Batasan Produksi SKM dan SPM Digabung, Pengawasan Lebih Mudah

Rabu, 25 September 2019 - 21:56 WIB
Batasan Produksi SKM dan SPM Digabung, Pengawasan Lebih Mudah
Batasan Produksi SKM dan SPM Digabung, Pengawasan Lebih Mudah
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk segera menggabungkan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun. Selain untuk mengoptimalkan penerimaan negara, strategi ini akan memudahkan pemerintah melakukan pengawasan terkait pengenaan tarif cukai sesuai golongan dan batasan produksinya.

"Usulan penggabungan SKM dan SPM sudah saatnya dilakukan pemerintah. Selain menciptakan aturan cukai yang berkeadilan, kebijakan ini akan menghindarkan perusahaan rokok besar yang sengaja menekan produksi untuk menghindari cukai maksimal. Dengan demikian pengawasannya menjadi lebih mudah," tegas Mafirion Syamsuddin, anggota DPR Komisi IX di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Menurut Mafirion, saat ini terdapat beberapa perusahaan besar asing yang memproduksi SKM dan SPM lebih dari 3 miliar batang per tahun, hanya membayar tarif cukai golongan 2 yang 40% lebih murah ketimbang tarif golongan di atasnya. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan adanya persaingan yang tidak sehat, dan tidak mendukung tujuan pemerintah terkait pengendalian konsumsi rokok.

"Di pasaran misalnya, ada merek rokok putih tertentu dengan harga jual Rp26.000 tapi cukainya Rp370, tapi ada rokok yang harga jualnya Rp24.500 dengan tarif cukai Rp625. Ini yang saya sebutkan pengenaan cukai yang berbeda," kata Mafirion.

Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu mengevaluasi pengenaan tarif cukai secara menyeluruh. Bukan itu saja, pemerintah perlu meninjau ulang definisi perusahaan besar atau kecil pada kebijakan cukai rokok saat ini.

Mafirion juga meminta Kemenkeu melihat ulang rencana penggabungan batasan produksi SKM dan SPM dan merumuskan kebijakan cukai yang melindungi tenaga kerja segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Mafirion menekankan pentingnya perlindungan terhadap segmen SKT yang mempekerjakan ratusan ribu ibu-ibu pelinting rokok. Apabila hal ini dilakukan, maka cita-cita pemerintah untuk mencapai target penerimaan cukai juga menjadi lebih optimal.

Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib juga menyampaikan hal serupa. Penggabungan SKM dan SPM perlu dilakukan agar tidak ada lagi pabrikan besar asing yang memanfaatkan celah dengan membayar tarif cukai murah. Dengan demikian potensi kehilangan pendapatan negara dari cukai dapat diminimalisir.

"Prinsip dalam sebuah kebijakan itu salah satunya menganut asas keadilan. Jangan menganut asas menyeluruh dengan menyisakan celah untuk dimanfaatkan," ujar Ahmad Najib.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4841 seconds (0.1#10.140)