Ketahanan Pangan Terjaga Petani Sejahtera

Sabtu, 21 November 2020 - 06:17 WIB
loading...
Ketahanan Pangan Terjaga Petani Sejahtera
Pangan menjadi sektor yang paling kuat menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh positif pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2020. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pangan menjadi sektor yang paling kuat menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh positif pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2020. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing tumbuh sebesar 2,19% dan 2,15%.

Kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan selama ini memberikan kontribusi terbesar kedua, yakni 14,68%. Sementara itu sektor penyumbang utama yakni industri pengolahan berkontribusi 19,86%, pada kuartal ketiga ini. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)

Sektor pangan tentu dapat diandalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi sosial dan politik dalam situasi pandemi. Peningkatan pertumbuhan sektor pangan yang sangat strategis sangat dibutuhkan karena pembangunan ekonomi akan berkelanjutan apabila didukung ketahanan pangan. Tidak boleh lupa kesejahteraan para petani, nelayan juga peternak patut diperhatikan.

Diperlukan pembenahan sektor pertanian secara fundamental yang dilakukan pemerintah bersama pihak swasta. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky Oesman Widjaja mengatakan, perlu dilakukan perbaikan ekosistem dari hulu hingga hilir.

Sejauh ini baru industri minyak sawit yang memiliki ekosistem lengkap dari hulu-hilir. Komoditas lain seperti perkebunan, peternakan, dan perikanan masih belum lengkap. "Meskipun masih kuat saat pandemi, namun komoditas pangan juga menghadapi berbagai persoalan seperti lahan, benih, pupuk, irigasi, pembiayaan, pemasaran, serta sarana dan prasarana pertanian juga fasilitas penyimpanan," paparnya di Jakarta kemarin. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)

Sektor lain yang masih menghadapi kendala yakni sektor peternakan dengan masalah bibit, lahan, pembiayaan, dan kelembagaan peternak. Sektor perikanan menghadapi masalah pada urusan cold storage, pembiayaan, logistik, serta sarana dan prasarana.

Franky menjelaskan, persoalan tersebut dapat diatasi dengan skema yang diinisiasi Kadin yakni inclusive closed loop (rantai pasok terintegrasi). "Ini skema kemitraan saling menguntungkan dari hulu-hilir sehingga keberlanjutan produksi terjaga dan petani, peternak, dan nelayan sejahtera," ungkapnya.

Komite Tetap Hortikultura Kadin Indonesia, Karen Tambayong, mengatakan, skema tersebut akan membantu peningkatan produktivitas secara masif karena berorientasi pasar. Alasannya, selama ini kebanyakan petani masih melakukan penanaman sendiri sehingga tidak mendapatkan informasi yang tepat. Sehingga dibutuhkan pusat layanan teknologi pertanian yang siap pakai dan mudah diakses. "Pertanian Indonesia juga memerlukan pangkalan data nasional yang akan mempermudah menghubungkan petani dan pasar juga pengusaha yang bermain di rantai pasok," ungkapnya.

Selain itu, di era digitalisasi para pelaku di sektor pertanian pun akan dimudahkan dengan pasar induk berjejaring nasional. Sudah ada pasar induk nasional, namun belum berjejaring hingga daerah. Jika berjejaring, petani akan dapat data yang benar dan aktual. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus tetap Dilakukan di Masa Pandemi)

Hal yang paling penting, saat ini petani dihubungkan langsung dengan pasar dan pasar juga dapat menentukan komoditas apa yang dibutuhkan. "Dengan begitu, petani yakin apa yang ditanam akan menghasilkan karena sesuai yang diinginkan oleh pasar. Kesejahteraan petani pun dapat diraih," sambungnya.

Ketahanan pangan pun menjadi program sejumlah kementerian. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), misalnya, mendukung upaya pencapaian ketahanan pangan nasional melalui pembangunan irigasi dan bendungan di berbagai wilayah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan, air menjadi bagian terkecil dalam mendukung pertanian. Hanya 18%, namun jika tidak tersedia pertanian pun tidak berhasil. Air rentan terhadap dinamika iklim, maka sangat penting membangun jaringan irigasi dan bendungan.

Kini terdapat 7,3 juta hektare lahan irigasi tetapi, per 2014, bendungan baru bisa menyuplai 11% kebutuhannya. Tahun 2019 bertambah menjadi sekitar 12%. “Pada 2024, kalau 61 bendungan yang direncanakan selesai dibangun akan meningkatkan suplai air ke jaringan irigasi mencapai 16%,” katanya. Tahun ini ada empat bendungan yang selesai dikerjakan, yaitu Bendungan Tukul di Pacitan, Jawa Timur; Bendungan Tapin di Kalimantan Selatan; Passelloreng di Wajo, Sulawesi Selatan; dan Napungete di Sikka, NTT. (Baca juga: Demi Langit Biru, Premium Dihapus?)

Berbeda dengan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengerahkan pengetahuan dan perkembangan teknologi untuk memanfaatkan kondisi lingkungan bagi ketahanan pangan. Selain itu, fokus Kementerian LHK untuk memastikan setiap pembangunan berbasis lahan harus selalu aman untuk pemulihan lingkungannya. "Dalam setiap perencanaan kita menyoroti wilayah jelajah satwa karena kita sudah tidak boleh lagi mengulang fragmentasi wilayah jelajah satwa," kata Menteri LKH Siti Nurbaya.

Kementerian LHK pun berperan untuk mencapai ketahanan pangan melalui sejumlah pendekatan. Pertama, pendekatan kewilayahan untuk ketahanan pangan. Pendekatan itu dilakukan di Kalimantan Tengah melalui pembentukan food estate. Kedua, memanfaatkan kawasan hutan untuk produksi pangan melalui perhutanan sosial.

Saat ini luas perhutanan sosial sudah mencapai 4,2 juta hektare dari target 11,7 hektare. Diharapkan akhir 2020 sudah mencapai minimal 4,5 juta hektare.

"Ada juga agenda agroforestry pada program Hutan Sosial dan Tanah Obyek Reforma Agraria ruang untuk pengalokasian kepemilikan lahan bagi masyarakat tani," ungkap Siti Nurbaya.

Khusus di bidang tata ruang dan pertanahan, arah kebijakannya terus fokus kepada kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan. Salah satu jembatan yang ditawarkan ialah kehadiran bank tanah. (Baca juga: Angkatan Laut AS Ingin Bentuk Armada Baru di Dekat Singapura)

Terkait bank tanah, Menteri Agraria Sofyan Djalil mengatakan, peran bank tanah demi mendukung lahan pertanian yang berkelanjutan. Kehadiran institusi ini disebut sebagai terobosan yang ke depan mampu menjembatani berbagai permasalahan terkait ketersediaan lahan.

Bank tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah yang berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah. Tujuan bank ini untuk menjamin ketersediaan tanah bagi kepentingan umum, kepentingan sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reformasi agraria.

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satria berpendapat, perguruan tinggi memiliki peran yang sangat strategis dalam riset dan pengembangan. Dengan cara itu perguruan tinggi siap menghasilkan inovasi. Untuk itu pertanian di masa depan harus inklusif.

"Bahasa sederhananya yang besar didorong atau diperkuat sementara yang kecil diberdayakan. Kalau kita bisa dapat menyatukan mereka ini akan luar biasa. Bagaimana kita bisa menggali potensi untuk produktivitas efisiensi berdaya saing. Terakhir sustainable, harus ramah lingkungan, karena ini sudah menjadi tuntutan di seluruh dunia perguruan tinggi," ucapnya. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar dari 4 Jam)

Faktor-faktor harus menyeluruh menyentuh masyarakat, perusahaan juga perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat menjadi bagian dari research and development (R&D) yang luar biasa untuk efisiensi dalam pertanian.

"Daripada perusahaan membangun R&D sendiri lebih baik memanfaatkan atau berkolaborasi dengan perguruan tinggi, misalnya dengan membuat science techno park sehingga terjadi simbiosis mutualisme," tambah Arief. (Ananda Nararya)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4699 seconds (0.1#10.140)