30 Prediksi Konsumen di NEW Normal (2)
loading...
A
A
A
Yuswohady
Managing Partner Inventure
Covid-19 telah mengubah perilaku konsumen dengan sangat ekstrim, mendasar, dan super cepat. Perubahan yang harusnya berjalan selama lima tahun kini kini "dimampatkan" hanya dalam 2-3 bulan. Akibatnya konsumen jungkir-balik beradaptasi menuju kenormalan baru (new normal).
Bagaimana kira-kira kondisi perilaku konsumen di kenormalan baru saat pandemi telah lewat? Seperti telah saya uraikan dalam kolom minggu lalu, total ada 30 prediksi dimana 15 di antaranya sudah saya jelaskan, dan berikut ini adalah 15 prediksi sisanya. (Baca: 30 Prediksi Konsumen di New Normal (1))
#16. Jamu Is the New Espresso
Jamu menjadi minuman yang paling banyak dicari saat ini. Ketika para ahli mengatakan bahwa mpon-mpon yang merupakan bahan dasar minuman jamu dapat menangkal virus Covid-19, jamu langsung laris manis di pasaran. Wabah Covid-19 menjadikan jamu sebagai lifestyle. Jamu is the new espresso.
#17. Halal (Thoyyiban) Becomes Mainstream
Kita tidak tak akan pernah lupa dengan kota Wuhan terutama pasarnya yang menjadi awal mula penyebaran virus. Khususnya kaum muslim, bayangan muram pasar Wuhan adalah wujud dari penyiapan dan pengolahan makanan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip halal dan thoyyiban. Maka Covid-19 pun membawa hikmah bagi kaum muslim, yaitu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya halal dan thoyyiban.
#18. Paylater Solution
Di tengah kecemasan dan ketidakpastian akibat Covid-19, sebisa mungkin konsumen membatasi atau menunda pengeluaran yang bersifat cash. In time of crisis cash is king. Maka layanan paylater yang diberikan oleh bank, perusahaan fintech, dan platform ecommerce seperti GoPay, OVO, atau Tokopedia menjadi solusi bagi konsumen untuk berbagai transaksi.
#19. The Future of Traveling
Bahkan ketika ancaman virus terus mengintai, kita tetap akan berlibur tapi dalam situasi dan kondisi yang bisa dikontrol dan tak terpapar virus. Travellers kian sadar melakukan self social distancing. Karena itu staycation dan wellness tour akan menjadi pilihan. Travelling kian menjadi aktivitas individual bukan lagi grup. Niche tourism lebih berkembang daripada mass tourism. Dan virtual tourism dengan teknologi VR (virtual reality) akan berkembang pesat.
#20. Virtual Experience Is the Nex Big Thing
Konser musik, event olahraga, hingga konferensi/pameran dibatalkan di seluruh dunia. Sebagai gantinya: virtual concert, virtual sport, virtual conference/seminar, virtual exhibition. Ketika self distancing bakal berlangsung lama, maka virtual experience akan menjadi sesuatu banget. Keunggulannya: “more efficent, more convenient, more personal”.
#21. The Emerging VirSocial
Aktivitas bersama-sama baik nongkrong, olahraga, senam, meditasi dan yoga, hingga nge-gamedilakukan secara virtual. Kami menyebutnya “VirSocial” (virtual social). Beberapa minggu terakhir misalnya, marak aktivitas “nongkrong” temen-teman sekantor, sekampung, sekomunitas, atau sesama alumni SD hingga kuliah yang dilakukan via Zoom. Ini adalah kebiasaan baru yang sebelumnya tak dikenal.
#22. Flexible Working Hours: From “9-to-5” to “3-to-2”
Dalam buku Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan, ke depan milenial “membunuh” jam kerja “9-to-5”. Rupanya Covid-19 membunuhnya lebih cepat. Dengan work from home (WFH), karyawan bereksperimen menjalankan pola kerja flexible working hour (FWH). Maka jam kerja “9-to-5” nantinya akan berubah menjadi “3-to-2” yaitu jam kerja 3 hari di kantor dan 2 hari di rumah dalam seminggu.
#23. The Birth of Zoom Generation
Kalau generasi milenial sering disebut “Instagram Generation” dan Gen-Z adalah “Snapchat Generation”. Maka setelahnya, kita akan menyongsong lahirnya “Zoom Generation”. Kalau generasi milenial dan Gen-Z tumbuh di tengah keajaiban teknologi digital (internet, media sosial, tech startup), Generasi Zoom tumbuh di tengah dunia yang rapuh oleh ancaman pandemi dan risiko hidup yang tinggi. Maka Zoom menjadi “the new Google”.
#24. Cloud Lifestyle
Kebiasaan baru work from home, tuntutan collaborative working, dan maraknya gig economy akan mendorong melonjaknya penggunaan platform sharing yang tersedia via cloud. Maka konsumsi layanan cloud baik SaaS (software as a services), IaaS (infrastructure as a services), PaaS (platform as a services) akan masuk babak baru pertumbuhan eksponensial. Tren ini akan memunculkan cloud lifestyle dimana karyawan bisa bekerja dengan aplikasi dan data yang tersimpan di cloud dan bisa diakses di manapun dan kapanpun.
#25. Telemedicine: from Visit to Virtual
Blessing in disguise, krisis pandemi akan menjadi akselerator revolusi di dunia kesehatan yaitu telemedicine dan virtual health. Seperti halnya remote working dan online learning, konsumen dipaksa untuk mengadopsi gaya baru berobat yaitu secara virtual.
#26. Online+Home-Schooling
Covid-19 memicu dua tren sekaligus dalam proses pembelajaran. Pertama pembelajaran secara online (“online-schooling”) dengan menggunakan platform digital. Kedua peran orang tua yang semakin besar dalam proses pembelajaran anak (”home-schooling”). Saya menyebut dua tren ini: “online+home-schooling”. Online+home-schooling mengubah secara mendasar wajah dunia pendidikan ke depan.
#27. Ibadah Virtual
Covid-19 turut mengubah perilaku masyarakat dalam beribadah. Sholat berjamaah sementara tidak bisa dilakukan, begitu pula kebaktian atau ibadah di gereja. Solusinya adalah melakukan ibadah secara virtual. Untuk umat Nasrani bisa melakukan ibadah secara virtual dengan live streaming. Bagi umat muslim sholat jamaah di masjid diganti dengan sholat di rumah. Namun, dakwah atau pengajian masih bisa dilakukan secara virtual.
#28. The Rise of Empathy and Solidarity
Krisis Covid-19 merupakan bencana kemanusiaan paling dahsyat abad ini dengan korban nyawa manusia yang begitu besar. Hikmahnya, Covid-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Covid-19 telah menciptakan masyarakat baru yang empatik, penuh cinta, dan welas asih terhadap sesamanya. Sesuatu yang langka ketika wabah belum mendera.
#29. From Drone Parenting to Positive Parenting
Covid-19 bahkan mengubah pela pengasuhan anak (parenting style). Ketika work from homememungkinkan orang tua banyak berkumpul dengan anak, maka pola pengasuhan yang efektif adalah “positive parenting“ dimana orang tua secara proaktif menjelaskan perilaku yang baik dan dan mengajak anak untuk sama-sama memahami situasi sulit ini. Ini berbeda dengan “drone parenting“ ala milenial yang membebaskan anak untuk mengeksplorasi banyak hal sementara orang tua memantau dari jauh.
#30. More Suffering, More Religious
Di tengah krisis Covid-19, agama menjadi tempat bersandar mencari ketenangan sekaligus harapan. Sebagian besar masyarakat menganggap krisis ini adalah bencana atau hukuman yang diberikan Tuhan, bahkan dianggap tanda-tanda hari akhir akan tiba. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, cobaan Covid-19 semakin mendekatkan mereka kepada Tuhan. Karena di tengah wabah ajal bisa setiap saat datang maka mereka memperbanyak amal-ibadah untuk bekal ke akherat.
Managing Partner Inventure
Covid-19 telah mengubah perilaku konsumen dengan sangat ekstrim, mendasar, dan super cepat. Perubahan yang harusnya berjalan selama lima tahun kini kini "dimampatkan" hanya dalam 2-3 bulan. Akibatnya konsumen jungkir-balik beradaptasi menuju kenormalan baru (new normal).
Bagaimana kira-kira kondisi perilaku konsumen di kenormalan baru saat pandemi telah lewat? Seperti telah saya uraikan dalam kolom minggu lalu, total ada 30 prediksi dimana 15 di antaranya sudah saya jelaskan, dan berikut ini adalah 15 prediksi sisanya. (Baca: 30 Prediksi Konsumen di New Normal (1))
#16. Jamu Is the New Espresso
Jamu menjadi minuman yang paling banyak dicari saat ini. Ketika para ahli mengatakan bahwa mpon-mpon yang merupakan bahan dasar minuman jamu dapat menangkal virus Covid-19, jamu langsung laris manis di pasaran. Wabah Covid-19 menjadikan jamu sebagai lifestyle. Jamu is the new espresso.
#17. Halal (Thoyyiban) Becomes Mainstream
Kita tidak tak akan pernah lupa dengan kota Wuhan terutama pasarnya yang menjadi awal mula penyebaran virus. Khususnya kaum muslim, bayangan muram pasar Wuhan adalah wujud dari penyiapan dan pengolahan makanan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip halal dan thoyyiban. Maka Covid-19 pun membawa hikmah bagi kaum muslim, yaitu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya halal dan thoyyiban.
#18. Paylater Solution
Di tengah kecemasan dan ketidakpastian akibat Covid-19, sebisa mungkin konsumen membatasi atau menunda pengeluaran yang bersifat cash. In time of crisis cash is king. Maka layanan paylater yang diberikan oleh bank, perusahaan fintech, dan platform ecommerce seperti GoPay, OVO, atau Tokopedia menjadi solusi bagi konsumen untuk berbagai transaksi.
#19. The Future of Traveling
Bahkan ketika ancaman virus terus mengintai, kita tetap akan berlibur tapi dalam situasi dan kondisi yang bisa dikontrol dan tak terpapar virus. Travellers kian sadar melakukan self social distancing. Karena itu staycation dan wellness tour akan menjadi pilihan. Travelling kian menjadi aktivitas individual bukan lagi grup. Niche tourism lebih berkembang daripada mass tourism. Dan virtual tourism dengan teknologi VR (virtual reality) akan berkembang pesat.
#20. Virtual Experience Is the Nex Big Thing
Konser musik, event olahraga, hingga konferensi/pameran dibatalkan di seluruh dunia. Sebagai gantinya: virtual concert, virtual sport, virtual conference/seminar, virtual exhibition. Ketika self distancing bakal berlangsung lama, maka virtual experience akan menjadi sesuatu banget. Keunggulannya: “more efficent, more convenient, more personal”.
#21. The Emerging VirSocial
Aktivitas bersama-sama baik nongkrong, olahraga, senam, meditasi dan yoga, hingga nge-gamedilakukan secara virtual. Kami menyebutnya “VirSocial” (virtual social). Beberapa minggu terakhir misalnya, marak aktivitas “nongkrong” temen-teman sekantor, sekampung, sekomunitas, atau sesama alumni SD hingga kuliah yang dilakukan via Zoom. Ini adalah kebiasaan baru yang sebelumnya tak dikenal.
#22. Flexible Working Hours: From “9-to-5” to “3-to-2”
Dalam buku Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan, ke depan milenial “membunuh” jam kerja “9-to-5”. Rupanya Covid-19 membunuhnya lebih cepat. Dengan work from home (WFH), karyawan bereksperimen menjalankan pola kerja flexible working hour (FWH). Maka jam kerja “9-to-5” nantinya akan berubah menjadi “3-to-2” yaitu jam kerja 3 hari di kantor dan 2 hari di rumah dalam seminggu.
#23. The Birth of Zoom Generation
Kalau generasi milenial sering disebut “Instagram Generation” dan Gen-Z adalah “Snapchat Generation”. Maka setelahnya, kita akan menyongsong lahirnya “Zoom Generation”. Kalau generasi milenial dan Gen-Z tumbuh di tengah keajaiban teknologi digital (internet, media sosial, tech startup), Generasi Zoom tumbuh di tengah dunia yang rapuh oleh ancaman pandemi dan risiko hidup yang tinggi. Maka Zoom menjadi “the new Google”.
#24. Cloud Lifestyle
Kebiasaan baru work from home, tuntutan collaborative working, dan maraknya gig economy akan mendorong melonjaknya penggunaan platform sharing yang tersedia via cloud. Maka konsumsi layanan cloud baik SaaS (software as a services), IaaS (infrastructure as a services), PaaS (platform as a services) akan masuk babak baru pertumbuhan eksponensial. Tren ini akan memunculkan cloud lifestyle dimana karyawan bisa bekerja dengan aplikasi dan data yang tersimpan di cloud dan bisa diakses di manapun dan kapanpun.
#25. Telemedicine: from Visit to Virtual
Blessing in disguise, krisis pandemi akan menjadi akselerator revolusi di dunia kesehatan yaitu telemedicine dan virtual health. Seperti halnya remote working dan online learning, konsumen dipaksa untuk mengadopsi gaya baru berobat yaitu secara virtual.
#26. Online+Home-Schooling
Covid-19 memicu dua tren sekaligus dalam proses pembelajaran. Pertama pembelajaran secara online (“online-schooling”) dengan menggunakan platform digital. Kedua peran orang tua yang semakin besar dalam proses pembelajaran anak (”home-schooling”). Saya menyebut dua tren ini: “online+home-schooling”. Online+home-schooling mengubah secara mendasar wajah dunia pendidikan ke depan.
#27. Ibadah Virtual
Covid-19 turut mengubah perilaku masyarakat dalam beribadah. Sholat berjamaah sementara tidak bisa dilakukan, begitu pula kebaktian atau ibadah di gereja. Solusinya adalah melakukan ibadah secara virtual. Untuk umat Nasrani bisa melakukan ibadah secara virtual dengan live streaming. Bagi umat muslim sholat jamaah di masjid diganti dengan sholat di rumah. Namun, dakwah atau pengajian masih bisa dilakukan secara virtual.
#28. The Rise of Empathy and Solidarity
Krisis Covid-19 merupakan bencana kemanusiaan paling dahsyat abad ini dengan korban nyawa manusia yang begitu besar. Hikmahnya, Covid-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Covid-19 telah menciptakan masyarakat baru yang empatik, penuh cinta, dan welas asih terhadap sesamanya. Sesuatu yang langka ketika wabah belum mendera.
#29. From Drone Parenting to Positive Parenting
Covid-19 bahkan mengubah pela pengasuhan anak (parenting style). Ketika work from homememungkinkan orang tua banyak berkumpul dengan anak, maka pola pengasuhan yang efektif adalah “positive parenting“ dimana orang tua secara proaktif menjelaskan perilaku yang baik dan dan mengajak anak untuk sama-sama memahami situasi sulit ini. Ini berbeda dengan “drone parenting“ ala milenial yang membebaskan anak untuk mengeksplorasi banyak hal sementara orang tua memantau dari jauh.
#30. More Suffering, More Religious
Di tengah krisis Covid-19, agama menjadi tempat bersandar mencari ketenangan sekaligus harapan. Sebagian besar masyarakat menganggap krisis ini adalah bencana atau hukuman yang diberikan Tuhan, bahkan dianggap tanda-tanda hari akhir akan tiba. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, cobaan Covid-19 semakin mendekatkan mereka kepada Tuhan. Karena di tengah wabah ajal bisa setiap saat datang maka mereka memperbanyak amal-ibadah untuk bekal ke akherat.
(ysw)