Bermula dari UMKM, Sinar Mas Tak Lupa Asal

Kamis, 12 November 2020 - 18:58 WIB
loading...
A A A
Terkait keberadaan dalam rantai pasok, Staf Khusus Menkop UKM Riza A Damanik yang berpendapat bahwa pada sisi produksi, UMKM di Indonesia meskipun ditunjang populasi sumber daya manusia yang besar serta sumber daya alam yang cukup kaya, masih memiliki persoalan pada keterhubungan dengan industri besar.

"Mereka tidak berada dalam rantai pasok yang sama. Jika kita lihat dari krisis yang terjadi, baik di tahun 1998 maupun 2008, yang semakin besar adalah usaha mikro, bukan usaha kecil dan menengah. Ada ketidakterhubungan antara pengembangan industri nasional dengan usaha menengah," ujarnya.

Karena itu, kata dia, langkah pengembangan yang akan dilakukan pemerintah adalah menempatkan UMKM dan industri besar dalam gelanggang yang sama. Riza mengambil contoh sektor pangan yang selama pandemi tetap menunjukkan pertumbuhan yang baik.

"Di sisi hulu praktis tidak ada masalah, namun penyerapannya mengalami pelambatan karena adanya pembatasan aktivitas, serta imbas perubahan pola konsumsi kelas menengah. Terjadi ketidakpastian penyerapan produk usaha kecil kita," tuturnya.

Karena itu, Kemenkop UKM lantas berupaya memperluas peran koperasi guna menyerap produk UMKM, dan pada saat bersamaan menghubungkannya dengan perusahaan, baik BUMN maupun swasta.

Meminjam istilah dari Presiden Joko Widodo, Teten menyebut langkah ini sebagai korporatisasi UMKM. "Kami coba memulai di sektor pangan, di mana pemerintah mendorong para petani, peternak maupun nelayan untuk membentuk kelompok, mengelola lahan dengan skala ekonomi yang memadai, dengan pengonsolidasian menggunakan kelembagaan koperasi. Harapannya para petani akan mampu mengolah hasil pertaniannya sehingga memiliki nilai tambah, dapat terhubung ke pasar melalui koperasi, smentara off taker-nya dapat berasal dari swasta maupun pemerintah," katanya.

(Baca Juga: UMKM Didorong Mandiri Saat Menghadapi Pandemi Covid-19)

Sementara, Franky Sibarani menyampaikan, Indeks Kebijakan UMKM Indonesia yang masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara menunjukkan pentingnya penanganan terpadu dari pemerintah, berikut pendampingan intensif. Dengan jumlah petani mencapai 33 juta orang, berikut UMKM sebanyk 64 juta, dirinya menyarankan ketersediaan insentif bagi para pihak seperti dunia usaha atau perguruan tinggi yang berkomitmen melakukan pendampingan, atau mengakselarasi.

Ia mengambil contoh kemitraan dalam rantai bisnis antara perusahaan dengan para petani kelapa sawit, yang skalanya besar, berlangsung lama dan berhasil baik, hingga direplikasi oleh sektor pangan lainnya. "Mereka terkendala pada sisi permodalan, pengetahuan, dukungan teknologi, serta akses pasar. Kehadiran UU Cipta Kerja yang memberikan kemudahan berusaha, dapat menjadi karpet merah bagi UMKM untuk berjaya," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, pendiri akselarator UMKM, GK Hebat Kaesang Pangarep menyebut rendahnya angka kewirausahaan di Indonesia karena sulitnya akses pendanaan. Berdasarkan pengalamannya, ia menyarankan para calon pengusaha muda mengeksplorasi setiap bidang maupun celah bisnis yang ada, hingga di masa 10 hingga 15 tahun mendatang benar-benar dapat mengetahui, kemudian menetapkan fokus pada bidang usaha yang diminati.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2401 seconds (0.1#10.140)