Dituduh Lakukan Trade Remedies, RI Bisa Kehilangan Rp20 Triliun

Selasa, 05 Januari 2021 - 13:58 WIB
loading...
Dituduh Lakukan Trade...
Hipmi memperkirakan Indonesia bisa kehilangan Rp20 triliun dari tudingan trade remedies oleh sejumlah negara. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut ada 10 negara yang sering menuduh Indonesia melakukan trade remedies di 2020. Tudingan trade remedies pada tahun 2020 diperkirakan berpotensi menghilangkan penghasilan dari perdagangan sebesar Rp20 triliun.

"Ini angka yang besar buat yang kita perjuangkan. Tapi di sini masih banyak ruang bagaimana kelihaian Kemendag dalam berkomunikasi dengan mitra dagang," ungkap Ketua BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani secara virtual di Jakarta, Selasa (5/1/2020).

(Baca Juga: Ini Harapan Pelaku Usaha pada Duet Lutfi-Jerry di Kemendag)

Adapun produk ekspor Indonesia yang mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja (63 kasus), tekstil (55 kasus), produk kimia (50 kasus), produk mineral (37 kasus), dan produk kayu (52 kasus).

Trade remedies adalah instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat, diantaranya bea masuk antidumping (BMAD), bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.

Ajib mengatakan, ada beberapa poin yang menyebabkan terjadinya peningkatan trade Remedies yang luar biasa pada tahun 2020. "Ini karena kondisi pandemi, sehingga masing masing negara akan buat kebijakan maupun regulasi dan insentif yang terus mendorong agar industri terus tumbuh," ujarnya.

(Baca Juga: Guru Besar Unpad: UU Sapu Jagat Berikan Akses dan Kemudahan Perdagangan Internasional)

Di sisi lain, kata dia, dalam konteks pandemi, masing-masing negara yang mempunyai insentif rendah akan sangat rentan kebanjiran produk impor. Karena itu, masing masing negara lantas membuat kebijakan yang kemudian konteksnya menjadi trade remedies.

Ketika neraca dagang masih negatif, jelas Ajib, maka negara-negara dengan insentif rendah akan mendorong ekonominya tumbuh dengan melakukan trade remedies. Menurut Ajib, sebenarnya dalam konteks ekonomi dan politik hal tersebut adalah hal yang wajar. "Dan ini tinggal Indonesia saja bagaimana bisa melakukan perjanjian atau langkah-langkah antisipasi di lapangan," ujarnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2467 seconds (0.1#10.140)