Menelusuri Penyebab Bengkaknya Utang Sejumlah BUMN

Minggu, 24 Januari 2021 - 21:00 WIB
loading...
Menelusuri Penyebab Bengkaknya Utang Sejumlah BUMN
foto/ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) , yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero), BUMN karya dan Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sedang mendapatkan sorotan publik. Semua BUMN tersebut memiliki utang paling besar .

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa penyebab yang membuat semua BUMN tersebut memiliki utang besar. Masing-masing perusahaan memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

Misalnya adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Utang KAI yang membengkak disebabkan oleh adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sehingga pendapatan dari penumpang mengalami penurunan. ( Baca juga:Waduh! Utang BUMN Karya Diramal Ciptakan Mega-Krisis BUMN )

Tak hanya itu, kinerja dari bisnis logistik perseroan juga mengalami gangguan. Mengingat, aktivitas industri manufaktur yang menurun.

"Iya salah satunya karena PSBB dan pembatasan mobilitas secara umum pendapatan penumpang KAI turun. Juga soal logistik berkaitan dengan kinerja industri manufaktur yang rendah," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Minggu (24/1/2021).

Sementara utang yang besar pada BUMN karya karena penugasan pembangunan infrastruktur yang masif dari pemerintah. Sayangnya, penugasan ini dilakukan di saat permintaan sedang lesu.

Bhima menambahkan, sebelum pandemi perusahaan BUMN ini diminta untuk mencari pembiayaan lewat utang untuk membiayai proyek infrastruktur. Sementara itu, setelah jadi utilitas dari para pengguna sangat rendah sekali.

"Datanglah pandemi yang buat rasio utang terhadap modal loncat. Ini saya kira akan ada mega-krisis besar di BUMN, dan ujungnya butuh suntikkan dana lebih dari APBN," ucapnya. ( Baca juga:Waspada, Efek Menerjang Genangan Air Pada Rem Mobil )

Sedangkan untuk utang yang membengkak pada PTPN disebabkan karena faktor harga komoditas. Memang menurut Bhima, sektor pertanian memiliki kinerja yang moncer pada saat pandemi berlangsung.

Menurutnya, jika melihat secara spesifik sektor pertanian yang mengalami kinerja positif adalah pada komoditas pangan. Sedangkan perusahaan BUMN perkebunan ini lebih banyak bermain pada komoditas yang harganya ditentukan oleh permintaan ekspor.

"Misalnya harga minyak sawit anjlok selama pandemi, baru rebound di november-desember. Kemudian sektor perkebunan karet juga turun pemasukannya karena produksi ban mobil anjlok seiring penjualan otomotif yang lesu selama pandemi," jelas Bhima.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1090 seconds (0.1#10.140)