OJK Minta Bankir Berhati-hati dalam Restukturisasi Kredit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, masih ada tantangan bagi industri perbankan Indonesia dalam jangka pendek dan juga jangka panjang. Dalam jangka pendek adalah bank harus bisa melakukan pemulihan sektor riil dan konsolidasi untuk mengatasi pandemi.
"Terkait ini proses pemulihan sektor riil masih memerlukan waktu. Makanya akan kita addres supaya bank kita memiliki daya tahan untuk menyerap cadangan sebagai dampak restrukrisasi kredit," ucap Heru secara virtual di Jakarta, Selasa. ( Baca juga:Kredit Perbankan Diproyeksikan Tumbuh 7,5% di 2021 )
Menurut Heru, restrukrisasi kredit masih membutuhkan perpanjangan. Maka dari itu dikeluarkanlah POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Aturan itu bertujuan antara lain untuk memberikan ruang bagi debitur-debitur yang berkinerja bagus, namun menurun kinerjanya karena terdampak Covid 19 untuk dibantu perbankan melalui restrukturisasi kreditnya.
"Namun kita minta pada bankir agar berjaga-jaga kalau restrukrisasi tidak berhasil. Dan bankir harus berhati-hati kalau restrukrisasi tidak berjalan, bisa membentuk rasio cadangan (CKPN)," katanya. ( Baca juga:Benarkah Sains Bisa Membuktikan Kebenaran Adanya Akhirat? )
Selain itu, lanjut dia, pada saat pembagian deviden bisa dulu dilakukan stress testing yang bertujuan melihat CKPN untuk menganitisipasi dampak restrukrisasi. Dengan restrukturisasi, debitur dapat memiliki ruang bernapas dan bank dapat secara proaktif membantu debitur-debitur yang dalam kondisi bagus tersebut menata cashflownya.
"Kita sudah memasuki unsur kehati-kehatian pada POJK 48. Ini bertujuan agar para bankir bisa prudent terhadap restrurisasi mereka," kata dia.
"Terkait ini proses pemulihan sektor riil masih memerlukan waktu. Makanya akan kita addres supaya bank kita memiliki daya tahan untuk menyerap cadangan sebagai dampak restrukrisasi kredit," ucap Heru secara virtual di Jakarta, Selasa. ( Baca juga:Kredit Perbankan Diproyeksikan Tumbuh 7,5% di 2021 )
Menurut Heru, restrukrisasi kredit masih membutuhkan perpanjangan. Maka dari itu dikeluarkanlah POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Aturan itu bertujuan antara lain untuk memberikan ruang bagi debitur-debitur yang berkinerja bagus, namun menurun kinerjanya karena terdampak Covid 19 untuk dibantu perbankan melalui restrukturisasi kreditnya.
"Namun kita minta pada bankir agar berjaga-jaga kalau restrukrisasi tidak berhasil. Dan bankir harus berhati-hati kalau restrukrisasi tidak berjalan, bisa membentuk rasio cadangan (CKPN)," katanya. ( Baca juga:Benarkah Sains Bisa Membuktikan Kebenaran Adanya Akhirat? )
Selain itu, lanjut dia, pada saat pembagian deviden bisa dulu dilakukan stress testing yang bertujuan melihat CKPN untuk menganitisipasi dampak restrukrisasi. Dengan restrukturisasi, debitur dapat memiliki ruang bernapas dan bank dapat secara proaktif membantu debitur-debitur yang dalam kondisi bagus tersebut menata cashflownya.
"Kita sudah memasuki unsur kehati-kehatian pada POJK 48. Ini bertujuan agar para bankir bisa prudent terhadap restrurisasi mereka," kata dia.
(uka)