Benahi Tata Kelola, Denda Impor Beras Wajib Segera Dituntaskan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Ari Wibowo menyatakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelidiki persoalan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar merupakan kewajiban.
Kewajiban KPK menyelidiki skandal demurrage diperlukan lantaran selama ini skema impor cenderung dan kerap dijadikan ladang untuk mencari keuntungan secara ilegal.
"Laporan yang disampaikan SDR wajib ditindaklanjuti oleh KPK. Karena memang ada kecenderungan impor dijadikan sebagai ladang mengeruk keuntungan secara ilegal karena nilai barangnya pasti besar, demikian juga dengan impor beras ini," ujar dia, Jumat (23/8/2024).
Baca Juga: Transparansi Impor Beras, Persoalan Demmurage Perlu Diprioritaskan
Ari membeberkan sejumlah kasus korupsi dalam kegiatan impor pangan yang kerap dijadikan ladang untuk mencari keuntungan ilegal. Kasus korupsi impor tersebut, kata Ari, mencakup sejumlah bahan pangan seperti, bawang, garam, dan lain sebagainya.
"Sudah ada beberapa kasus korupsi yang terungkap dalam kegiatan impor. Ada kasus korupsi impor bawang, impor garam, dan lain sebagainya," ungkapnya.
Pihaknya optimistis KPK tidak memerkukan waktu lama untuk menuntaskan penyelidikan terkait masalah tersebut. Dia menegaskan penyelesaian demurrage impor beras diperlukan demi menjaga kepercayaan masyarakat.
"KPK perlu serius dan menyampaikan perkembangannya secara berkala demi menjaga kepercayaan masyarakat bahwa laporannya tidak diabaikan. KPK sudah punya data awal dan tidak butuh waktu lama untuk melakukan penyelidikan," tandasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan seluruh proses penanganan perkara termasuk penyelidikan terkait denda impor tersebut dilanjutkan ke penyidikan. Laporan terkait dengan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dilaporkan oleh Studi Demokrasi Rakyat atau SDR pada tanggal 3 Juli 2024.
Lembaga anti-rasuah tersebut dikabarkan mulai melakukan pemanggilan kepada saksi dari Perum Bulog terkait dengan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar Rabu(21/8/2024). Saksi-saksi tersebut merupakan bawahan yang bekerja di Perum Bulog.
Selaras dengan KPK, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Baca Juga: Eks Komisioner KPK Ingatkan Pentingnya Penyelesaian Kasus Demurrage Impor Beras
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut. Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.
Sebelumnya, persoalan demurrage tersebut telah dilaporkan Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto pada 3 Juli 2024, yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Kewajiban KPK menyelidiki skandal demurrage diperlukan lantaran selama ini skema impor cenderung dan kerap dijadikan ladang untuk mencari keuntungan secara ilegal.
"Laporan yang disampaikan SDR wajib ditindaklanjuti oleh KPK. Karena memang ada kecenderungan impor dijadikan sebagai ladang mengeruk keuntungan secara ilegal karena nilai barangnya pasti besar, demikian juga dengan impor beras ini," ujar dia, Jumat (23/8/2024).
Baca Juga: Transparansi Impor Beras, Persoalan Demmurage Perlu Diprioritaskan
Ari membeberkan sejumlah kasus korupsi dalam kegiatan impor pangan yang kerap dijadikan ladang untuk mencari keuntungan ilegal. Kasus korupsi impor tersebut, kata Ari, mencakup sejumlah bahan pangan seperti, bawang, garam, dan lain sebagainya.
"Sudah ada beberapa kasus korupsi yang terungkap dalam kegiatan impor. Ada kasus korupsi impor bawang, impor garam, dan lain sebagainya," ungkapnya.
Pihaknya optimistis KPK tidak memerkukan waktu lama untuk menuntaskan penyelidikan terkait masalah tersebut. Dia menegaskan penyelesaian demurrage impor beras diperlukan demi menjaga kepercayaan masyarakat.
"KPK perlu serius dan menyampaikan perkembangannya secara berkala demi menjaga kepercayaan masyarakat bahwa laporannya tidak diabaikan. KPK sudah punya data awal dan tidak butuh waktu lama untuk melakukan penyelidikan," tandasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan seluruh proses penanganan perkara termasuk penyelidikan terkait denda impor tersebut dilanjutkan ke penyidikan. Laporan terkait dengan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dilaporkan oleh Studi Demokrasi Rakyat atau SDR pada tanggal 3 Juli 2024.
Lembaga anti-rasuah tersebut dikabarkan mulai melakukan pemanggilan kepada saksi dari Perum Bulog terkait dengan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar Rabu(21/8/2024). Saksi-saksi tersebut merupakan bawahan yang bekerja di Perum Bulog.
Selaras dengan KPK, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Baca Juga: Eks Komisioner KPK Ingatkan Pentingnya Penyelesaian Kasus Demurrage Impor Beras
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut. Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.
Sebelumnya, persoalan demurrage tersebut telah dilaporkan Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto pada 3 Juli 2024, yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
(nng)