Picu Monopoli, Merger Grab-Gojek Rugikan Konsumen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kabar terkait merger antara Grab dan Gojek semakin santer terdengar. Hal tersebut setelah CEO Grab Anthony Tan mengungkapkan di dalam memo internal Kamis 3 Desember 2020. Lantas apakah merger antara Grab dan Gojek akan menimbulkan monopoli bisnis transportasi?
Menanggapi itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menyebut memang merger antara Grab dan Gojek menjadi tantangan bagi pengawas persaingan usaha di Indonesia. "Jadi untuk merger Grab dan Gojek, memang iya (berpotensi melanggar aturan persaingan usaha). Pasalnya dari market sharenya, keduanya memang pemimpin pasar," kata dia dalam telekonfrensi, Selasa (8/12/2020).
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia masih menggunakan sistem post-notification untuk proses notifikasi merger dan akuisisi usaha. Maka itu penggabungan atau peleburan usaha wajib diberitahukan ke KPPU selambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan.
Namun begitu, pihaknya belum bisa berkomentar lebih lanjut akibat konsekuensi dari sistem post-notification tersebut. "Namun kami berharap sistem ini bisa diubah menjadi pre-notification. Dan kami berharap ini dimasukkan UU Cipta Kerja, karena ada kepentingan bagi investor dan pelaku usaha kalau notifikasinya pre, sehingga ada kepastian," ungkap dia.
Dia juga menambahkan, KPPU belum bisa memberikan penilaian apakah merger ini nantinya diterima atau ditolak. "Semoga ini ada hikmahnya, supaya memberikan dorongan lagi ke kita pentingnya notifikasi merger diubah menjadi pre-notification," tandas dia.
Sebelumnya LBH Transportasi memberikan sikap mengenai kabar merger Grab dengan Gojek. Jika informasi merger ini benar, tentu keputusan tersebut adalah hak dan kewenangan manajemen Gojek dan Grab dalam menentukan strategi bisnisnya, namun karena bisnis ini ada pada layanan umum transportasi.
Direktur Eksekutif LBH Transportasi Hermawanto mengatakan, merger antara Gojek dan Grab berpotensi menimbulkan monopoli bisnis transportasi daring pada kendaraan roda dua yang tentunya menimbulkan pasar yang tidak sehat dan merugikan konsumen.
"Konsumen akan dirugikan karena tidak adanya persaingan yang sehat dan tentunya pula akan berdampak pada biaya transportasi dan layanan yang tidak ramah konsumen," kata dia.
Menanggapi itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menyebut memang merger antara Grab dan Gojek menjadi tantangan bagi pengawas persaingan usaha di Indonesia. "Jadi untuk merger Grab dan Gojek, memang iya (berpotensi melanggar aturan persaingan usaha). Pasalnya dari market sharenya, keduanya memang pemimpin pasar," kata dia dalam telekonfrensi, Selasa (8/12/2020).
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia masih menggunakan sistem post-notification untuk proses notifikasi merger dan akuisisi usaha. Maka itu penggabungan atau peleburan usaha wajib diberitahukan ke KPPU selambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan.
Namun begitu, pihaknya belum bisa berkomentar lebih lanjut akibat konsekuensi dari sistem post-notification tersebut. "Namun kami berharap sistem ini bisa diubah menjadi pre-notification. Dan kami berharap ini dimasukkan UU Cipta Kerja, karena ada kepentingan bagi investor dan pelaku usaha kalau notifikasinya pre, sehingga ada kepastian," ungkap dia.
Dia juga menambahkan, KPPU belum bisa memberikan penilaian apakah merger ini nantinya diterima atau ditolak. "Semoga ini ada hikmahnya, supaya memberikan dorongan lagi ke kita pentingnya notifikasi merger diubah menjadi pre-notification," tandas dia.
Sebelumnya LBH Transportasi memberikan sikap mengenai kabar merger Grab dengan Gojek. Jika informasi merger ini benar, tentu keputusan tersebut adalah hak dan kewenangan manajemen Gojek dan Grab dalam menentukan strategi bisnisnya, namun karena bisnis ini ada pada layanan umum transportasi.
Direktur Eksekutif LBH Transportasi Hermawanto mengatakan, merger antara Gojek dan Grab berpotensi menimbulkan monopoli bisnis transportasi daring pada kendaraan roda dua yang tentunya menimbulkan pasar yang tidak sehat dan merugikan konsumen.
"Konsumen akan dirugikan karena tidak adanya persaingan yang sehat dan tentunya pula akan berdampak pada biaya transportasi dan layanan yang tidak ramah konsumen," kata dia.
(nng)