Mengejar Travel Bubble

Rabu, 27 Januari 2021 - 06:10 WIB
loading...
A A A
Atas dasar pertimbangan tersebut, Yusran mendukung rencana kebijakan travel bubble yang dikeluarkan atas kesepakatan antarnegara tertentu untuk sektor pariwisata dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. “Itu cukup baik. Kita sangat berharap. Kita justru menunggu itu,” ujarnya.

Khusus wilayah yang menjadi konsentrasi travel bubble ini, PHRI mendorong penanganan kasus Covid-19 dan pengawasan protokol kesehatan harus ditingkatkan. Dengan begitu, ada kepercayaan dari wisman untuk kembali datang ke Indonesia.“Jadi harus ada strategi yang dibuat ke destinasi khusus. Itu yang kita harapkan dengan adanya travel bubble. Jadi tidak dipukul rata seluruh Indonesia. Bisa repot,” tambah dia.

Dia pun menegaskan hotel dan restoran sudah siap mengikuti bila nantinya travel bubble jadi dilakukan. Hanya saja, PHRI ingin mendapatkan kepastian kapan kebijakan tersebut dijalankan.’’Semua pelaku akomodasi ini kan investasinya gede juga, jadi kita selalu wait and see dulu terhadap suatu kebijakan tertentu. Misalnya, sudah kepastian kebijakan dari pemerintah. Harus ada jarak, enggak bisa dadakan, semua terencana. Jangan sampai market jadi enggak trust sehingga reservasi jadi drop,” tegasnya

Untuk diketahui, konsep travel bubble awalnya diterapkan di antara anggota Uni Eropa (UE). Munculnya varian baru Covid-19 di Inggris, menjadikan travel bubble di UE menjadi kacau balau.

Namun konsep ini ternyata masih relevan diterapkan dalam kondisi pandemi, melalui kesepakatan yang diambil antar-negara yang relatif sukses mengendalikan pandemi. Seperti Hong Kong, pada awal September lalu membuka travel bubble dengan enam negara yakni Jerman, Prancis, Swiss, Vietnam, Malaysia dan Singapura.

Ke depannya, Hong Kong juga akan membuka travel bubble dengan Jepang, Thailand, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. Hong Kong beranggapan bahwa negara tersebut sukses dalam mengendalikan virus korona seperti Hong Kong.

Taiwan yang juga disebut sukses mengatasi pandemi juga membuka travel bubble dengan sekutunya yakni negara Pasifik, Palau. Taiwan sudah mengirimkan delegasi ke Palau untuk menjajaki kemungkinan travel bubble untuk menghidupkan kembali industri pariwisata di kedua belah pihak.

"Ide untuk memulai mengizinkan perjalanan bukan untuk membuka semua perbatasan bagi semua orang, tetapi negara membentuk zona perjalanan bebas," kata Per Block, peneliti mobilitas sosial dari Universitas Oxford. Syarat paling umum untuk travel bubble adalah negara yang tidak lagi memiliki kasus baru Covid-19.

Namun demikian, travel bubble tetap memiliki risiko besar. Seperti diungkapkan Amir Attaran, profesor hukum dan epidemiologi di Universitas Ottawa, Kanada, mengungkapkan mengukur kesuksesan dalam penanganan pandemi merupakan hal sulit. "Saya tidak berpikir Kanada sukses jika dibandingkan Amerika Serikat. Kita juga gagal," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Budijanto Ardiansjah menilai implementasi travel bubble akan bergantung dari grafik Covid-19 Indonesia. Dalam konteks saat ini, dia melihat langkah tersebut sulit diterapkan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1506 seconds (0.1#10.140)