Pengusaha Mal: Perlakuan Terhadap Ritel Online Seperti Anak Emas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI ) Alphonzus Widjaja mengungkapkan, kehadiran ritel daring (online) menjadi salah satu tantangan bagi pelaku ritel luring (offline). Akan tetapi bukan berarti ritel daring menjadi ancaman, namun peritel luring hanya perlu lebih berinovasi. ( Baca juga:Pak Jokowi! Pedagang di Mal Minta Pajaknya Dibebaskan )
Seperti diketahui, platform belanja daring atau e-commerce semakin menjamur di Indonesia. Apalagi di saat pandemi Covid-19 , ritel daring pun semakin masif berkembang, di tengah kondisi ritel luring yang terpuruk.
Pihak APPBI juga mempuyai catatan, yakni aturan pilih kasih pada perundang-undangan Indonesia terhadap ritel luring dan daring. Tak ayal, kehadiran ritel berbasis daring ini sangat menggangu.
"Jadi, online itu kan relatif bebas pajak, bebas kewajiban macam-macam sehingga harga jual mereka bisa jauh lebih murah dari pada offline," ujar Alphonzus dalam acara MarkPlus Industry, Jumat (16/10/2020).
Dia menjelaskan, tidak adanya aturan yang setara atau level playing field antara daring dan luring menjadi sangat merugikan bagi peritel luring. Dan akhirnya, sistem ini yang membuat banyak gerai ritel terpaksa tutup.
"Masalahnya yakni adalah perlakuan terhadap online yang memang betul-betul seperti anak emas. Dan offline ini anak tiri. Hal ini yang menurut saya membahayakan," ungkap dia. ( Baca juga:Pembayaran Klaim Sisa Rp4 T, Pemerintah Masih Lakukan Verifikasi )
Kemudian, lanjut dia, kehadiran ritel daring pada dasarnya tantangan biasa yang harus dihadapi seiring perkembangan zaman. Maka itu pasca-pandemi, ritel luring harus mampu berinovasi agar bisa kembali menggaet pasar yang sempat tergerus.
"Menurut saya tidak perlu dikhawatirkan. Setiap zaman selalu ada tantangan, dan kali ini dengan online, tapi kita bisa cari inovasi untuk hadapi itu," tutur dia.
Seperti diketahui, platform belanja daring atau e-commerce semakin menjamur di Indonesia. Apalagi di saat pandemi Covid-19 , ritel daring pun semakin masif berkembang, di tengah kondisi ritel luring yang terpuruk.
Pihak APPBI juga mempuyai catatan, yakni aturan pilih kasih pada perundang-undangan Indonesia terhadap ritel luring dan daring. Tak ayal, kehadiran ritel berbasis daring ini sangat menggangu.
"Jadi, online itu kan relatif bebas pajak, bebas kewajiban macam-macam sehingga harga jual mereka bisa jauh lebih murah dari pada offline," ujar Alphonzus dalam acara MarkPlus Industry, Jumat (16/10/2020).
Dia menjelaskan, tidak adanya aturan yang setara atau level playing field antara daring dan luring menjadi sangat merugikan bagi peritel luring. Dan akhirnya, sistem ini yang membuat banyak gerai ritel terpaksa tutup.
"Masalahnya yakni adalah perlakuan terhadap online yang memang betul-betul seperti anak emas. Dan offline ini anak tiri. Hal ini yang menurut saya membahayakan," ungkap dia. ( Baca juga:Pembayaran Klaim Sisa Rp4 T, Pemerintah Masih Lakukan Verifikasi )
Kemudian, lanjut dia, kehadiran ritel daring pada dasarnya tantangan biasa yang harus dihadapi seiring perkembangan zaman. Maka itu pasca-pandemi, ritel luring harus mampu berinovasi agar bisa kembali menggaet pasar yang sempat tergerus.
"Menurut saya tidak perlu dikhawatirkan. Setiap zaman selalu ada tantangan, dan kali ini dengan online, tapi kita bisa cari inovasi untuk hadapi itu," tutur dia.
(uka)