Industri Tembakau Nasional Harus Dilindungi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestarie Moerdijat telah menerima masukan sekaligus keluhan dari masyarakat industri hasil tembakau nasional yang disampaikan pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Satu di antara yang disepakatinya adalah rokok kretek sebagai bagian dari budaya nasional karena itu industri rokok nasional harus dilindungi. Agar niat baik dan keinginan dari masyarakat industri hasil tembakau tersebut bisa dipenuhi, Lestarie menyarankan perlunya diskusi dan pertemuan lanjutan khususnya dengan komisi-komisi terkait di DPR RI. (Baca: Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya)
“Saya sendiri sebagai anggota DPR RI akan menampung dan berusaha menyampaikan aspirasi dari masyarakat industri hasil tembakau ke komisi yang berkaitan di DPR RI,” kata Lestarie di Jakarta kemarin.
Menurutnya, isu tembakau selalu menjadi isu yang seksi dan hangat dibicarakan. Di satu sisi digugat oleh aktivis kesehatan. Di sisi lain, cukai rokok menjadi satu di antara sumber pendapatan negara. Bukan hanya lewat cukai, industri rokok juga membuka lapangan pekerjaan dan menggerakkan roda perekonomian nasional di kota maupun di daerah-daerah. Memberikan keuntungan dan pendapatan bagi negara dan masyarakat.
“Perlu diinventarisasikan hal-hal apa yang perlu menjadi prioritas DPR RI dan pemerintah. Hal ini yang perlu dibicarakan dalam pertemuan petani tembakau dengan DPR RI di pertemuan berikutnya. Kita harus mendudukan pada konteks yang tepat,” papar Lestarie. (Baca juga: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)
Masyarakat IHT yang diwakili Ketua APTI Jawa Barat Suryana merasa keberatan atas rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2021 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No 077/2020. Dalam PMK tersebut, selain akan kembali menarikan tarif cukai di tahun 2021, pemerintah juga berkeinginan memberlakukan simplifikasi penarikan cukai rokok.
Padahal, cukai rokok sudah dinaikkan pemerintah lewat PMK No 152/2019 sebesar 23%. Sementara rencana simplifikasi cukai hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar dari luar negeri dan mematikan industri rokok kelas menengah dan kecil yang berproduksi di Tanah Air. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)
“Jika industri rokok menengah dan kecil mati, akan menyusahkan para petani tembakau. Juga akan menciptakan monopoli industri dan produksi serta penjualan rokok di Tanah Air. Ini merugikan kita semua,” tegas Suryana. (Heru Febrianto)
Satu di antara yang disepakatinya adalah rokok kretek sebagai bagian dari budaya nasional karena itu industri rokok nasional harus dilindungi. Agar niat baik dan keinginan dari masyarakat industri hasil tembakau tersebut bisa dipenuhi, Lestarie menyarankan perlunya diskusi dan pertemuan lanjutan khususnya dengan komisi-komisi terkait di DPR RI. (Baca: Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya)
“Saya sendiri sebagai anggota DPR RI akan menampung dan berusaha menyampaikan aspirasi dari masyarakat industri hasil tembakau ke komisi yang berkaitan di DPR RI,” kata Lestarie di Jakarta kemarin.
Menurutnya, isu tembakau selalu menjadi isu yang seksi dan hangat dibicarakan. Di satu sisi digugat oleh aktivis kesehatan. Di sisi lain, cukai rokok menjadi satu di antara sumber pendapatan negara. Bukan hanya lewat cukai, industri rokok juga membuka lapangan pekerjaan dan menggerakkan roda perekonomian nasional di kota maupun di daerah-daerah. Memberikan keuntungan dan pendapatan bagi negara dan masyarakat.
“Perlu diinventarisasikan hal-hal apa yang perlu menjadi prioritas DPR RI dan pemerintah. Hal ini yang perlu dibicarakan dalam pertemuan petani tembakau dengan DPR RI di pertemuan berikutnya. Kita harus mendudukan pada konteks yang tepat,” papar Lestarie. (Baca juga: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)
Masyarakat IHT yang diwakili Ketua APTI Jawa Barat Suryana merasa keberatan atas rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2021 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No 077/2020. Dalam PMK tersebut, selain akan kembali menarikan tarif cukai di tahun 2021, pemerintah juga berkeinginan memberlakukan simplifikasi penarikan cukai rokok.
Padahal, cukai rokok sudah dinaikkan pemerintah lewat PMK No 152/2019 sebesar 23%. Sementara rencana simplifikasi cukai hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar dari luar negeri dan mematikan industri rokok kelas menengah dan kecil yang berproduksi di Tanah Air. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)
“Jika industri rokok menengah dan kecil mati, akan menyusahkan para petani tembakau. Juga akan menciptakan monopoli industri dan produksi serta penjualan rokok di Tanah Air. Ini merugikan kita semua,” tegas Suryana. (Heru Febrianto)
(ysw)