Calon Anggota Uni Eropa Bersiap Menyeberang ke BRICS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serbia berada dalam persimpangan hingga akhirnya harus memilih, apakah bergabung bersama BRICS atau hanya menjadi kandidat anggota Uni Eropa (UE) . Hal ini disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Serbia, Aleksandar Vulin dalam sebuah wawancara dengan media Rusia.
Republik terbesar pecahan Yugoslavia itu mengajukan keanggotaan Uni Eropa pada tahun 2009 dan telah menjadi kandidat sejak 2012, tetapi Brussels baru-baru ini menuntut pengakuan provinsi Kosovo yang memisahkan diri sebagai syarat untuk mendapatkan keanggotaan.
"BRICS tidak meminta apa pun dari Serbia dan menawarkan lebih dari yang kami inginkan. Uni Eropa meminta segalanya dari kami, dan saya tidak lagi yakin apa yang ditawarkannya," kata Vulin kepada RIA Novosti pada hari Senin (12/8).
"Kami melihat BRICS sebagai peluang dan alternatif," tambah Vulin.
"Serbia sedang memikirkan dengan sangat cermat semua kemungkinan yang disajikan oleh BRICS dan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara anggotanya," jelasnya.
Vulin berharap mendapatkan undangan resmi untuk menjadi tamu ke KTT BRICS, yang dijadwalkan pada akhir Oktober di Kazan, Rusia.
Terlepas dari tekanan besar dari Brussels, Beograd ikutan menerapkan embargo AS dan Uni Eropa terhadap Moskow, dimana Serbia secara resmi menjanjikan netralitas dalam konflik Ukraina dan mempertahankan hubungan perdagangan dengan Rusia dan Barat.
"Sesuatu terjadi pada semua orang yang menyerukan resolusi damai di Ukraina, mereka ditembak," kata Vulin, mencontohkan percobaan pembunuhan PM Slovakia Robert Fico dan mantan Presiden AS Donald Trump.
"Nyawa Vucic berada dalam bahaya dari mereka yang ingin Serbia berhenti bersikap netral, serta agar menjatuhkansanksi kepada Rusia, untuk mengakui 'Kosovo merdeka' dan menolak Republika Srpska di Bosnia-Herzegovina," kata Vulin.
Ditekankan olehnya Serbia menginginkan perdamaian dan tidak setuju dengan anggota Uni Eropa dan NATO yang berusaha mengalahkan Rusia dengan perang proksi, kata Vulin.
"Perdamaian di Ukraina bisa dicapai di Istanbul," kata Vulin, mengacu pada pembicaraan yang dimediasi Turki antara Moskow dan Kiev.
Vulin telah menjadi wakil perdana menteri sejak Mei. Sebelumnya Ia memimpin Badan Intelijen Keamanan (BIA) dari Desember 2022 hingga November 2023. Menurut rumor yang beredar, dia dipaksa keluar di bawah tekanan dari AS. Sebelumnya, ia menjabat sebagai menteri pertahanan Serbia (2017-2020) dan menteri dalam negeri (2020-2022).
Republik terbesar pecahan Yugoslavia itu mengajukan keanggotaan Uni Eropa pada tahun 2009 dan telah menjadi kandidat sejak 2012, tetapi Brussels baru-baru ini menuntut pengakuan provinsi Kosovo yang memisahkan diri sebagai syarat untuk mendapatkan keanggotaan.
"BRICS tidak meminta apa pun dari Serbia dan menawarkan lebih dari yang kami inginkan. Uni Eropa meminta segalanya dari kami, dan saya tidak lagi yakin apa yang ditawarkannya," kata Vulin kepada RIA Novosti pada hari Senin (12/8).
"Kami melihat BRICS sebagai peluang dan alternatif," tambah Vulin.
"Serbia sedang memikirkan dengan sangat cermat semua kemungkinan yang disajikan oleh BRICS dan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara anggotanya," jelasnya.
Vulin berharap mendapatkan undangan resmi untuk menjadi tamu ke KTT BRICS, yang dijadwalkan pada akhir Oktober di Kazan, Rusia.
Terlepas dari tekanan besar dari Brussels, Beograd ikutan menerapkan embargo AS dan Uni Eropa terhadap Moskow, dimana Serbia secara resmi menjanjikan netralitas dalam konflik Ukraina dan mempertahankan hubungan perdagangan dengan Rusia dan Barat.
"Sesuatu terjadi pada semua orang yang menyerukan resolusi damai di Ukraina, mereka ditembak," kata Vulin, mencontohkan percobaan pembunuhan PM Slovakia Robert Fico dan mantan Presiden AS Donald Trump.
"Nyawa Vucic berada dalam bahaya dari mereka yang ingin Serbia berhenti bersikap netral, serta agar menjatuhkansanksi kepada Rusia, untuk mengakui 'Kosovo merdeka' dan menolak Republika Srpska di Bosnia-Herzegovina," kata Vulin.
Ditekankan olehnya Serbia menginginkan perdamaian dan tidak setuju dengan anggota Uni Eropa dan NATO yang berusaha mengalahkan Rusia dengan perang proksi, kata Vulin.
"Perdamaian di Ukraina bisa dicapai di Istanbul," kata Vulin, mengacu pada pembicaraan yang dimediasi Turki antara Moskow dan Kiev.
Vulin telah menjadi wakil perdana menteri sejak Mei. Sebelumnya Ia memimpin Badan Intelijen Keamanan (BIA) dari Desember 2022 hingga November 2023. Menurut rumor yang beredar, dia dipaksa keluar di bawah tekanan dari AS. Sebelumnya, ia menjabat sebagai menteri pertahanan Serbia (2017-2020) dan menteri dalam negeri (2020-2022).
(akr)