Perlakuan Tak Manusiawi, Media China Soroti Kerja Paksa di Pabrik Smelter Nikel Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Media asing asal Hong Kong South China Morning Post (SCMP) menyoroti kerja paksa di pabrik smelter nikel di Indonesia di tengah kecaman dari Amerika Serikat (AS). Industri nikel Indonesia menghadapi pengawasan, yang semakin ketat setelah ditandai oleh pihak berwenang AS karena adanya kerja rodi.
Menurut para analis, seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mendapatkan kesepakatan mineral yang sangat penting dengan Washington. Laporan terbaru Departemen Tenaga Kerja AS tentang "Kondisi Global Pekerja Anak dan Pekerja Paksa" mengklasifikasikan nikel Indonesia sebagai produk dari praktik-praktik eksploitasi, dengan mengutip berbagai laporan berita dan penelitian dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
"Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting, termasuk aluminium dan polysilicon dari China, nikel dari Indonesia, dan kobalt, tantalum, dan timah dari Republik Demokratik Kongo," ujar Thea Lee, wakil menteri urusan tenaga kerja internasional di lembaga tersebut, mengatakan dalam sebuah konferensi pers pada 5 September lalu, dlansir dari SCMP, Senin (23/9/2024).
"Para pekerja menghadapi berbagai pelanggaran seperti kerja lembur yang berlebihan dan tidak sukarela, pekerjaan yang tidak aman, upah yang tidak dibayar, denda, pemecatan, ancaman kekerasan, dan jeratan utang."
Baca Juga: Hizbullah Hujani Israel dengan Roket setelah Komandan Pasukan Khususnya Dibunuh Zionis
Laporan setebal 330 halaman tersebut juga menyoroti nasib pekerja China yang direkrut secara curang di pabrik-pabrik peleburan nikel di Indonesia, yang mengungkap berbagai masalah seperti pemotongan upah yang sewenang-wenang, jam kerja yang lebih panjang, penyitaan paspor, dan pelecehan fisik dan verbal sebagai hukuman.
"Indikator-indikator lain dari kerja paksa termasuk pembatasan pergerakan, isolasi, pengawasan yang terus menerus, dan kerja lembur yang dipaksakan; yang kesemuanya dilaporkan sebagai praktik-praktik yang lazim terjadi dalam produksi nikel," laporan tersebut mengatakan.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengidentifikasi perekrutan tenaga kerja China yang menipu oleh perusahaan pertambangan nikel yang berafiliasi dengan 'Inisiatif Sabuk dan Jalan China' di Indonesia sebagai bentuk perdagangan manusia dalam laporan Perdagangan Manusia tahun 2022 dan 2023.
Baca Juga: China Kuasai Harta Karun Super Langka Dunia, AS dan Sekutu Tak Terima
Laporan tahun lalu menemukan bahwa dari 333 pekerja China yang disurvei pada tahun sebelumnya hanya 27 persen yang memiliki izin kerja yang sah sedangkan 23 persen melaporkan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan tempat kerja mereka dan tujuh pekerja meninggal di tempat kerja tanpa penjelasan.
"Laporan AS seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan terhadap smelter-smelter nikel yang sudah ada maupun yang baru," kata Hilman Palaon, seorang peneliti di Pusat Pengembangan Indo-Pasifik Lowy Institute di Australia.
Menurut para analis, seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mendapatkan kesepakatan mineral yang sangat penting dengan Washington. Laporan terbaru Departemen Tenaga Kerja AS tentang "Kondisi Global Pekerja Anak dan Pekerja Paksa" mengklasifikasikan nikel Indonesia sebagai produk dari praktik-praktik eksploitasi, dengan mengutip berbagai laporan berita dan penelitian dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
"Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting, termasuk aluminium dan polysilicon dari China, nikel dari Indonesia, dan kobalt, tantalum, dan timah dari Republik Demokratik Kongo," ujar Thea Lee, wakil menteri urusan tenaga kerja internasional di lembaga tersebut, mengatakan dalam sebuah konferensi pers pada 5 September lalu, dlansir dari SCMP, Senin (23/9/2024).
"Para pekerja menghadapi berbagai pelanggaran seperti kerja lembur yang berlebihan dan tidak sukarela, pekerjaan yang tidak aman, upah yang tidak dibayar, denda, pemecatan, ancaman kekerasan, dan jeratan utang."
Baca Juga: Hizbullah Hujani Israel dengan Roket setelah Komandan Pasukan Khususnya Dibunuh Zionis
Laporan setebal 330 halaman tersebut juga menyoroti nasib pekerja China yang direkrut secara curang di pabrik-pabrik peleburan nikel di Indonesia, yang mengungkap berbagai masalah seperti pemotongan upah yang sewenang-wenang, jam kerja yang lebih panjang, penyitaan paspor, dan pelecehan fisik dan verbal sebagai hukuman.
"Indikator-indikator lain dari kerja paksa termasuk pembatasan pergerakan, isolasi, pengawasan yang terus menerus, dan kerja lembur yang dipaksakan; yang kesemuanya dilaporkan sebagai praktik-praktik yang lazim terjadi dalam produksi nikel," laporan tersebut mengatakan.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengidentifikasi perekrutan tenaga kerja China yang menipu oleh perusahaan pertambangan nikel yang berafiliasi dengan 'Inisiatif Sabuk dan Jalan China' di Indonesia sebagai bentuk perdagangan manusia dalam laporan Perdagangan Manusia tahun 2022 dan 2023.
Baca Juga: China Kuasai Harta Karun Super Langka Dunia, AS dan Sekutu Tak Terima
Laporan tahun lalu menemukan bahwa dari 333 pekerja China yang disurvei pada tahun sebelumnya hanya 27 persen yang memiliki izin kerja yang sah sedangkan 23 persen melaporkan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan tempat kerja mereka dan tujuh pekerja meninggal di tempat kerja tanpa penjelasan.
"Laporan AS seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan terhadap smelter-smelter nikel yang sudah ada maupun yang baru," kata Hilman Palaon, seorang peneliti di Pusat Pengembangan Indo-Pasifik Lowy Institute di Australia.
(nng)