Apa Efek Dedolarisasi Terhadap Harga Minyak Dunia?
loading...
A
A
A
Pergerakan terkini dari Arab Saudi menunjukkan bahwa dominasi petrodolar mungkin akan ditantang untuk pertama kalinya. Mungkinkan ini menjadi pertanda dolar AS akan kehilangan posisi teratas.
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, muncul rumor berakhirnya perjanjian antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi terkait perdagangan komoditas minyak bumi dalam denominasi dolar AS atau dikenal dengan petrodolar.
Perjanjian selama 50 tahun itu dikabarkan berakhir pada pertengahan 2024 lalu. Akibat dari berakhirnya kesepakatan petrodolar, maka Arab Saudi bersama dengan negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC dapat menjual minyaknya dalam mata uang lain. Tidak harus terikat dengan dolar AS selama ini.
Efeknya bakal melemahkan denominasi dolar AS secara global. Daya beli dunia terhadap mata uang dolar AS semakin menurun sehingga nilanya menjadi relatif tidak stabil dan tidak kuat seperti sebelumnya.
Ketika transaksi perdagangan komoditas minyak bumi dunia tidak lagi mengharuskan menggunakan dolar AS, maka permintaan terhadap valuta asing ini juga menurun tajam.
Sisi lainnya kebijakan ini berpeluang memicu gejolak harga dan inflasi dunia, khususnya saat Arab Saudi dan OPEC memilih menggunakan satuan mata uang yang berbeda-beda dalam menetapkan harga minyak bumi.
Negara-negara importir minyak yang sangat tergantung dari suplai dunia akan sangat rentan menghadapi volatilitas harga energi sehingga berpotensi mengalami gangguan dalam perencanaan keuangan pemerintah di masing-masing negara.
Namun belum diketahui secara pasti apakah benar kesepakatan petrodolar hanya sebuah rumor atau memang sudah terjadi secara perlahan. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi dominasi dolar AS.
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, muncul rumor berakhirnya perjanjian antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi terkait perdagangan komoditas minyak bumi dalam denominasi dolar AS atau dikenal dengan petrodolar.
Perjanjian selama 50 tahun itu dikabarkan berakhir pada pertengahan 2024 lalu. Akibat dari berakhirnya kesepakatan petrodolar, maka Arab Saudi bersama dengan negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC dapat menjual minyaknya dalam mata uang lain. Tidak harus terikat dengan dolar AS selama ini.
Efeknya bakal melemahkan denominasi dolar AS secara global. Daya beli dunia terhadap mata uang dolar AS semakin menurun sehingga nilanya menjadi relatif tidak stabil dan tidak kuat seperti sebelumnya.
Ketika transaksi perdagangan komoditas minyak bumi dunia tidak lagi mengharuskan menggunakan dolar AS, maka permintaan terhadap valuta asing ini juga menurun tajam.
Sisi lainnya kebijakan ini berpeluang memicu gejolak harga dan inflasi dunia, khususnya saat Arab Saudi dan OPEC memilih menggunakan satuan mata uang yang berbeda-beda dalam menetapkan harga minyak bumi.
Negara-negara importir minyak yang sangat tergantung dari suplai dunia akan sangat rentan menghadapi volatilitas harga energi sehingga berpotensi mengalami gangguan dalam perencanaan keuangan pemerintah di masing-masing negara.
Namun belum diketahui secara pasti apakah benar kesepakatan petrodolar hanya sebuah rumor atau memang sudah terjadi secara perlahan. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi dominasi dolar AS.