalam Waktu yang Tidak Pasti, Optimisasi Rantai LNG, Masa Depan Pengiriman LNG Global, dan Peran Infrastruktur Midstream LNG dalam Mengisi Kesenjangan Permintaan Energi.
Skenario Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 memproyeksikan penggunaan gas mencapai 15,4 persen pada tahun 2030, dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memperkirakan setidaknya 24 persen pada tahun 2050. Selain itu, rencana Indonesia untuk menambah 80 GW kapasitas pembangkit listrik baru dalam revisi RUPTL terbaru, dengan 20 GW bergantung pada pembangkit listrik berbahan bakar gas.
PLN memperkirakan permintaan gas alamnya hampir dua kali lipat pada tahun 2040 karena bertujuan untuk membangun 20 gigawatt (GW) pembangkit listrik berbahan bakar gas. Permintaan gas diperkirakan mencapai 1,2 TBtu pada tahun 2023, meningkat menjadi 1,5 TBtu pada tahun 2027, dan mencapai 2,3 TBtu pada tahun 2040, atau bahkan 3,4 TBtu dengan meningkatnya permintaan dari smelter.
Beberapa cadangan gas signifikan sekitar 10 hingga 12 TCF (trillion cubic feet) gas telah ditemukan, seperti di Wilayah Kerja North Ganal milik Eni di sumur Geng North-1, Kalimantan Timur, dan sumur eksplorasi Layaran-1 milik Mubadala Energy yang terletak di Blok Andaman Selatan. Proyek-proyek ini akan memerlukan waktu untuk dikembangkan.
Infrastruktur yang ada saat ini (Arun Regas, FSRU Lampung, FSRU Nusantara Regas, FSRU Jawa 1, FSRU Karunia Dewata, dan FSRU Sulawesi Regas Satu) masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gas di tahun 2025. Ke depannya akan dibutuhkan tambahan infrastruktur untuk dapat memenuhi kebutuhan LNG yang terus meningkat.
Hal ini tergambar dari rencana PLN dalam rencana pengembangan infrastruktur LNG di seluruh Indonesia yang dalam hal ini mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia. Saat ini harga LNG impor dan domestik tidak memiliki disparitas yang tinggi. Produsen dalam negeri pun mulai menerapkan harga jual yang merefleksikan harga pasar LNG secara global. Dari sisi ini, impor LNG belum tentu akan menaikkan harga gas bumi di dalam negeri.
IndoPACIFIC LNG Summit 2024, yang diadakan pada 16-17 Juli 2024, di Hotel Sofitel di Nusa Dua, Bali, Indonesia, mengumpulkan lebih dari 150 pemimpin sektor gas dan LNG global untuk membahas peran kritis LNG dalam mencapai emisi nol bersih.
Acara ini mengeksplorasi isu-isu penting, termasuk kebijakan iklim, volatilitas harga, infrastruktur midstream, dan energi alternatif, yang membatasi pasar LNG global dan regional.
Sorotan utama termasuk pidato pembukaan tentang Pasar Energi dan LNG Global 2024-2025, Outlook Industri LNG Regional menuju Emisi Nol Bersih, dan Strategi Dekarbonisasi Jangka Panjang Chubu Electric di bawah Rencana Energi Jepang.
Diskusi panel membahas topik-topik seperti Dinamika Pasar LNG Jangka Pendek Global, Pasokan dan Permintaan LNG Masa Depan dalam Waktu yang Tidak Pasti, Optimisasi Rantai LNG, Masa Depan Pengiriman LNG Global, dan Peran Infrastruktur Midstream LNG dalam Mengisi Kesenjangan Permintaan Energi.