WTO Putuskan AS Bersalah dalam Perang Dagang, Washington Ngamuk
loading...
A
A
A
Panel merekomendasikan Amerika Serikat untuk mengambil tindakan sesuai dengan kewajibannya, tetapi juga mendorong kedua belah pihak untuk bekerja untuk menyelesaikan sengketa secara keseluruhan. "Waktu tersedia bagi para pihak untuk mengambil keputusan saat proses berkembang dan lebih lanjut mempertimbangkan peluang untuk solusi yang disepakati bersama dan memuaskan," ungkapnya.
Selama perang perdagangan dua tahun dengan Beijing, Trump mengancam pengenaan tarif pada hampir semua impor asal China - lebih dari USD500 miliar - sebelum kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan Fase 1 Januari lalu. Data Bea Cukai AS menunjukkan, tarif tambahan masih berlaku untuk barang-barang China senilai sekitar USD370 miliar, dan bea masuk USD62,16 miliar telah dikumpulkan sejak Juli 2018.
Diketahui, Trump kerap menggambarkan WTO sebagai "mengerikan" dan bias terhadap China, dan sering mengancam untuk mundur. Ketika meninggalkan Gedung Putih untuk kampanye-kampanye, Trump mengatakan bahwa dia harus melakukan sesuatu tentang WTO karena lembaga itu menurutnya telah membiarkan China lolos dari kejahatan besar tanpa hukuman.
(Baca Juga: Kandidat Ketua WTO dari Saudi: WTO Perlu Kepemimpinan dan Reformasi)
Trump mengatakan bahwa dirinya perlu melihat lebih lanjut pada putusan tersebut. Akan tetapi, orang nomor satu AS itu menambahkan bahwa dirinya bukan penggemar berat WTO, dan mungkin keputusan lembaga itu sangat membantu pemerintahannya untuk membuat keputusan baru.
Mantan pejabat USTR yang membantu menulis laporan penting tentang pelanggaran kekayaan intelektual China yang mendahului tarif Trump Margaret Cekuta mengatakan, keputusan itu bisa memicu keputusan pemerintahan Trump untuk meninggalkan WTO atau mendukung argumen AS guna mereformasi badan perdagangan berusia 25 tahun tersebut.
"Ini menjadi amunisi bagi pemerintahan (Trump) untuk mengatakan WTO sudah ketinggalan zaman. Jika mereka tidak dapat memutuskan tentang hak kekayaan intelektual, lalu bagaimana posisi mereka dalam perekonomian yang lebih luas ke depan?" kata Cekuta.
Sebagai informasi, Trump yang mengkritik lembaga multilateral, telah keluar dari organisasi budaya PBB, UNESCO, dan juga berencana untuk meninggalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Selama perang perdagangan dua tahun dengan Beijing, Trump mengancam pengenaan tarif pada hampir semua impor asal China - lebih dari USD500 miliar - sebelum kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan Fase 1 Januari lalu. Data Bea Cukai AS menunjukkan, tarif tambahan masih berlaku untuk barang-barang China senilai sekitar USD370 miliar, dan bea masuk USD62,16 miliar telah dikumpulkan sejak Juli 2018.
Diketahui, Trump kerap menggambarkan WTO sebagai "mengerikan" dan bias terhadap China, dan sering mengancam untuk mundur. Ketika meninggalkan Gedung Putih untuk kampanye-kampanye, Trump mengatakan bahwa dia harus melakukan sesuatu tentang WTO karena lembaga itu menurutnya telah membiarkan China lolos dari kejahatan besar tanpa hukuman.
(Baca Juga: Kandidat Ketua WTO dari Saudi: WTO Perlu Kepemimpinan dan Reformasi)
Trump mengatakan bahwa dirinya perlu melihat lebih lanjut pada putusan tersebut. Akan tetapi, orang nomor satu AS itu menambahkan bahwa dirinya bukan penggemar berat WTO, dan mungkin keputusan lembaga itu sangat membantu pemerintahannya untuk membuat keputusan baru.
Mantan pejabat USTR yang membantu menulis laporan penting tentang pelanggaran kekayaan intelektual China yang mendahului tarif Trump Margaret Cekuta mengatakan, keputusan itu bisa memicu keputusan pemerintahan Trump untuk meninggalkan WTO atau mendukung argumen AS guna mereformasi badan perdagangan berusia 25 tahun tersebut.
"Ini menjadi amunisi bagi pemerintahan (Trump) untuk mengatakan WTO sudah ketinggalan zaman. Jika mereka tidak dapat memutuskan tentang hak kekayaan intelektual, lalu bagaimana posisi mereka dalam perekonomian yang lebih luas ke depan?" kata Cekuta.
Sebagai informasi, Trump yang mengkritik lembaga multilateral, telah keluar dari organisasi budaya PBB, UNESCO, dan juga berencana untuk meninggalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
(fai)