Banker Is Marathoner, Not a Sprinter
loading...
A
A
A
Selama sebulan terakhir ini saya melakukan "karantina". Karantina bukan karena terjangkit Covid-19, namun harus menyendiri untuk menulis buku yang terkena deadline terbit.
Kali ini saya harus menyelesaikan buku 21 tahun perjalanan transformasi Bank Syariah Mandiri (BSM) . Buku ini rencananya bisa diluncurkan pada awal Februari ini sebelum BSM merjer bersama Bank BRI Syariah dan BNI Syariah.
Bukunya bakal menarik sekali, karena perjalanan bisnis BSM selama lebih dari dua dasawarsa ditandai dengan pasang-surutnya organisasi yang memberikan pelajaran sangat berharga terutama bagi para bankir khususnya bankir syariah.
Pelajaran berharga yang saya dapat salah satunya datang dari narasumber saya Budi G. Sadikin, Menteri Kesehatan yang pada tahun 2013-2016 adalah Direktur Utama Bank Mandiri perusahaan induk BSM.
“Bankir adalah pelari maraton,” kata Budi Sadikin. Ini adalah sebuah perumpamaan. Maksudnya, menurut Budi, adalah bahwa seorang bankir harus seperti pelari maraton yang sabar, pruden, resilien, dan bisa selalu mengatur kecepatan dan ritme larinya agar tenaga tetap terjaga hingga di titik akhir garis finish.
Kesabaran dan mengatur ritme ini penting karena jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari maraton cukup jauh. Hal ini berbeda dengan pelari sprint yang berjarak pendek 100 atau 200 meter. Seorang pelari sprint memang harus menghabiskan tenaganya dalam ukuran detik untuk mencapai garis finish karena jaraknya yang pendek.
Banyak pemimpin bisnis yang terlalu terobsesi pada pertumbuhan dan all out menciptakan lompatan pertumbuhan yang impresif. Di bisnis lain memang seharusnya begitu, namun di industri perbankan kondisinya sedikit berbeda dengan industri lain.
Industri perbankan agak berbeda dengan industri lain. Di industri lain, pertumbuhan bisa didorong sekencang mungkin, tapi di industri perbankan tidak begitu. Ibarat mobil, lajunya tak bisa terus-menerus dipacu. “Nanti bisa overheating,” kata Budi. Jadi laju mobil harus terus dijaga keseimbangannya antara “ngegas” dan “ngerem”.
Kali ini saya harus menyelesaikan buku 21 tahun perjalanan transformasi Bank Syariah Mandiri (BSM) . Buku ini rencananya bisa diluncurkan pada awal Februari ini sebelum BSM merjer bersama Bank BRI Syariah dan BNI Syariah.
Bukunya bakal menarik sekali, karena perjalanan bisnis BSM selama lebih dari dua dasawarsa ditandai dengan pasang-surutnya organisasi yang memberikan pelajaran sangat berharga terutama bagi para bankir khususnya bankir syariah.
Pelajaran berharga yang saya dapat salah satunya datang dari narasumber saya Budi G. Sadikin, Menteri Kesehatan yang pada tahun 2013-2016 adalah Direktur Utama Bank Mandiri perusahaan induk BSM.
“Bankir adalah pelari maraton,” kata Budi Sadikin. Ini adalah sebuah perumpamaan. Maksudnya, menurut Budi, adalah bahwa seorang bankir harus seperti pelari maraton yang sabar, pruden, resilien, dan bisa selalu mengatur kecepatan dan ritme larinya agar tenaga tetap terjaga hingga di titik akhir garis finish.
Kesabaran dan mengatur ritme ini penting karena jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari maraton cukup jauh. Hal ini berbeda dengan pelari sprint yang berjarak pendek 100 atau 200 meter. Seorang pelari sprint memang harus menghabiskan tenaganya dalam ukuran detik untuk mencapai garis finish karena jaraknya yang pendek.
Banyak pemimpin bisnis yang terlalu terobsesi pada pertumbuhan dan all out menciptakan lompatan pertumbuhan yang impresif. Di bisnis lain memang seharusnya begitu, namun di industri perbankan kondisinya sedikit berbeda dengan industri lain.
Industri perbankan agak berbeda dengan industri lain. Di industri lain, pertumbuhan bisa didorong sekencang mungkin, tapi di industri perbankan tidak begitu. Ibarat mobil, lajunya tak bisa terus-menerus dipacu. “Nanti bisa overheating,” kata Budi. Jadi laju mobil harus terus dijaga keseimbangannya antara “ngegas” dan “ngerem”.