Sertifikasi Profesi Jamin Standar Kompetensi Tenaga Kerja

Sabtu, 07 November 2020 - 10:07 WIB
loading...
A A A
Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti pentingnya memiliki sertifikasi profesi . Hal ini pun ditegaskan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengatakan, saat ini sertifikasi belum jadi kebutuhan para pekerja karena masih sebatas untuk kegiatan formalitas. Terlebih, sertifikasi profesi pekerja di Indonesia saat ini belum menjadi acuan kualitas SDM.

"Banyak keluhan sertifikasi yang mahal, selain itu juga belum menjadi acuan kualitas SDM apabila mendaftar ke perusahaan," tambahnya. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)

Tentunya, dengan banyaknya profesi baru yang memiliki sertifikat khusus akan memunculkan standar kompetensi SDM. Standar tersebut menjadi sebuah acuan penilaian apakah pekerja sudah memenuhi standar atau belum sehingga daya saing SDM Tanah Air dan produktivitas pekerja akan meningkat.

Untuk meningkatkan sertifikasi para pekerja dapat dilakukan terobosan dengan mewajibkan sertifikasi di bidang tertentu yang memegang peranan penting di sebuah perusahaan seperti posisi manajer dan tenaga ahli yang harus tersertifikasi.

"Kalau tidak memiliki sertifikat, ya tidak boleh menjabat. Banyak kasus di perusahaan, pelanggaran norma karena tidak mengerti atau kurang profesionalnya pejabat perusahaan yang menangani SDM karena mereka tidak bersertifikat keahlian yang sesuai dengan posisi mereka," jelas Bob.

Selain itu, untuk mendorong sertifikasi pemerintah dapat mewajibkan 10 profesi pada tahun ini untuk wajib memiliki sertifikasi, lalu 50 profesi pada tahun depan sehingga dalam 5 tahun ke depan terdapat 350 profesi yang wajib tersertifikasi. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)

Bahkan di Amerika Serikat, menurut Bob, profesi potong rambut dan ahli make up harus memiliki sertifikat sebagai bentuk perlindungan konsumen dan menjadi bukti hak paten atas karya mereka. "Indonesia seharusnya seperti itu, walaupun sudah ada beberapa profesi yang memegang sertifikat keahliannya," tambahnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Erika Ferdinata menuturkan, sertifikasi pekerja di sektor konstruksi masih terkendala karena sertifikasi baru dilakukan saat perusahaan mengikuti tender, terutama untuk proyek pemerintah.

Seharusnya, sertifikasi profesi adalah kesadaran dari para pekerja konstruksi itu sendiri. Bukan karena ikut tender baru pekerjanya besertifikat. "Kalau sistemnya seperti itu kan karena mengikuti kepentingan perusahaan. Salah satu syarat tender, ya pekerjanya harus ada sertifikasi," jelasnya. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)

Untuk bisa mendorong sertifikasi profesi dapat dilakukan dengan cara digital sehingga mempermudah para pekerja untuk mengurus sertifikasi sendiri. Selain itu, dengan sertifikasi secara digital biaya yang dikeluarkan para pekerja tidak banyak karena tidak perlu mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi apabila lokasinya jauh.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2369 seconds (0.1#10.140)