Beli Rumah DP 0%, Pengembang Ragukan Realisasinya di Lapangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengembang perumahan menyambut baik tentang kebijakan pelonggaran uang muka atau Down Payment (DP) properti menjadi 0% . Kebijakan pelonggaran loan-to-value (LTV) ini mulai berlaku per hari ini.
Namun, yang paling penting dari semua itu adalah realisasinya. Pasalnya, jika realisasi di lapangan tidak baik, maka kebijakan seperti apapun akan sangat percuma.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, jika melihat fakta di lapangan kebijakan DP minimal 1% saja masih banyak yang tidak diikuti oleh perbankan. Bahkan ada beberapa perbankan yang masih memberikan DP minimal 5%.
"Dan faktanya, 1% yang ketentuan PUPR saja masih banyak perbankan yang enggak menjalankan itu. Masih memberikan minimal 5%," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (1/3/2021).
Menurut Junaidi, jika masih ada perbankan yang tidak patuh maka akan sangat berpengaruh kepada masyarakat. Khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum. "Apalagi masyarakat yang non fix income gitu," ucapnya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) nomor 20 tahun 2019 mengatur tentang kemudahan dan bantuan pemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketentuan tersebut tertuang dalam bagian ketiga tentang Skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Pada paragraf satu tentang kredit pemilikan rumah sejahtera tapak di pasal 25 disebutkan, KPR sejahtera diberikan kepada kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dengan ketentuan (a) nilai KPR paling banyak sebesar harga jual rumah umum tapak dikurangi dengan nilai uang muka yang disediakan MBR sebesar 1% dari harga jual dan dikurangi nilai SBUM.
Kemudian (b) MBR dapat membayar uang muka lebih dari 1% dari harga jual untuk memenuhi batas minimal kemampuan mengangsur. Lalu pada poin (c) disebutkan suku bunga KPR sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran dan asuransi kredit atau pembiayaan.
Lalu, suku bunga sebagaimana dimaksud dalam huruf c bersifat tetap selama masa subsidi dengan metode perhitungan bunga anuitas dengan amortisasi tahunan atau bulanan. Pada poin (e) disebutkan jangka waktu KPR disepakati oleh Bank Pelaksana dan Kelompok Sasaran yang disesuaikan dengan kemampuan bayar angsuran.
"Kalau rumah subsidi itu kan sebetulnya ada ketentuan tersendiri rumah subsidi 1%. Sementara ini kan dari Bank Indonesia kita enggak tahu apakah ada ketentuan yang benturan antara ketentuan PUPR dan 1% itu kan sudah ada ketentuannya. Dengan BI ini bisa seiring atau bertentangan itu," jelas Junaidi.
Namun, yang paling penting dari semua itu adalah realisasinya. Pasalnya, jika realisasi di lapangan tidak baik, maka kebijakan seperti apapun akan sangat percuma.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, jika melihat fakta di lapangan kebijakan DP minimal 1% saja masih banyak yang tidak diikuti oleh perbankan. Bahkan ada beberapa perbankan yang masih memberikan DP minimal 5%.
"Dan faktanya, 1% yang ketentuan PUPR saja masih banyak perbankan yang enggak menjalankan itu. Masih memberikan minimal 5%," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (1/3/2021).
Menurut Junaidi, jika masih ada perbankan yang tidak patuh maka akan sangat berpengaruh kepada masyarakat. Khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum. "Apalagi masyarakat yang non fix income gitu," ucapnya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) nomor 20 tahun 2019 mengatur tentang kemudahan dan bantuan pemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketentuan tersebut tertuang dalam bagian ketiga tentang Skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Pada paragraf satu tentang kredit pemilikan rumah sejahtera tapak di pasal 25 disebutkan, KPR sejahtera diberikan kepada kelompok sasaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dengan ketentuan (a) nilai KPR paling banyak sebesar harga jual rumah umum tapak dikurangi dengan nilai uang muka yang disediakan MBR sebesar 1% dari harga jual dan dikurangi nilai SBUM.
Kemudian (b) MBR dapat membayar uang muka lebih dari 1% dari harga jual untuk memenuhi batas minimal kemampuan mengangsur. Lalu pada poin (c) disebutkan suku bunga KPR sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran dan asuransi kredit atau pembiayaan.
Lalu, suku bunga sebagaimana dimaksud dalam huruf c bersifat tetap selama masa subsidi dengan metode perhitungan bunga anuitas dengan amortisasi tahunan atau bulanan. Pada poin (e) disebutkan jangka waktu KPR disepakati oleh Bank Pelaksana dan Kelompok Sasaran yang disesuaikan dengan kemampuan bayar angsuran.
"Kalau rumah subsidi itu kan sebetulnya ada ketentuan tersendiri rumah subsidi 1%. Sementara ini kan dari Bank Indonesia kita enggak tahu apakah ada ketentuan yang benturan antara ketentuan PUPR dan 1% itu kan sudah ada ketentuannya. Dengan BI ini bisa seiring atau bertentangan itu," jelas Junaidi.
(ind)