Ancaman Arab Saudi Bisa Bikin Krisis Ekonomi Perang Rusia
loading...
A
A
A
Dalam kasus Rusia, Moskow menghadapi tekanan untuk meraup sebanyak yang dimiliki, karena perangnya di Ukraina telah menggelembung pengeluaran pertahanan dan keamanan dalam perang yang sudah berjalan tiga tahun. Sektor-sektor ini secara kolektif akan menyumbang 40% dari semua pengeluaran federal di Rusia tahun depan.
Sementara itu, keuangan Rusia sangat bergantung pada pendapatan minyak. Beberapa tahun yang lalu, produksi gas dan minyak menyumbang 35% hingga 40% dari pendapatan anggaran negara, kata menteri keuangan Rusia minggu ini.
Karena alasan inilah Barat begitu fokus untuk mengekang keuntungan minyak Rusia. Pembatasan harga minyak Rusia USD60 diperkenalkan, meski inisiatif tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Menghadapi pembatasan harga itu, Rusia mampu menghindarinya dengan menggunakan kapal tanker "bayangan" yang tidak terdaftar. Akan tetapi ancaman Riyadh membuat harga minyak jadi USD50 per barel, mungkin lebih sulit untuk diatasi.
Keadaan bisa berubah menjadi buruk jika pasokan Arab Saudi menyalakan kembali perang harga minyak antara Rusia dan kerajaan. Henderson mengutarakan hal itu bisa terjadi, mengacu pada peristiwa serupa pada tahun 2020.
Tahun itu, ketidaksepakatan pemotongan produksi mendorong kedua negara untuk melepaskan pasokan, menguji siapa yang bisa bertahan lebih lama dari pelemahan harga.
Namun saat kondisi ekonomi perang, Rusia diyakini bakal menghindari perang harga dengan Riyadh. Namun jika hal itu dilakukan bakal menjadi dilema buat Rusia karena bisa mempengaruhi pendapatan, dengan produksi yang terbatas.
Jika hal-hal berubah menjadi yang terburuk, potensi perang harga menjadi berita buruk bagi Rusia.
"Tidak seperti Arab Saudi, minyaknya tidak murah untuk diekstraksi, membuatnya kurang siap untuk menghadapi kondisi harga rendah. Ini mendorong logika eskalasi jangka pendek untuk perang Rusia di Ukraina, yang membutuhkan keberhasilan yang cepat sebelum munculnya kondisi pasar minyak harga rendah."
Lihat Juga: Pakar Terorisme Bingung, Taleb Abdulmohsen Murtad dan Ateis tapi Serang Pasar Natal Jerman
Sementara itu, keuangan Rusia sangat bergantung pada pendapatan minyak. Beberapa tahun yang lalu, produksi gas dan minyak menyumbang 35% hingga 40% dari pendapatan anggaran negara, kata menteri keuangan Rusia minggu ini.
Karena alasan inilah Barat begitu fokus untuk mengekang keuntungan minyak Rusia. Pembatasan harga minyak Rusia USD60 diperkenalkan, meski inisiatif tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Menghadapi pembatasan harga itu, Rusia mampu menghindarinya dengan menggunakan kapal tanker "bayangan" yang tidak terdaftar. Akan tetapi ancaman Riyadh membuat harga minyak jadi USD50 per barel, mungkin lebih sulit untuk diatasi.
Keadaan bisa berubah menjadi buruk jika pasokan Arab Saudi menyalakan kembali perang harga minyak antara Rusia dan kerajaan. Henderson mengutarakan hal itu bisa terjadi, mengacu pada peristiwa serupa pada tahun 2020.
Tahun itu, ketidaksepakatan pemotongan produksi mendorong kedua negara untuk melepaskan pasokan, menguji siapa yang bisa bertahan lebih lama dari pelemahan harga.
Namun saat kondisi ekonomi perang, Rusia diyakini bakal menghindari perang harga dengan Riyadh. Namun jika hal itu dilakukan bakal menjadi dilema buat Rusia karena bisa mempengaruhi pendapatan, dengan produksi yang terbatas.
Jika hal-hal berubah menjadi yang terburuk, potensi perang harga menjadi berita buruk bagi Rusia.
"Tidak seperti Arab Saudi, minyaknya tidak murah untuk diekstraksi, membuatnya kurang siap untuk menghadapi kondisi harga rendah. Ini mendorong logika eskalasi jangka pendek untuk perang Rusia di Ukraina, yang membutuhkan keberhasilan yang cepat sebelum munculnya kondisi pasar minyak harga rendah."
Lihat Juga: Pakar Terorisme Bingung, Taleb Abdulmohsen Murtad dan Ateis tapi Serang Pasar Natal Jerman
(akr)