Perlakuan Tak Manusiawi, Media China Soroti Kerja Paksa di Pabrik Smelter Nikel Indonesia

Senin, 23 September 2024 - 10:57 WIB
loading...
Perlakuan Tak Manusiawi,...
Media asing menyoroti kerja paksa di pabrik industri nikel di Indonesia terutama yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan China. FOTO/AP
A A A
JAKARTA - Media asing asal Hong Kong South China Morning Post (SCMP) menyoroti kerja paksa di pabrik smelter nikel di Indonesia di tengah kecaman dari Amerika Serikat (AS). Industri nikel Indonesia menghadapi pengawasan, yang semakin ketat setelah ditandai oleh pihak berwenang AS karena adanya kerja rodi.

Menurut para analis, seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mendapatkan kesepakatan mineral yang sangat penting dengan Washington. Laporan terbaru Departemen Tenaga Kerja AS tentang "Kondisi Global Pekerja Anak dan Pekerja Paksa" mengklasifikasikan nikel Indonesia sebagai produk dari praktik-praktik eksploitasi, dengan mengutip berbagai laporan berita dan penelitian dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

"Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting, termasuk aluminium dan polysilicon dari China, nikel dari Indonesia, dan kobalt, tantalum, dan timah dari Republik Demokratik Kongo," ujar Thea Lee, wakil menteri urusan tenaga kerja internasional di lembaga tersebut, mengatakan dalam sebuah konferensi pers pada 5 September lalu, dlansir dari SCMP, Senin (23/9/2024).

"Para pekerja menghadapi berbagai pelanggaran seperti kerja lembur yang berlebihan dan tidak sukarela, pekerjaan yang tidak aman, upah yang tidak dibayar, denda, pemecatan, ancaman kekerasan, dan jeratan utang."

Baca Juga: Hizbullah Hujani Israel dengan Roket setelah Komandan Pasukan Khususnya Dibunuh Zionis

Laporan setebal 330 halaman tersebut juga menyoroti nasib pekerja China yang direkrut secara curang di pabrik-pabrik peleburan nikel di Indonesia, yang mengungkap berbagai masalah seperti pemotongan upah yang sewenang-wenang, jam kerja yang lebih panjang, penyitaan paspor, dan pelecehan fisik dan verbal sebagai hukuman.

"Indikator-indikator lain dari kerja paksa termasuk pembatasan pergerakan, isolasi, pengawasan yang terus menerus, dan kerja lembur yang dipaksakan; yang kesemuanya dilaporkan sebagai praktik-praktik yang lazim terjadi dalam produksi nikel," laporan tersebut mengatakan.

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengidentifikasi perekrutan tenaga kerja China yang menipu oleh perusahaan pertambangan nikel yang berafiliasi dengan 'Inisiatif Sabuk dan Jalan China' di Indonesia sebagai bentuk perdagangan manusia dalam laporan Perdagangan Manusia tahun 2022 dan 2023.

Baca Juga: China Kuasai Harta Karun Super Langka Dunia, AS dan Sekutu Tak Terima

Laporan tahun lalu menemukan bahwa dari 333 pekerja China yang disurvei pada tahun sebelumnya hanya 27 persen yang memiliki izin kerja yang sah sedangkan 23 persen melaporkan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan tempat kerja mereka dan tujuh pekerja meninggal di tempat kerja tanpa penjelasan.

"Laporan AS seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan terhadap smelter-smelter nikel yang sudah ada maupun yang baru," kata Hilman Palaon, seorang peneliti di Pusat Pengembangan Indo-Pasifik Lowy Institute di Australia.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Perang Dagang Sedikit...
Perang Dagang Sedikit Mereda, Trump Batalkan Ancaman Tarif 50% untuk Kanada
Kesepakatan Bilateral...
Kesepakatan Bilateral RI-Vietnam Ditargetkan Rp294,1 T, Wakil Ketua MPR: Harus Dijaga
Vietnam Bakal Bangun...
Vietnam Bakal Bangun Pabrik Mobil Listrik di Indonesia, Rosan: Mereka Sangat Serius
Indonesia Airlines,...
Indonesia Airlines, Maskapai Milik Singapura Siap Mengudara di Langit RI
Abaikan Soal Sanksi...
Abaikan Soal Sanksi Rusia, AS Desak G7 Lebih Galak ke China
Negara Tetangga Indonesia...
Negara Tetangga Indonesia Ini Ekspor ke AS Rp2.232 Triliun di Tengah Perang Tarif
Efek Dahsyat Perang...
Efek Dahsyat Perang Tarif Trump, AS Tambah 151.000 Pekerjaan
Banyak Negara Siap Gabung...
Banyak Negara Siap Gabung BRICS, Menlu India: Aliansi Ini Tidak Seperti NATO
Trump Ancam Rusia: Hentikan...
Trump Ancam Rusia: Hentikan Perang atau Digempur Tarif Berskala Besar
Rekomendasi
Ikuti Apa pun Hasil...
Ikuti Apa pun Hasil Revisi UU TNI, KSAD: Enggak Usah Bikin Ribut, Ini Itu Orde Baru
Polri: Pelaku Pengurangan...
Polri: Pelaku Pengurangan Takaran MinyaKita Bisa Dipenjara 5 Tahun
Fungsi dan Cara Kerja...
Fungsi dan Cara Kerja Selaput Mata Buaya, Rahasia Unik Sang Predator
Berita Terkini
Buntut PHK Pekerja,...
Buntut PHK Pekerja, Yamaha Music Manufacturing Asia Komit Tetap Beroperasi
13 menit yang lalu
Publikasi APBN KiTa...
Publikasi APBN KiTa Molor, Sri Mulyani Malam-malam Lapor ke Prabowo di Istana
30 menit yang lalu
Zurich Indonesia Perkuat...
Zurich Indonesia Perkuat SDM untuk Bersaing di Pasar Global
1 jam yang lalu
Takaran MinyaKita Disunat,...
Takaran MinyaKita Disunat, Wamentan: Jangan Ingin Untung Sesaat, Rakyat Dikorbankan
1 jam yang lalu
Perkuat Pasokan Energi...
Perkuat Pasokan Energi Primer Pembangkit, PLN EPI Pastikan Keandalan Listrik Selama Ramadan
1 jam yang lalu
Sukses Terbitkan Sukuk...
Sukses Terbitkan Sukuk Mudarabah Berkelanjutan, Pegadaian Raih Penghargaan IFN Global Awards 2024
4 jam yang lalu
Infografis
Tiga Alasan Netanyahu...
Tiga Alasan Netanyahu Tak Berani Melanjutkan Perang di Gaza
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved