Perlindungan Pekerja Lemah, Hilirisasi Industri Nikel Perlu Dievaluasi
loading...
A
A
A
"Jadi, ada beberapa teknologi yang digunakan untuk meningkatkan recovery dan menekan pencemaran,” imbuh dia. Geliat hilirisasi ini, Achmad bilang, masih didominasi sektor energi. Untuk sektor manufaktur dan industri pengolahan nonmigas saat ini masih belum tersentuh.
Selain menunjang transisi energi, keberadaan smelter nikel berpotensi pada terciptanya Green Jobs yang tidak hanya untuk smelter. Namun, menciptakan Green Jobs di berbagai industri manufaktur yang berkaitan dengan nikel.
Sementara, Critical Minerals Transition Project Lead WRI Indonesia Reza Rahmaditio mengatakan, kebutuhan energi yang besar dalam smelter apabila digantikan dengan energi baru terbarukan (EBT) tentu akan menciptakan Green Jobs tidak hanya di smelter itu sendiri.
"Untuk memenuhi kebutuhan EBT di smelter, diperlukan berbagai manufaktur yang menghasilkan EBT. Misalnya, manufaktur solar panel, wind turbine, dan manufaktur low carbon lainnya,” ujar dia. Dengan kata lain, hilirisasi nikel ini berpotensi tidak hanya untuk produksi nikel, tapi sebenarnya hilirisasi nikel ini bisa memberikan spill over effect pada industri-industri pendukung, terutama industri smelter.
Tantangan ini senada dengan hasil studi Koaksi Indonesia yang menunjukkan bahwa hilirisasi nikel berimplikasi terhadap risiko bisnis. Standar keberlanjutan tertentu yang diterapkan Amerika Serikat dan Uni Eropa misalnya akan menyebabkan nikel Indonesia sulit menembus dua pasar itu.
Sebagai informasi, kebijakan hilirisasi nikel diklaim meningkatkan pendapatan ekonomi nasional sebesar 21,2 sampai 21,6 persen serta menciptakan penyerapan tenaga kerja hingga 13,83 juta dalam 10 tahun terakhir.
Selain menunjang transisi energi, keberadaan smelter nikel berpotensi pada terciptanya Green Jobs yang tidak hanya untuk smelter. Namun, menciptakan Green Jobs di berbagai industri manufaktur yang berkaitan dengan nikel.
Sementara, Critical Minerals Transition Project Lead WRI Indonesia Reza Rahmaditio mengatakan, kebutuhan energi yang besar dalam smelter apabila digantikan dengan energi baru terbarukan (EBT) tentu akan menciptakan Green Jobs tidak hanya di smelter itu sendiri.
"Untuk memenuhi kebutuhan EBT di smelter, diperlukan berbagai manufaktur yang menghasilkan EBT. Misalnya, manufaktur solar panel, wind turbine, dan manufaktur low carbon lainnya,” ujar dia. Dengan kata lain, hilirisasi nikel ini berpotensi tidak hanya untuk produksi nikel, tapi sebenarnya hilirisasi nikel ini bisa memberikan spill over effect pada industri-industri pendukung, terutama industri smelter.
Tantangan ini senada dengan hasil studi Koaksi Indonesia yang menunjukkan bahwa hilirisasi nikel berimplikasi terhadap risiko bisnis. Standar keberlanjutan tertentu yang diterapkan Amerika Serikat dan Uni Eropa misalnya akan menyebabkan nikel Indonesia sulit menembus dua pasar itu.
Sebagai informasi, kebijakan hilirisasi nikel diklaim meningkatkan pendapatan ekonomi nasional sebesar 21,2 sampai 21,6 persen serta menciptakan penyerapan tenaga kerja hingga 13,83 juta dalam 10 tahun terakhir.
(nng)
Lihat Juga :