Rancangan Permenkes dan Revisi PP 28/2024 Didesak untuk Dibatalkan

Minggu, 06 Oktober 2024 - 20:01 WIB
loading...
Rancangan Permenkes...
Gelombang penolakan para petani tembakau terhadap berbagai kebijakan restriktif dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 maupun RPMK kian meluas. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Gelombang penolakan para petani tembakau terhadap berbagai kebijakan restriktif dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) kian meluas. Aturan yang paling disoroti dan menuai polemik yakni kemasan rokok polos tanpa merek yang tertuang dalam RPMK, serta zonasi larangan penjualan dan iklan luar ruang produk tembakau dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang diatur dalam PP 28/2024. Petani tembakau dari berbagai daerah senada menyampaikan penolakannya dan memohon perlindungan pemerintah.

Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Aceh Tengah, Hasiun mengeluhkan minimnya keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan mata pencaharian para petani tembakau dengan adanya PP 28/2024 maupun RPMK.

"Kami tegas menolak aturan-aturan ini karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia," ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (6/10/2024).



Dia mengaku para petani tembakau di Aceh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan regulasi yang justru sangat berdampak pada keberlangsungan mereka. Padahal, Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau, di mana masyarakatnya sendiri telah menanam tanaman tembakau secara turun menurun.

“Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron. Hampir seluruh masyarakat di Aceh memiliki kemampuan dalam mengolah tanaman tembakau,” imbuhnya.

Protes lainnya juga muncul dari para petani tembakau di Jawa Barat. Perwakilan DPD APTI Jabar, Undang Herman mempertanyakan pasal-pasal pertembakauan di PP 28/2024 yang masih menuai polemik. Namun, Kemenkes justru tidak sama sekali mengindahkan suara para petani sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Bahkan Kemenkes terkesan mengejar target untuk segara merampungkan RPMK.

''Merujuk kajian proses penyusunan PP 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang-Undang. Maka, saat ini, dalam penyusunan RPMK, semua masukan petani harus didengarkan, dipertimbangkan, dan diakomodir," paparnya

Menurutnya, Kemenkes berniat untuk membunuh industri tembakau, termasuk nasib para petani yang berada dalam ekosistem pertembakauan nasional. Herman bahkan menduga inisiasi kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek merupakan intervensi dari kelompok anti tembakau global.

Kelompok-kelompok ini, kata dia, sejak lama memiliki misi untuk meruntuhkan industri tembakau di seluruh dunia dan memberikan tekanan pada pemerintah untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terlampau ketat dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal Indonesia sendiri tidak meratifikasi kebijakan global tersebut.

"Perlu dicatat, negara yang mempunyai pertanian tembakau dan industrinya seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing. Sekarang, mengapa masih didorong juga dalam RPMK untuk dilaksanakan?” tegasnya.

Senada dengan itu, Ketua DPC APTI Pemakesan, Samukrah menyampaikan bahwa pihaknya bersama dengan perwakilan petani di 13 kecamatan, telah menyuarakan aspirasi dan penolakan atas RPMK melalui laman Partipasi Sehat.

"Sudah sangat jelas pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 dan penyusunan RPMK mengancam dan mematikan pertembakauan, khususnya di Madura yang merupakan sentra terbesar untuk perkebunan tembakau. Kami terdzolimi dengan aturan-aturan yang mau menghilangan mata pencaharian kami," seru Samukrah.



Lebih lanjut, ia meminta Kemenkes dapat melaksanakan public hearing ulang dengan melibatkan keterwakilan petani tembakau yang berimbang dalam pembahasan aturan terkait pasal-pasal pertembakauan. "Kemenkes harus memberikan solusi kepada petani tembakau agar kami tak kehilangan mata pencaharian," tambahnya.

Terakhir, Ketua DPD APTI Jember, Suwarno mendesak agar regulasi tersebut segera direvisi, karena dinilai dapat mematikan industri hasil tembakau yang telah lama menjadi andalan ekonomi daerah tersebut. Adanya pasal yang menyamakan komoditas tembakau dengan zat adiktif berbahaya juga menjadi salah satu yang digarisbawahi. Bagi Suwarno, narasi ini tidak benar dan diskriminatif.

Yang tidak kalah penting, sebut Suwarno, beleid ini akan mengancam mata pencaharian petani tembakau di Kabupaten Jember, yang sebagian besarnya bergantung pada tembakau sebagai sumber pendapatan utama.

Padahal, para petani tembakau mengaku sedang mensyukuri hasil panen yang sangat baik di tahun ini. Jika peraturan yang berlebihan ini disahkan oleh Kemenkes, maka imbasnya adalah pada ketidakpastian untuk masa tanam dan panen tahun berikutnya.

“Selama ini, tembakau telah menjadi hidup bagi banyak orang di Jember. Bahkan, logo Pemkab Jember pun menampilkan gambar tembakau. Saat ini, sekitar 40 ribu petani tembakau di Jember mengelola sekitar 22 ribu hektare lahan tembakau jenis Na Oogst, Kasturi dan rajang,” jelasnya.

Untuk itu, Suwarno meminta agar PP 28/2024 direvisi, sedangkan dalam perumusan RPMK, ia berharap petani tembakau diberi kesempatan untuk dilibatkan dan diakomodir masukannya. Jika masukan petani belum diakomodir, sebaiknya rancangan aturan ini dibatalkan. “Jika mencabut aturan itu tidak memungkinkan, maka kami meminta agar aturan tersebut direvisi,” tutupnya.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Perlunya Deregulasi...
Perlunya Deregulasi Aturan IHT demi Wujudkan Indonesia Incorporated
Industri Tembakau Terancam:...
Industri Tembakau Terancam: Parlemen Kritisi Kebijakan Kemasan Rokok Seragam
BEI Ubah Aturan Batas...
BEI Ubah Aturan Batas ARB dan Trading Halt, Ini Ketentuannya
Aturan Opsen Pajak Baru...
Aturan Opsen Pajak Baru di DKI Jakarta, Ini Ketentuan dan Implikasinya
Sektor Ritel Waswas...
Sektor Ritel Waswas Hadapi Rencana Larangan Penjualan Rokok
Industri Hasil Tembakau...
Industri Hasil Tembakau Butuh Perhatian Lebih Kepala Daerah
Pajak Alat Berat di...
Pajak Alat Berat di Jakarta: Siapa yang Kena dan Berapa Tarifnya?
Efek FCTC Bikin Pelaku...
Efek FCTC Bikin Pelaku Industri Tembakau Was-was
Awas! Penyeragaman Kemasan...
Awas! Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Jadi Hambatan Pertumbuhan Ekonomi
Rekomendasi
5 Rekomendasi Sleeper...
5 Rekomendasi Sleeper Bus Jakarta - Bali untuk Perjalanan Nyaman dan Praktis
3 Warga Tewas Akibat...
3 Warga Tewas Akibat Banjir di Bandarlampung
Hari Kartini, Pramono...
Hari Kartini, Pramono Gratiskan Pembuatan dan Perpanjang SIM untuk Wartawan Perempuan dan ASN
Berita Terkini
AS dan China Masuk 3...
AS dan China Masuk 3 Besar Negara Tujuan Ekspor Indonesia, Ini Datanya
5 menit yang lalu
Penyitaan Lahan Sawit,...
Penyitaan Lahan Sawit, Pengacara Kalteng Kirim Surat ke Presiden Prabowo
33 menit yang lalu
BPS: Neraca Dagang RI...
BPS: Neraca Dagang RI Surplus USD4,33 Miliar per Maret 2025
51 menit yang lalu
Pengusaha China Ejek...
Pengusaha China Ejek Tarif Trump: Barang Mewah di AS Dibuat dengan Cost Murah
57 menit yang lalu
Migrasi NGBS Sukses,...
Migrasi NGBS Sukses, KB Bank Komitmen Beri Layanan Terbaik untuk Nasabah
1 jam yang lalu
ETH Sentuh Posisi Terendah,...
ETH Sentuh Posisi Terendah, Tether Siapkan Stablecoin Baru
1 jam yang lalu
Infografis
Puluhan Rudal dan Ratusan...
Puluhan Rudal dan Ratusan Drone Rusia Bombardir Ibu Kota Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved