Gaji PNS Bakal Berbasis Kinerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan mengubah skema aparatur sipil negara (ASN). Nantinya skema penggajian ASN tidak lagi dilakukan berdasarkan pangkat dan golongan, tetapi berdasarkan beban dan risiko pekerjaannya. Dengan demikian, tanggung jawab hingga risiko pekerjaan akan menjadi pertimbangan dalam penetapan gaji PNS .
Perubahan kebijakan ini sebagai bagian dari proses menuju reformasi sistem pangkat dan penghasilan (gaji dan tunjangan) serta fasilitas PNS, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5/2014 tentang ASN. (Baca: Ketika Musibah Datang sebagai Peringatan)
Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus dan pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah meyakini kebijakan skema gaji baru ini nantinya akan mendorong para ASN untuk menampilkan kinerjanya secara maksimal. Mereka akan berlomba-lomba menunjukkan prestasi. Selama ini, gaji ASN itu sama semua sesuai golongan.
"Sejauh ini dari penjelasan yang kami dapat, inisiatif dari pemerintah pusat ini untuk meningkatkan kinerja dan bagian dari reformasi untuk PNS," kata Guspardi, kepada SINDO, kemarin.
(Baca juga : Ekonomi RI Lebih Baik dari Negara G20, Erick Engga Puas Ingin Kejar Malaysia-Vietnam )
Guspardi, di sisi lain, melihat inisiatif dari pemerintah itu dalam rangka rasionalisasi ASN. Saat ini, jumlah ASN mencapai 4,2 juta orang yang tersebar di pemerintah pusat maupun daerah. Dia menunjuk upaya perampingan eselon III dan IV menjadi pejabat fungsional yang direncanakan rampung pada akhir Desember ini.
(Baca juga : Panggil Bareskrim, Komnas HAM Gali SOP dan Substansi Autopsi 6 Anggota FPI )
Di sisi lain, perombakan gaji juga dinilainya dalam upaya efisiensi anggaran negara (APBN) yang setiap tahunnya menelan biaya besar karena ada gaji pokok dan tunjangan lainnya. “Makanya, penerimaan dibatasi dan tahun depan lebih ke guru dan tenaga kesehatan. Sisanya kontrak, tetapi gajinya sama dengan ASN," ujar dia. (Baca juga: Peneliti UI Beberkan Hasil Riset PJJ Selama Pandemi Covid-19)
Dia lantas menuturkan seluruh langkah yang tengah dimatangkan pemerintah itu akan dibahas bersama dengan DPR. Dengan begitu, pihaknya juga bisa memahami alasan dan strategi yang dilakukan pemerintah terkait rasionalisasi dan perombakan gaji tersebut.
Trubus Rahadiansyah menilai perubahan pola gaji ini merupakan suatu inovasi yang bagus. Dia memprediksi ini akan meningkatkan pelayanan publik. Perubahan ini mendobrak masalah klasik ASN, yakni kesejahteraan. Jika kesejahteraan para ASN itu membaik, kinerja mereka bisa seperti swasta atau ASN negara lain.
(Baca juga : Ekonomi RI Lebih Baik dari G20, Sri Mulyani: Jangan Merasa Krisis Sudah Lewat )
Apalagi, pekerjaan ASN berkutat dengan wilayah yang memiliki godaan tinggi, seperti perizinan dan hubungan internasional. “Dengan perubahan pola gaji ini, ASN akan bekerja sungguh-sungguh, tidak ngobjek ke mana-mana. Selama ini ada sekitar 1,6 juta ASN (10 bulan pandemi) ini enggak jelas output kinerjanya. Ini harus diambil langkah-langkah. Itu dipensiunkan dini agar tidak membebani keuangan negara,” tandasnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono menjelaskan, perubahan juga bukan hanya terkait gaji, tunjangan pun akan mengalami perubahan skema. Adapun untuk formula tunjangan PNS nantinya akan meliputi Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Kemahalan. (Baca juga: 2 Olahraga Mudah untuk Turunkan Berat Badan dengan Cepat)
Rumusan Tunjangan Kinerja didasarkan pada pencapaian kinerja masing-masing PNS. Adapun tunjangan kemahalan berdasarkan inflasi atau harga yang ada di daerah masing-masing. Misalnya, antara tunjangan kemahalan di DKI Jakarta dan Jawa Tengah bisa saja mengalami perbedaan.
(Baca juga : Busyet, 10 Pemilik Klub Olahraga Ini Kekayaannya Ribuan Triliun! )
Pada skema sebelumnya, PNS banyak mendapatkan tunjangan-tunjangan. Pertama adalah tunjangan kinerja alias Tukin, meskipun besarannya berbeda-beda, tergantung kelas jabatan maupun instansi tempatnya bekerja, baik instansi pusat maupun daerah.
Kemudian yang kedua adalah tunjangan suami atau istri. Lalu, yang ketiga adalah tunjangan anak. Selanjutnya ada tunjangan makan dan jabatan. Lalu, selain itu ada juga tunjangan perjalanan dinas. Sementara rumusan Tunjangan Kemahalan didasarkan pada Indeks Harga yang berlaku di daerah masing-masing.
Kemarin, BKN memastikan meskipun gaji dirombak, tidak ada hubungannya dengan kenaikan gaji . Sebab, perombakan ini merupakan bagian dari reform untuk PNS, sedangkan kenaikan gaji akan diputuskan oleh pemerintah lewat Peraturan Pemerintah. (Baca juga: Masker Wajah Mirip Power Ranger Cegah Infeksi Covid-19)
Artinya, meskipun gaji tersebut dirombak, kenaikan gaji masih bisa saja dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya, asalkan kondisi keuangan dan situasi negara memungkinkan. "Bukan, ini reform penggajian tidak ada hubungannya dengan kenaikan gaji," ujarnya, saat dihubungi MNC Media.
Paryono mengatakan, memang dampak dari reformasi gaji yang dilakukan oleh PNS ini akan lebih besar. Karena dalam gaji pokok tersebut dimasukkan tunjangan-tunjangan yang akan dipangkas oleh pemerintah.
Dia juga menjelaskan, perombakan gaji PNS ini akan disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Namun, akan memperhatikan kesejahteraan dari para pegawainya juga."Ini kebijakan dari pemerintah dan terkait dengan kondisi keuangan negara, jadi tidak permanen," ujarnya.
Hanya Dua Kali Naik Gaji
Terhitung dua kali kenaikan gaji pegawai negeri sipil di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kenaikan gaji pokok pertama dilakukan Presiden Jokowi pada tahun 2015 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.30/215. (Baca juga: Guardiola: Arsenal Harus Percaya Pada Arteta)
Setelah itu, gaji PNS dinaikkan empat tahun kemudian tahun 2019. Di mana Presiden Jokowi menerbitkan PP No.15/2019. Saat itu kenaikannya sebesar 5% dari gaji pokok sebelumnya.
Meskipun tak ada kenaikan gaji, selama periode kepemimpinan Presiden Jokowi terdapat kebijakan pemberian THR. Kebijakan ini dimulai di tahun 2016. Tidak hanya itu, kebijakan gaji ke-13 PNS juga masih dipertahankan.
Kenaikan gaji PNS di era Presiden Jokowi memang tidak sebanyak di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terhitung sejak menjabat tahun 2004 hingga 2014, Presiden SBY menaikkan gaji PNS sebanyak sembilan kali.
Hal tersebut terlihat dengan diterbitkannya PP No. 66/2005, PP No. 9/2007, PP No.10/2008, PP No. 8/2009, PP No.25/2010, PP No. 11/2011, PP No.15/2012, PP No.22/2013, dan PP No 34/2014. (Lihat videonya: Tips Aman Berwisata Pantai saat Pandemi)
Apakah tahun depan akan ada kenaikan gaji? Plt Karo Humas BKN Paryono menandaskan, hal tersebut tergantung kebijakan pemerintah. “Wah kalau soal gaji, itu harus nanya ke Kementerian Keuangan. Kalau tidak naik, tetap gunakan PP gaji yang tahun 2019,” tandasnya. (Dita Angga/FW Bahtiar/Faorick Pakpahan)
Perubahan kebijakan ini sebagai bagian dari proses menuju reformasi sistem pangkat dan penghasilan (gaji dan tunjangan) serta fasilitas PNS, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5/2014 tentang ASN. (Baca: Ketika Musibah Datang sebagai Peringatan)
Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus dan pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah meyakini kebijakan skema gaji baru ini nantinya akan mendorong para ASN untuk menampilkan kinerjanya secara maksimal. Mereka akan berlomba-lomba menunjukkan prestasi. Selama ini, gaji ASN itu sama semua sesuai golongan.
"Sejauh ini dari penjelasan yang kami dapat, inisiatif dari pemerintah pusat ini untuk meningkatkan kinerja dan bagian dari reformasi untuk PNS," kata Guspardi, kepada SINDO, kemarin.
(Baca juga : Ekonomi RI Lebih Baik dari Negara G20, Erick Engga Puas Ingin Kejar Malaysia-Vietnam )
Guspardi, di sisi lain, melihat inisiatif dari pemerintah itu dalam rangka rasionalisasi ASN. Saat ini, jumlah ASN mencapai 4,2 juta orang yang tersebar di pemerintah pusat maupun daerah. Dia menunjuk upaya perampingan eselon III dan IV menjadi pejabat fungsional yang direncanakan rampung pada akhir Desember ini.
(Baca juga : Panggil Bareskrim, Komnas HAM Gali SOP dan Substansi Autopsi 6 Anggota FPI )
Di sisi lain, perombakan gaji juga dinilainya dalam upaya efisiensi anggaran negara (APBN) yang setiap tahunnya menelan biaya besar karena ada gaji pokok dan tunjangan lainnya. “Makanya, penerimaan dibatasi dan tahun depan lebih ke guru dan tenaga kesehatan. Sisanya kontrak, tetapi gajinya sama dengan ASN," ujar dia. (Baca juga: Peneliti UI Beberkan Hasil Riset PJJ Selama Pandemi Covid-19)
Dia lantas menuturkan seluruh langkah yang tengah dimatangkan pemerintah itu akan dibahas bersama dengan DPR. Dengan begitu, pihaknya juga bisa memahami alasan dan strategi yang dilakukan pemerintah terkait rasionalisasi dan perombakan gaji tersebut.
Trubus Rahadiansyah menilai perubahan pola gaji ini merupakan suatu inovasi yang bagus. Dia memprediksi ini akan meningkatkan pelayanan publik. Perubahan ini mendobrak masalah klasik ASN, yakni kesejahteraan. Jika kesejahteraan para ASN itu membaik, kinerja mereka bisa seperti swasta atau ASN negara lain.
(Baca juga : Ekonomi RI Lebih Baik dari G20, Sri Mulyani: Jangan Merasa Krisis Sudah Lewat )
Apalagi, pekerjaan ASN berkutat dengan wilayah yang memiliki godaan tinggi, seperti perizinan dan hubungan internasional. “Dengan perubahan pola gaji ini, ASN akan bekerja sungguh-sungguh, tidak ngobjek ke mana-mana. Selama ini ada sekitar 1,6 juta ASN (10 bulan pandemi) ini enggak jelas output kinerjanya. Ini harus diambil langkah-langkah. Itu dipensiunkan dini agar tidak membebani keuangan negara,” tandasnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono menjelaskan, perubahan juga bukan hanya terkait gaji, tunjangan pun akan mengalami perubahan skema. Adapun untuk formula tunjangan PNS nantinya akan meliputi Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Kemahalan. (Baca juga: 2 Olahraga Mudah untuk Turunkan Berat Badan dengan Cepat)
Rumusan Tunjangan Kinerja didasarkan pada pencapaian kinerja masing-masing PNS. Adapun tunjangan kemahalan berdasarkan inflasi atau harga yang ada di daerah masing-masing. Misalnya, antara tunjangan kemahalan di DKI Jakarta dan Jawa Tengah bisa saja mengalami perbedaan.
(Baca juga : Busyet, 10 Pemilik Klub Olahraga Ini Kekayaannya Ribuan Triliun! )
Pada skema sebelumnya, PNS banyak mendapatkan tunjangan-tunjangan. Pertama adalah tunjangan kinerja alias Tukin, meskipun besarannya berbeda-beda, tergantung kelas jabatan maupun instansi tempatnya bekerja, baik instansi pusat maupun daerah.
Kemudian yang kedua adalah tunjangan suami atau istri. Lalu, yang ketiga adalah tunjangan anak. Selanjutnya ada tunjangan makan dan jabatan. Lalu, selain itu ada juga tunjangan perjalanan dinas. Sementara rumusan Tunjangan Kemahalan didasarkan pada Indeks Harga yang berlaku di daerah masing-masing.
Kemarin, BKN memastikan meskipun gaji dirombak, tidak ada hubungannya dengan kenaikan gaji . Sebab, perombakan ini merupakan bagian dari reform untuk PNS, sedangkan kenaikan gaji akan diputuskan oleh pemerintah lewat Peraturan Pemerintah. (Baca juga: Masker Wajah Mirip Power Ranger Cegah Infeksi Covid-19)
Artinya, meskipun gaji tersebut dirombak, kenaikan gaji masih bisa saja dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya, asalkan kondisi keuangan dan situasi negara memungkinkan. "Bukan, ini reform penggajian tidak ada hubungannya dengan kenaikan gaji," ujarnya, saat dihubungi MNC Media.
Paryono mengatakan, memang dampak dari reformasi gaji yang dilakukan oleh PNS ini akan lebih besar. Karena dalam gaji pokok tersebut dimasukkan tunjangan-tunjangan yang akan dipangkas oleh pemerintah.
Dia juga menjelaskan, perombakan gaji PNS ini akan disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Namun, akan memperhatikan kesejahteraan dari para pegawainya juga."Ini kebijakan dari pemerintah dan terkait dengan kondisi keuangan negara, jadi tidak permanen," ujarnya.
Hanya Dua Kali Naik Gaji
Terhitung dua kali kenaikan gaji pegawai negeri sipil di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kenaikan gaji pokok pertama dilakukan Presiden Jokowi pada tahun 2015 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.30/215. (Baca juga: Guardiola: Arsenal Harus Percaya Pada Arteta)
Setelah itu, gaji PNS dinaikkan empat tahun kemudian tahun 2019. Di mana Presiden Jokowi menerbitkan PP No.15/2019. Saat itu kenaikannya sebesar 5% dari gaji pokok sebelumnya.
Meskipun tak ada kenaikan gaji, selama periode kepemimpinan Presiden Jokowi terdapat kebijakan pemberian THR. Kebijakan ini dimulai di tahun 2016. Tidak hanya itu, kebijakan gaji ke-13 PNS juga masih dipertahankan.
Kenaikan gaji PNS di era Presiden Jokowi memang tidak sebanyak di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terhitung sejak menjabat tahun 2004 hingga 2014, Presiden SBY menaikkan gaji PNS sebanyak sembilan kali.
Hal tersebut terlihat dengan diterbitkannya PP No. 66/2005, PP No. 9/2007, PP No.10/2008, PP No. 8/2009, PP No.25/2010, PP No. 11/2011, PP No.15/2012, PP No.22/2013, dan PP No 34/2014. (Lihat videonya: Tips Aman Berwisata Pantai saat Pandemi)
Apakah tahun depan akan ada kenaikan gaji? Plt Karo Humas BKN Paryono menandaskan, hal tersebut tergantung kebijakan pemerintah. “Wah kalau soal gaji, itu harus nanya ke Kementerian Keuangan. Kalau tidak naik, tetap gunakan PP gaji yang tahun 2019,” tandasnya. (Dita Angga/FW Bahtiar/Faorick Pakpahan)
(ysw)