Siasat Pelaku Bisnis Sektor Perikanan Bertahan di Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 tak membuat para pengusaha di bidang perikanan menyerah. Mereka tetap berusaha bertahan, bahkan bisa tetap menggarap pasar internasional.
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi aneka sumber daya perikanan yang melimpah. Salah satu eksportir produk perikanan, Achmad Nizam, menceritakan cara dirinya merintis usaha ini dan menembus pasar Amerika Serikat.
Lewat PT Bahasi Mulia Utama, Nizam mengekspor rajungan ke Negeri Uwak Sam sejak tahun 2015. Dia menerangkan membutuhkan kedisplinan dan kerja keras karena Amerika Serikat memiliki standar kualitas sangat tinggi untuk produk yang boleh masuk ke negara yang dipimpin Donald Trump itu. ( Baca juga:Sirkulasi Udara Baik Bikin Nyaman Aktivitas di Rumah saat Pandemi )
Tantangan dalam eskpor ini adalah rajungan sangat mudah basi. Untuk itu, Nizam membuat produk hasil pasteurisasi yang dikemas dalam kaleng.
Potensi rajungan di laut Indonesia mencapai 60%. Dia mengklaim blue swimming crab terbaik ada di Laut Indonesia. Namun, para pengusaha Indonesia harus bersaing dengan produk rajungan dari berbagai negara.
“Importir lebih memilih membeli dari Vietnam, India, dan Tunisia. Akan tetapi, Amerika tetap mengambil dari Indonesia karena rajungan kita terbaik,” ujarnya dalam diskusi daring Kelas Inkubasi Startup Inovatif ke-5 (KINSOV 5) yang digelar Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (13/10/2020).
Nizam menerangkan biasanya membeli rajungan dari nelayan. Namun, ia dan timnya harus memilah lagi karena biasanya banyak rajungan yang tidak lolos uji kualitas untuk masuk ke Amerika Serikat.
Untuk menghindari kerugian, perusahaannya biasa menjual rajungan kelas dua (second grade crab) ke pasar dalam negeri. “Namanya rajungan legit. Hasilnya juga lumayan, tetapi tujuannya agar limbahnya tidak terlalu banyak terbuang,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, menjadi entrepreneur itu harus siap untuk rugi. Banyak orang latah terjun ke bisnis ini karena melihat produk yang bagus. Padahal, dibutuhkan kedisiplinan tinggi agar tidak tergerus pesaing.
“Di bisnis ini, competitor kita bukan hanya dari Indonesia. Akan tetapi, dari negara lain yang memiliki standar tinggi,” pungkasnya.
Sementara itu, Sudiarso, pelaku usaha sektor perikanan juga, mengungkapkan bahwa sebanyak 60% sumber daya ikan berada di wilayah Indonesia timur. Masalahnya, unit pengelolaan ikan (UPI) banyak di wilayah Indonesia barat, khususnya di Pulai Jawa.
Menurutnya, kondisi itu menjadi tantangan dalam bisnis sektor kelautan dan perikanan. Beberapa masalah yang dihadapi dunia usaha adalah biaya logistik yang tidak efisien, penurunan kualitas produk, dan minimnya sarana dan prasarana.
“Biaya transportasi ekspor lebih murah daripada biaya pengiriman domestik,” ujarnya di kesempatan yang sama.
Pria yang mengibarkan bendera usaha Kurnia Mitra Makmur itu menerangkan rantai bisnis di dunia perikanan, mulai dari budidaya atau menangkap di laut lepas. Setelah itu, ikan dikirim ke pasar segar atau UPI. ( Baca juga:Tiga Bank Syariah Digabung, Siap Naik Kelas Nih! )
Dari Unit pengelolaan itu, ikan akan disebar ke beberapa sektor usaha, seperti katering, pasar modern di kota besar, restoran dan kafe, serta hotel. Bahkan, sebagian ikan itu diekspor ke luar negeri.
Namun, bisnis tak luput dari hantaman pandemi Covid-19. Menurut Sudiarso, bisnisnya mengalami penurunan omzet 30%. Salah satu yang membuat usahanya menurun adalah tidak berjalannya bisnis jasa penginapan atau hotel.
Sudiarso tak begitu saja menyerah. Dia pun memutar otak dan sekarang memproduksi aneka produk frozen. Produk ini sedang diminati karena masyarakat ingin makanan yang tinggal masak. “Ikan yang tadinya bernilai ekonomi rendah, kalau diolah bisa menjadi mahal,” pungkasnya.
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi aneka sumber daya perikanan yang melimpah. Salah satu eksportir produk perikanan, Achmad Nizam, menceritakan cara dirinya merintis usaha ini dan menembus pasar Amerika Serikat.
Lewat PT Bahasi Mulia Utama, Nizam mengekspor rajungan ke Negeri Uwak Sam sejak tahun 2015. Dia menerangkan membutuhkan kedisplinan dan kerja keras karena Amerika Serikat memiliki standar kualitas sangat tinggi untuk produk yang boleh masuk ke negara yang dipimpin Donald Trump itu. ( Baca juga:Sirkulasi Udara Baik Bikin Nyaman Aktivitas di Rumah saat Pandemi )
Tantangan dalam eskpor ini adalah rajungan sangat mudah basi. Untuk itu, Nizam membuat produk hasil pasteurisasi yang dikemas dalam kaleng.
Potensi rajungan di laut Indonesia mencapai 60%. Dia mengklaim blue swimming crab terbaik ada di Laut Indonesia. Namun, para pengusaha Indonesia harus bersaing dengan produk rajungan dari berbagai negara.
“Importir lebih memilih membeli dari Vietnam, India, dan Tunisia. Akan tetapi, Amerika tetap mengambil dari Indonesia karena rajungan kita terbaik,” ujarnya dalam diskusi daring Kelas Inkubasi Startup Inovatif ke-5 (KINSOV 5) yang digelar Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (13/10/2020).
Nizam menerangkan biasanya membeli rajungan dari nelayan. Namun, ia dan timnya harus memilah lagi karena biasanya banyak rajungan yang tidak lolos uji kualitas untuk masuk ke Amerika Serikat.
Untuk menghindari kerugian, perusahaannya biasa menjual rajungan kelas dua (second grade crab) ke pasar dalam negeri. “Namanya rajungan legit. Hasilnya juga lumayan, tetapi tujuannya agar limbahnya tidak terlalu banyak terbuang,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, menjadi entrepreneur itu harus siap untuk rugi. Banyak orang latah terjun ke bisnis ini karena melihat produk yang bagus. Padahal, dibutuhkan kedisiplinan tinggi agar tidak tergerus pesaing.
“Di bisnis ini, competitor kita bukan hanya dari Indonesia. Akan tetapi, dari negara lain yang memiliki standar tinggi,” pungkasnya.
Sementara itu, Sudiarso, pelaku usaha sektor perikanan juga, mengungkapkan bahwa sebanyak 60% sumber daya ikan berada di wilayah Indonesia timur. Masalahnya, unit pengelolaan ikan (UPI) banyak di wilayah Indonesia barat, khususnya di Pulai Jawa.
Menurutnya, kondisi itu menjadi tantangan dalam bisnis sektor kelautan dan perikanan. Beberapa masalah yang dihadapi dunia usaha adalah biaya logistik yang tidak efisien, penurunan kualitas produk, dan minimnya sarana dan prasarana.
“Biaya transportasi ekspor lebih murah daripada biaya pengiriman domestik,” ujarnya di kesempatan yang sama.
Pria yang mengibarkan bendera usaha Kurnia Mitra Makmur itu menerangkan rantai bisnis di dunia perikanan, mulai dari budidaya atau menangkap di laut lepas. Setelah itu, ikan dikirim ke pasar segar atau UPI. ( Baca juga:Tiga Bank Syariah Digabung, Siap Naik Kelas Nih! )
Dari Unit pengelolaan itu, ikan akan disebar ke beberapa sektor usaha, seperti katering, pasar modern di kota besar, restoran dan kafe, serta hotel. Bahkan, sebagian ikan itu diekspor ke luar negeri.
Namun, bisnis tak luput dari hantaman pandemi Covid-19. Menurut Sudiarso, bisnisnya mengalami penurunan omzet 30%. Salah satu yang membuat usahanya menurun adalah tidak berjalannya bisnis jasa penginapan atau hotel.
Sudiarso tak begitu saja menyerah. Dia pun memutar otak dan sekarang memproduksi aneka produk frozen. Produk ini sedang diminati karena masyarakat ingin makanan yang tinggal masak. “Ikan yang tadinya bernilai ekonomi rendah, kalau diolah bisa menjadi mahal,” pungkasnya.
(uka)